NB: Kisah Fiksi ini terinspirasi dari kisah nyata yang di alami teman kuliah penulis. Nama pelaku di samarkan. Penulis mengangkat kisah ini di karenakan banyaknya kejadian aneh di sebuah lokasi di gunung Arjuno, Malang.
Adit adalah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Kota Malang. Di kampus, Adit berteman akrab dengan Rosyid dan Angga. Setelah menempuh UTS, mereka tengah berada di sebuah cafe dekat kampus.
"Dit, gimana nih UTS nya?" tanya Rosyid.
"Yah, UTS ku ya begitu itu. Entahlah, akhir-akhir ini ujian kita sulit," kata Adit dengan nada bercanda.
Angga tertawa renyah, "Ya elah, Dit. Namanya juga kuliah. Aku juga alami hal yang sama."
Rosyid pun berceloteh, "Namanya juga belajar, bhro. Kalau udah pinter mah gak sekolah lagi."
Ketiganya tertawa renyah melihat ekspresi lucu Rosyid.
"Hei, nih nanti kalau liburan semester, enaknya ngapain ya?" kata Angga tiba-tiba.
Sejenak, Rosyid dan Adit berfikir. Dan, tak lama kemudian, Adit menjawabnya.
"Bagaimana kalau nanti liburan kita naik gunung?" kata Adit.
Rosyid terdiam sejenak. Dia ingat kalau mereka bertiga punya hobi yang sama, yaitu traveling dan naik gunung. Namun, ada sesuatu yang menarik Rosyid. Sebuah tantangan.
"Oke, bagaimana kalau kita naik gunung Arjuno? Bukankah kita belum pernah naik ke sana?" kata Rosyid.
Angga sejenak mengernyitkan dahi. "Hah? Gunung Arjuno?"
"Iya. Kita belum pernah kan ke sana," kata Rosyid.
"Waduh. Tuh gunung angker. Dan, kita hanya bertiga. Kan, mitosnya kalau ke gunung Arjuno harus genap," kata Angga dengan nada ketakutan.
"Aku setuju. Lagian, Ngga. Kok kamu takut sih? Bukannya semua gunung angker?" kata Adit berusaha menenangkan Angga.
"Tapi, Dit. Aku sudah dengar dari Rulli, teman kita yang pernah ke sana. Temannya dia hilang satu dan sampai sekarang gak ada lebar," kata Angga ketakutan.
"Tenang, Ngga. Kita udah sering kan naik gunung? Sebaiknya jangan terlalu takut. gak baik. Toh kita harus yakin dengan lindungan Tuhan," kata Rosyid.
Sejenak, Angga terdiam. Dia berfikir sejenak. Dan setelah sekian lama, akhirnya Angga menyetujuinya.
Hari demi hari berlalu, dan tibalah saatnya liburan semester. Pagi itu, mereka berkumpul di depan kampus. Rosyid telah menyewa sebuah mobil. Setelah semuanya berkumpul, mereka tak langsung berangkat. Adit tampak begitu resah sambil memandangi layar hpnya.
"Sial. Kemana sih Reza? Kok dari tadi pesanku gak di balas?" Adit berbicara sendiri sambil mengetikkan sebuah pesan.
"Gimana, Dit? Tuh anak jadi ikut gak?" tanya Rosyid.
"Tauk! Nih udah lebih dari satu jam kita nunggu. Kemana tuh anak," jawab Adit dengan nada sewot.
Mereka akhirnya memutuskan untuk menunggu Reza, namun sudah setengah jam berlalu, dan yang di tunggu tak kunjung muncul.
"Udahlah, yuk berangkat aja. Tuh anak gak usah di tunggu," kata Adit dengan nada kecewa.
Akhirnya, mereka berangkat juga. Namun dalam hati, Angga merasa was-was.
"Tadinya aku senang ada satu orang lagi, tapi ternyata … . Yah … terpaksa deh," gerutu Angga dalam hati.
Sekitar dua jam mereka menempuh perjalanan, dan akhirnya sampailah mereka di kaki gunung Arjuno. Mereka segera mempersiapkan perlengkapan camping, dan naiklah mereka ke gunung Arjuno. Dan, di sebuah tempat dekat sungai, mereka berhenti. Namun, hari mulai gelap.
"Hari udah mulai gelap. Kita bikin tenda di sini aja," kata Adit.
Sejenak, Angga melihat pemandangan sekitar. "Indah ya pemandangannya."
"Udah, ayo buat tenda dulu. Nanti deh kita nikmati pemandangannya," kata Rosyid.
Mereka segera menurunkan ransel, dan mulailah membuat tenda. Tak lupa, mereka berbagi tugas untuk menyiapkan perlengkapan memasak. Kebetulan, Angga di beri tugas mencari kayu bakar.
"Ngga, ingat ya. Cari kayu bakarnya jangan jauh-jauh karena kita belum mengenal gunung ini," kata Rosyid.
"Siap, Bos," balas Angga.
Angga berjalan mencari kayu bakar di sekitar tempat itu. Dan, ketika tanpa sadar dia melangkah terlalu jauh, tiba-tiba dia merasa pundaknya di sentuh seseorang. Angga yang terkejut melihat kebelakang, namun tak ada siapapun.
"Lho, tadi siapa ya? Kok perasaan pundakku di sentuh?" gumamnya dalam hati.
Sejenak Angga tenggelam dalam lamunannya ketika tiba-tiba di dekatnya ada seorang kakek tua yang membelakanginya. Kakek itu seolah mencari kayu bakar. Dan sambil membelakangi Angga, kakek itu berkata pada Angga, "Le, maksudmu kemari untuk apa?"
"Kek, saya sama teman-teman saya hanya mau kemping," jawab Angga dengan nada jujur.
"Ya sudah, tapi ingat, Le. Jangan pernah ke jalan kiri. Dan jangan lupa pantangan di sini. Pertama, jangan sombong. Kedua, kalau kalian berjalan melewati alas Lali Jiwo, jangan pernah menoleh ataupun berhenti. Kalian jangan hiraukan apapun yang terjadi. Dan, yang ketiga, saya tahu kalian kemari berjumlah ganjil. Sebaiknya banyak-banyak berdo'a. Ingat itu, Le," kata kakek tua yang membelakanginya.
Angga menjawabnya, "Baik, kek."
Angga tersadar ketika pundaknya kembali di tepuk temannya.
"Ngga, kok jauh banget sih cari kayu bakarnya?" kata Adit dengan nada resah.
Deg! Angga yang tersadar kembali memandang depannya, dan ternyata di depannya tak ada siapa-siapa. Dia pandangi Adit yang ternyata datang bersama Rosyid
"Oh, UHM … oke. Yuk kita balik aja," ajak Angga sambil menutupi kejadian yang menimpanya.
Mereka pun kembali ke lokasi camping dan menyiapkan kayu bakar. Namun, tak lama kemudian ada seorang pendaki yang berhenti di tempat mereka. Dia beristirahat dengan nafas ngos-ngosan.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Angga.
"Aku tersesat. Aku cari temanku tapi mereka udah di depan," kata pendaki itu.
"Ya sudah, Mas. Disini aja dulu. Kebetulan kita mau makan malam," kata Rosyid.
Pendaki itu akhirnya menyetujuinya. Dia memperkenalkan dirinya.
"Aku Freddy, dari Jakarta," katanya memperkenalkan dirinya.
Mereka bertiga akhirnya memperkenalkan dirinya. Dan, mereka pun tampak akrab. Hari makin gelap dan kabut tipis pun turun. Udara dingin menusuk. Api unggun yang mereka buat tak mampu mengusir rasa dingin itu, dan akhirnya mereka pun akhirnya terlelap. Angga yang terlelap tiba-tiba mendengar kegaduhan di luar tenda.
"Lho, kok diluar ramai banget ya?" gumamnya dalam hati.
Karena gelap, Angga menyalakan korek api, lalu membuka tendanya. Dan dilihatnya ada sebuah pasar di dekat tendanya. Angga sempat terkejut. Dia menatap keheranan melihat pasar itu. Pasar itu aneh, karena semuanya berpakaian kuno.
"Auww!!" pekiknya ketika tangannya terkena api dari korek yang dianyalakan.
Seketika itu juga, Angga tersadar. Dilihatnya, malam kembali gelap dan tak ada pasar yang tadi dia lihat.
"Astaghfirullah!" kata Angga yang menjadi takut.
Rupanya udara dingin yang menusuk membuat Angga mengantuk dan akhirnya terlelap.
Keesokan paginya, mereka melanjutkan penjelajahannya. Mereka menyusuri hutan, dan akhirnya sampailah di sebuah tempat yang di sebut Kampung Lali Jiwo. Sejenak, Angga merasa di belakangnya ada orang lain. Sambil berbisik pada Freddy, dia mengutarakan ketakutannya.
"Freddy, kamu denger gak ada yang ngikuti kita?" bisik Angga.
Freddy memandangi Angga sambil mengangguk.
"Iya, aku dengar. Sudah, birin aja. Jangan dilihat," kata Freddy sambil berbisik.
Mereka terus berjalan menyusuri tempat itu.
Sementara itu, Adit dan Rosyid yang berjalan di bagian depan pun tak luput dari godaan. Mereka sebenarnya juga merasa janggal di tempat itu.
"Syid, kok rasanya kita kita berjalan di sini lama banget?" kata Adit sambil berbisik.
"Ah, itu perasaanmu. Aku sudah ikuti petunjuk jejak. Dan kamu ingat kata Angga kemarin?" balas Rosyid dengan nada berbisik.
Adit sejenak terdiam. Dia ingat apa yang di ceritakan Angga. Terdengar ada suara yang memanggil Adit. Awalnya, Adit hendak menoleh, namun Rosyid mencegahnya. Dia menepuk pundaknya.
"Dit, jangan menoleh," kata Rosyid berbisik.
Adit membatalkan niatnya dan terus berjalan. Di tengah jalan, Adit melihat seekor burung yang begitu indah. Karena tergoda, Adit hendak menangkapnya. Seketika itu juga, Adit terkejut mendapati dirinya di sebuah perkampungan.
"Lho, aku di mana?" gumamnya dalam hati.
Adit melihat sekeliling, dan ternyata dia sudah tak menemui teman-temannya. Dia tampak begitu kebingungan. Dan, ketika itulah dia melihat ada seseorang yang menghampirinya. Rupanya, dia seorang pedagang.
"Mas, ada barang bagus. Mau gak?" kata orang itu sambil menunjukkan dagangannya.
Sejenak, Adit sempat terkejut. Dia lihat pedagang itu mengeluarkan tas ransel bermerk di dalam karung yang dia bawa. Rasa tertarik pun akhirnya membuat dirinya lupa kalau dia masuk ke alam ghaib.
Melihat Adit yang diam saja, pedagang itu mengeluarkan sebuah kamera DSLR. Adit semakin tertarik. Dia pun akhirnya tergoda.
"Ini harganya berapa?" tanyanya sambil memegangi kamera itu.
"Buat mas, cukup 150 ribu aja," kata pedagang itu.
Adit terbelalak. Dia tak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Serius? Ini hanya 150 ribu aja?" katanya dengan nada kaget.
"Bener, Mas. Gimana?" kata pedagang itu meyakinkan.
Adit mulai tergoda. Ketika dia hendak merogoh uangnya, datang lagi seorang pedagang yang menawarkan Jaket. Jaket itu merk terkenal, dan tampak bagus. Harganya pun sangat miring. Ketika Adit mulai tergoda, datang lagi seorang gadis cantik menghampirinya.
"Mas, mampir ke rumahku, yuk," ajak gadis itu.
Adit akhirnya tergoda dengan kecantikan gadis itu. Dia langsung menyanggupinya.
"UHM … oke. Sebentar ya, aku mau beli sesuatu
"Gimana, Mas?" kata salah satu pedagang.
Adit akhirnya merogoh sakunya dan membeli kamera tersebut.dia masukkan kamera itu ke dalam tasnya dan mulai mengikuti sang gadis. Namun, baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba tangannya di tarik dari belakang. Adit yang terkejut langsung menoleh ke belakang. Di dapatinya sosok orang tua yang melotot sambil menggelengkan kepalanya. Tanpa bicara, orang itu menutup mata Adit dengan telapak tangannya.
"Nak, sadar. Kamu sudah tersesat," katanya dengan suara parau.
Dalam hati, Adit terkejut. Dan tak lama kemudian kakek itu menurunkan telapak tangannya. Adit kembali terkejut ketika dia mendapati dirinya di sebuah hutan. Dan dia hanya ditemani seorang kakek.
"Lho, aku di mana?" katanya dengan nada terkejut.
"Nak, kamu masih di Kampung Lali Jiwo," kata Kakek itu.
"Lalu, kemana teman-temanku?" Adit begitu panik..
Kakek itu tersenyum. "Nak, tadi kamu tergoda dengan burung yang indah di depanmu kan? Kamu hendak menangkapnya. Dan kamu tahu, burung itu adalah penunjuk jalan. Tadi, kamu melakukan kesalahan, yaitu niat hendak menangkap burung itu. Kamu sudah melanggar pantangan disini, itulah sebabnya kamu tersesat."
Adit terdiam mendengar perkataan kakek itu. Kakek itu kembali berbicara pada Adit.
"Nak, ingat. Kalau kamu mau kembali, jalanlah lewat jalan itu. Jalan terus dan nanti kamu akan kembali," kata Kakek tua itu sambil menunjuk ke sebuah lorong.
"Iya, Kek. Nasihat kakek akan saya ingat. Terima kasih, Kek," kata Adit.
Kakek itu hanya tersenyum. Adit pun langsung berjalan ke arah yang ditunjukkan kakek itu. Dia terus berjalan dan tak pernah menoleh ke belakang. Dan, seketika itu juga dia sudah berada di dekat pos pantau.
Tanpa berfikir panjang, Adit langsung menuju pos pantau. Di sana dia langsung menemui Yoga, orang yang ada di pos pantau untuk meminta bantuan.
"Pak, saya tersesat. Bapak lihat teman-trman saya?" kata Adit pada Yogi.
Yoga memandangi Adit. Dia langsung bertanya, "Teman-temanmu siapa?"
Adit akhirnya menjelaskan siapa dirinya. Dia menceritakan awal kedatangannya di gunung tersebut hingga akhirnya terpisah dengan kawan-kawannya. Mendengar penjelasan itu, Yoga langsung mengingat kejadian bulan lalu. Dia sempat membuka sebuah catatan, dan benar. Ada satu daftar nama pendaki hilang yang bernama Adit.
"Lho, kamu yang bulan lalu hilang itu? Syukurlah kamu bisa kembali. Kebanyakan pendaki yang hilang di sini tak di ketemukan jasadnya. Hanya segelintir yang jasadnya di temukan," kata Yoga sambil memberikan teh hangat pada Adit.
Deg! Adit begitu kaget. Dia teringat akan orang asing yang bersamanya, yaitu Freddy. Adit menanyakan bagaimana dengan Freddy. Yoga akhirnya menjawab, "Dit, Freddy itu senasib denganmu. Hanya bedanya, semua temannya hilang. Hanya dia sendiri yang selamat."
Adit terbelalak. Yoga menceritakan awal kejadiannya.
"Bulan lalu, tepatnya dua hari sebelum kedatangan kalian, ada sekitar empat orang dari Jakarta datang kemari. Namun, mereka semua tampak angkuh. Di kala melintasi alas lalu jiwo, mendadak Freddy terkejut melihat semua temannya yang da di belakangnya menghilang. Lalu, dia datang kemari. Dan tepat setelah kamu hilang, akhirnya satu dari ketiga orang itu di temukan di tepi jurang. Dia sudah meninggal seperti di seruduk babi hutan."
Adit terdiam sambil meminum tehnya. Yoga melanjutkan ceritanya. Setelah agak lama, datanglah dua orang lainnya. Yoga meminta kedua temannya mengantar Adit keluar dari komplek gunung Arjuno dan mengantarnya ke terminal terdekat. Setelah sampai di sana, Adit di beri uang saku oleh orang itu.
"Dek, ingat ya. Kamu langsung pulang ke rumahmu, dan jangan lupa berdo'a," kata orang itu.
"Iya, Pak. Terima kasih sudah di antar," kata Adit.
Adit langsung naik bus itu. Dan sesuai arahan pengantarnya, akhirnya Adit sampai juga di kostnya. Karena kelelahan dia duduk sejenak di teras depan kamar kostnya. Rian, teman kost sebelah yang melihatnya keheranan.
"Dit, kemana aja kamu sebulan ini? Ibu kost udah nagih uang kost," kata Rian.
Adit langsung menjawabnya, "Aku abis nyasar di gunung Arjuno."
"Nyasar?" Gimana ceritanya?" tanya Rian.
Adit menceritakan pengalaman mistisnya di Gunung Arjuno. Dan, ketika memegangi tasnya, dia teringat akan benda yang sempat dia beli. Dia keluarkan benda itu. Semua kamera DSLR yang baru.
"Rian, kamu tahu aku dapat ini kamera berapa?" tanya Adit.
Rian menatap kamera itu sambil mengernyitkan dahinya. "Uhm … satu setengah juta?"
Adit tersenyum. "Hanya 150 ribu aja."
Sontak Rian terbelalak tak percaya. Adit akhirnya melanjutkan ceritanya. Dia ingat kengerian yang tak sengaja dia lihat ketika melintasi lorong gelap setelah tersesat di gunung Arjuno. Sejak saat itulah, Adit, Rosyid dan Angga memutuskan untuk lebih fokus kuliah dan tak melakukan aktivitas memanjat gunung.
TAMAT