Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 17 - Pwrjanjian-2

Chapter 17 - Pwrjanjian-2

Tahun 2021

Pagi yang cerah di Jakarta, tampak seroang mahasiswi tengah bersiap untuk pergi ke kampus. Dia mengambil beberapa buku di mejanya, lalu bersiap pergi. Dia ambil handphone di meja dan memasukkannya ke dalam tas.

"Uhm, oke. Terpaksa deh ngikuti kuliah si dosen killer," gumamnya dengan perasaan terpaksa.

Mahasiswi itu langsung keluar dari kamar kostnya dan bergegas ke arah parkiran motornya. Segera dia nyalakan motornya dan pergi ke kampus. Sesampainya di sana, ternyata dia terlambat.

"Hei, Silvy," sapa seorang gadis yang ada di parkiran.

"Lho, Dinda. Lo gak masuk kelas si Killer itu?" tanya Silvy.

Dinda tersenyum. "Yeee, harusnya gue yang tanya, Lo kok baru datang?"

Dinda terhenyak. Dia lihat jam di hpnya. Wajahnya tampak terkejut.

"Ya ampun! Gue kejebak macet selama sejam!" katanya dengan nada panik.

Silvy terduduk lemas di atas motornya. Dia menepuk jidatnya, karena jika tak lulus di mata kuliah itu, terpaksa dia harus menghadapi dosen yang killer itu di tahun berikutnya.

"Silvy, sudahlah. Yuk kita ikuti matkul selanjutnya. Daripada bengong aje," ajak Dinda.

Dengan langkah lunglai, dia dan Dinda, temannya berjalan ke kelasnya. Di tengah perjalanannya, dia bertemu dengan dosen yang dia takuti. Dosen itu adalah Bu Lany.

"Silvy, kenapa kamu tadi tak datang?" hardik Bu Lany.

"M–Maaf, Bu. Tadi kejebak macet," jawab Silvy ketakutan.

Bu Lany hanya menggelengkan kepalanya.

"Tahu gak. Bukan cuman kamu yang males ngulangin mata kuliah ini. Ibu juga udah bosen ketemu kamu!" kata Bu Lany sambil menatap tajam ke arah Silvy.

Silvy terdiam. Sejenak, Bu Lany menghela nafas panjang. Dia berfikir sejenak.

"Oke. Begini saja. Kamu harus cari tempat KKN, dan tahun ini juga harus kamu lakukan. Tapi, sebelumnya kerjakan tugas di buku ini. Tolong baca keterangannya di halaman 204," kata Bu Lany sambil memberikan sebuah buku pada Silvy.

"Ingat ya, selesaikan dalam waktu seminggu," kata Bu Lany sambil berlalu.

Silvy yang sering membolos di mata kuliah Bu Lany kebingungan. Dia sadar, sudah empat semester dia mengulang mata kuliah dosen killer itu.

"Silvy, mending mulai nanti kamu kerjakan tugas Bu Lany. Masih untung dia kasih kompensasi," kata Dinda menasehati.

Silvy termenung. Dalam hatinya, dia membenarkan perkataan sahabatnya.

"Dinda benar juga. Selama ini, gue udah bener-bener buang waktu. Oke, gue harus lulus tahun ini," gumamnya dalam hati.

Selama ini dia terlalu banyak berfoya-foya dan bersenang-senang.

"Eh, malah bengong. Udah ayo masuk," ajak Dinda.

Silvy akhirnya mengikuti Dinda masuk ke dalam kelasnya. Waktu terus berjalan. Dan, setelah selesai kuliah, Silvy akhirnya kembali pulang ke kostnya. Sesampainya di kost, dia berniat langsung mengerjakan tugas dari Bu Leny.

Di ambilnya buku itu, dan dia buka halaman 204. Dia baca petunjuknya, dan mulailah dia mengerjakan tugas itu. Satu-persatu dia kerjakan soal itu. Di tengah asyiknya belajar, tiba-yiba dia di kejutkan dengan suara di hpnya.

"Iih, siapa nih?" keluhnya sambil mengambil hpnya.

Ada sebuah notifikasi pesan dari Dinda. Dia membuka pesan itu. Dia baca pesan itu sambil tersenyum, lalu membalasnya dan kembali mengerjakan tugasnya. Setelah cukup lama berkutat, tugas pun selesai di kerjakan.

"Ah, akhirnya … selesai juga tugas ini," kata Silvy dengan perasaan gembira.

Dilihatnya, hari telah petang. Silvy yang sejak siang mengerjakan tugas itu merasa begitu lapar. Dia langsung bergegas keluar untuk mencari makan di sebuah cafe langganannya. Ketika hendak berangkat, hpnya berbunyi.

"Ya, halo," kata Silvy menjawab teleponnya.

"Silvy, Lo nanti mau KKN bareng gue? Kelompok kita ada Tejo, Hendy, Tora dan Heni. Kita KKN di desa Mlintang," kata Dinda di balik telepon.

Tanpa berfikir panjang, Silvy langsung menyetujuinya. Dia berfikir untuk segera lulus dari kuliahnya.

"Oke, gue mau. Kapan nih kita berangkat?" tanya Silvy.

"Oh, itu masih kita musyawarahkan. Nanti deh gue kabarin," jawab Dinda.

"Ok, thanks," balas Silvy.

Dan, telepon pun akhirnya di tutup. Silvy buru-buru pergi ke cafe langganannya.

Waktu terus berjalan. Silvy begitu lega setelah menyelesaikan tugasnya. Dan, hari yang telah di tentukan pun tiba. Pagi itu di kontrakan Tejo tampak ke enam mahasiswa siap berangkat ke Desa Mlintang. Mereka menyewa mobil untuk pergi ke sana. Dan setelah di rasa cukup, mereka akhirnya berangkat ke sana.

Perjalanan ke Desa Mlintang cukup jauh. Sekitar sembilan jam perjalanan. Di tengah perjalanan, Tejo menjelaskan sesuatu tentang kegiatan yang nantinya di lakukan di Desa Mlintang.

"Teman-teman, untuk KKN ini nanti kita akan melakukan berbagai kegiatan sosial dan berbaur dengan masyarakat di sana, terutama dengan pendidikan. Saya dengar, di sana tak ada sekolah," kata Tejo mulai menjelaskan misi mereka.

Tejo menjelaskan rencana kegiatan KKN di sana, termasuk menyediakan sarana belajar dan mengajar di sana. Mereka tampak serius mendengar penjelasan Tejo. Dan, setelah sembilan jam perjalanan, tibalah mereka di Desa Mlintang.

Mereka begitu kaget melihat kemegahan desa itu. Selain kemegahan desa itu, tampak banyak sekali orang yang berlalu-lalang dengan kendaraan mewahnya. Rumah-rumah mewah itupun banyak memiliki mobil mewah.

"Tejo, Lo gak salah nih? Nih desa atau perumahan elit?" tanya Heni.

Tejo kembali meneliti tempat itu. Dilihatnya berkas yang dia bawa, dan juga alamat tempat itu.

"Nggak, Hen. Ini bener. Gue juga gak nyangka dengan tempat ini," kata Tejo keheranan melihat jajaran rumah mewah di desa itu.

"Tejo, ini mah mirip perumahan elit. Gile, kok bisa semegah ini Desa Mlintang?" kata Tora yang begitu keheranan.

Hendy mencari rumah kepala desa. Dan, tak lama kemudian, sampailah mereka di rumah kepala desa. Rumah itu begitu kontras dengan kebanyakan rumah di desa itu. Rumahnya kecil dan sederhana, dan di depannya ada sebuah toko keontong kecil yang di kelola oleh istri Pak Lurah. Namun, anehnya toko kelontong itu tak selalu ramai. Dagangannya pun tak terlalu banyak.

Di sana, mereka di sambut dengan baik, namun entah kenapa Silvy merasa ada yang aneh dengan desa itu. Rupanya, dia mengamati orang-orang yang berlalu-lalang di desa itu. Ada sesuatu yang menggelitiknya.

"Dinda, Lo ngerasa gak kalau desa ini aneh?" bisiknya pada Dinda.

"Sst! Sudah, dengerin dulu pengarahan Pak Lurah," bisik Dinda pada Silvy.

Setelah sekian lama penjelasan dari Pak Lurah, mereka segera di ajak ke sebuah gedung serbaguna di desa itu. Pak Lurah juga menjelaskan tata tertib ketika mereka tinggal di situ.

"Oh ya, sebelum kalian memulai kegiatan KKN di sini, ada satu pantangan yang harus kalian jaga. Jangan sampai kalian bermain di sungai di tempat ini. Ingat ya," kata Pak Lurah menjelaskan.

"Baik, Pak. Kami akan mengingatnya," balas Tejo sebagai ketua tim.

Mereka begitu takjub tatkala melihat betapa mewahnya gedung serbaguna itu. Akhirnya, sampailah mereka di sebuah rumah kosong di belakang gedung itu. Kendati kosong, rumah itu begitu mewah.

"Oke, kalian bisa beristirahat disini. Ingat ya, banyak-banyak berdo'a selama disini," pesan Pak Lurah.

"Iya, Pak. Terima kasih atas penjelasannya," kata Tejo.

Mereka ber enam masuk ke rumah itu. Rumah itu memiliki kamar yang cukup banyak. Malam harinya, Silvy bercakap-cakap dengan Dinda, Hendy dan Heni. Dalam percakapan itu, Silvy mengungkapkan keanehan di desa itu.

"Teman-teman, kalian ngerasa gak kalau desa ini aneh?" tanya Silvy.

Heni mengangguk, "Iya sih. Aku kok ngerasa aneh dengan desa ini. Dan, kalian ingat penjelasan Pak Lurah tadi?"

Silvy dan Dinda mencoba mengingat-ingat. Heny kembali berbicara.

"Di sini, kita harus hati-hati, terutama di sungai. Selain itu, Pak Lurah melarang kita pergi ke sebuah balai kosong yang ada sudut kampung ini, dan aku sempat melihat pohon mangga disini. Pohonnya aneh. Selain itu, kamu aneh gak ketika tadi aku sempat mengambil mangga, Bu Lurah melarangnya. Entah kenapa," kata Heny.

"Tapi yang gue rasa aneh bukan itu. Kalian sadar gak, kalau selama dalam perjalanan ke rumah Pak Lurah, saya mengamati ada orang yang menatap kita dengan tatapan tajam," kata Silvy.

Dinda yang penasaran kembali bertanya,"Orang yang kaya gimana, Sil? Kalau yang gue tahu nih, kebanyakan mereka menggunakan mobil. Tidak ada yang berjalan kaki atau nongkrong."

Silvy menghela nafasnya. "Tadi, waktu kita masuk gapura, gue sempat melihat orang tua di depan gapura. Orang itu mntengin gue seperti memberi isyarat untuk tidak masuk kemari."

Silvy menjelaskan sosok orang itu. Dengan detail, dia ceritakan orang yang ada di depan gapura itu. Menurut Silvy, orang tua itu berpakaian seperti petani. Dia menatap Silvy dengan tajam sambil memberikan isyarat untuk tidak kemari. Dinda dan Heny mengernyitkan dahinya.

"Sil, gue gak lihat ada orang di depan gapura," kata Dinda.

"Bener, Sil. Tadi seingat gue di depan gapura dan sekitarnya kosong," kata Heni menimpali.

Silvy terdiam. Ketika tengah bercakap-cakap, tiba-tiba Tora, Hendy dan Tejo datang. Mereka memusyawarahkan kegiatan apa yang akan mereka lakukan. Dalam rapat itu, Tejo menjelaskan kegiatan yang akan di mulai esok hari. Setelah penjelasan yang panjang lebar, malam itu akhirnya mereka beristirahat.

BERSAMBUNG