Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 9 - Tour Malam Minggu

Chapter 9 - Tour Malam Minggu

NB: Cerita ini hanyalah sebuah rekaan dan semata-semata sebagai hiburan. Adapun adanya kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka.

Sore hari di sebuah cafe di tepian Jakarta, tampak sekelompok anak remaja tengah menikmati kopi. Jumlah mereka ada lima orang. Mereka adalah Ferry, Anto, Rosy, Alan dan Brian. Kelimanya sekolah di SMU yang sama dan mempunyai hobi yang sama, yaitu touring. Sore itu, mereka tengah berdiskusi.

"To, sebaiknya nanti kita lewat rute ini. Buat pangkas jalan. Soalnya, kalau malming sering macet," kata Ferry.

Anto sebagai ketua tour berfikir sejenak. Dilihatnya rute itu.

"Waduh. Kayaknya di daerah situ kayaknya juga macet, soalnya ada perbaikan jalan. Mungkin teman-teman ada yang punya alternatif?" tanya Anto pada ketiga temannya.

Mereka berempat berfikir. Alan sempat memberi ide, namun Brian menolaknya. Agak lama mereka bermusyawarah sambil berisitirahat. Dan, akhirnya sepakat menunjuk Anto, sang ketua untuk menunjukkan jalan. Tak terasa hari telah petang, dan adzan Maghrib terdengar. Setelah adzan Maghrib, mereka berlima langsung menuju ke motor masing-masing.

"Oke, teman-teman. Sebelum berangkat, cek dulu motor kalian. Bensin, ban dan rem pastikan dalam keadaan aman, karena rute yang kita lalui ini adalah rute yang sangat sepi," kata Anto menjelaskan.

Mereka mengecek kondisi motor masing-masing. Setelah di rasa siap, mereka memakai helm dan menaiki motornya. Akhirnya, perjalanan mereka pun dimulai.

Awalnya, perjalanan berjalan lancar. Namun, ketika langit makin gelap, motor Brian mendapat masalah. Motor itu seolah terasa berat. Brian berusaha tancap gas, Namun motornya tak bertambah kencang. Semua teman-temannya telah berada jauh di depan meninggalkan Brian.

"Nih motor kenapa sih? Kok udah gue geber full kok motor kagak kenceng juga," gerutunya dalam hati sambil berusaha tancap gas.

Entah apa yang terjadi, setelah berjarak motornya begitu berat, tiba-tiba motor Brian mogok, sedangkan dia ada di posisi paling belakang.

"Waduh, celaka. Kok motor gue mendadak ngadat?" keluhnya.

Dia melihat sekelilingnya. Hanya ada Hutan yang gelap. Jalan itu ternyata melintasi lereng perbukitan.

"Sial! Mana tempatnya gelap begini. Teman-teman pasti udah jauh nih," keluhnya sambil mengambil handphonenya.

Brian berusaha menghubungi teman-temannya namun di tempat itu sinyal tidak ada. Blar!! Terdengar suara gemuruh.  Hujan rintik-rintik mulai turun. Brian segera memasukkan hpnya ke dalam saku dan mencari tempat berteduh. Dia lihat, ternyata tak jauh dari situ terdapat semacam balai bambu di tepi jalan.

Sambil menuntun motornya yang mogok, Brian berjalan menuju balai bambu itu dan berteduh. Suasana malam itu begitu dingin. Brian mengambil rokok di dalam saku jaketnya, dan menyalakannya. Dihisapnya rokok itu dalam-dalam, lalu kembali di hembuskannya asap rokok itu sembari kembali mengambil handphonenya dan mencoba menghubungi temannya.

"Yah, sial! Kok gak bisa nyambung?" gerutu Brian dalam hati.

Dia amati layar hpnya. Tak ada yang salah dengan hpnya. Sinyalnya ada. Iseng dia buka google maps, dan ternyata GPS tidak berfungsi.

"Waduh, sial. GPS macet lagi," gerutunya dalam hati.

Di kala kebingungan itu, tiba-tiba muncul seorang gadis remaja yang tengah basah kuyup dan berteduh di balai bambu. Gadis itu berambut sebahu dengan baju seragam SMP yang basah. Karena iba, Brian mengambil termos air hangat dan memberikan teh hangat yang dia bawa sebagai bekal.

"Dek, ini teh hangat," kata Brian sambil menyapa gadis itu.

Gadis itu menatap ke arah Brian sambil tersenyum. Namun, dari wajahnya tampak gadis itu merasa kedinginan. Dengan malu-malu, dia menerima pemberian Brian, dan meminumnya perlahan. Setelah meminum secangkir teh, gadis itu kembali tersenyum.

"Terima kasih, Kak. Kebetulan aku haus sekali tadi," kata gadis itu.

Sejenak, Brian memandangi gadis remaja di depannya. "Gadis ini cantik sekali," katanya dalam hati.

Malam itu, ternyata hujan turun makin deras. Tampak beberapa kali kilat menyambar. Karena hujan makin deras, terpaksa Brian dan Gadis itu berteduh. Bahkan, sebagian percikan air hujan masuk ke dalam balai bambu itu. Gadis itu akhirny duduk merapat di sebelah Brian.

"Uhm, dek. Baru pulang sekolah?" tanya Brian.

Sambil tersenyum, gadis itu mengangguk. Brian memperhatikan jam tangannya. Jam tangannya menunjukkan pukul 20:00. Karena merasa heran, Brian kembali bertanya, "Dek, kok pulang sekolahnya malam? Apa nanti ayah ibunya gak khawatir?"

Gadis itu akhirnya menjawab, "Nggak, Kak. Tadi ada ekstra kurikuler, makanya pulang malam."

Brian manggut-manggut. Setelah berbasa-basi, Brian akhirnya memberanikan diri untuk berkenalan.

"Uhm, saya Brian," kata Brian sambil menjulurkan tangannya.

"Saya Anita," balas gadis itu sambil menjabat tangan Brian.

Sejenak, Brian merasakan tangan Anita begitu dingin. Namun, segera dia tepis pikiran itu karena malam itu tengah hujan deras. Setelah perkenalan itu, Brian dan Anita bercakap-cakap sambil menunggu hujan.

Sementara itu, di sebuah tempat di dekat puncak, Anto, Ferry, Rosy dan Alan tengah begitu gundah. Mereka berempat bergantian menghubungi Brian, namun tak ada jawaban.

"Waduh, kemana nih Brian? Kok dia tak muncul ya?" kata Anto keheranan.

Mereka berempat berfikir. Rosy teringat sesuatu ketika mereka melewati suatu hutan. Sesuatu yang janggal.

"To, coba Lo ingat waktu kita melewati sebuah lereng. Gue terakhir ngelihat dia ketika hampir keluar lereng. Habis itu, gue gak lihat motor Brian," kata Rosy.

Perkataan Rosy di sanggah oleh Alan, yang kebetulan berada tepat di depan Brian.

"Lo mungkin lagi fokus, Ros. Gue terakhir lihat motornya Brian itu ketika di perempatan itu, tapi selepas itu gue gak lihat," kata Alan.

Ferry juga mengiyakan pernyataan Alan. Anto merasa bingung. Namun, ada sesuatu yang diingat Ferry. Sesuatu yang aneh.

"Oh ya, tadi memang gue sempat lihat motornya Brian, tapi kok anehnya Brian menutup visor? Padahal gue tahu helmnya Brian gak ada visornya.

Deg! Alan terkejut. Dia ingat-ingat apa yang dia lihat, dan benar. Sekelebatan dia ingat ketika Brian menyalipnya, pengemudi itu menutup visor helmnya. Mereka berempat bergidik ngeri.

"To, kayaknya yang tadi di belakang gue itu bukan orang deh. Soalnya, pas melewati perapatan itu, mendadak motor itu lenyap dari spion gue," kata Ferry.

Rosy akhirnya teringat angkernya jalan yang mereka lewati tadi.

"To, tadi rute yang kita lewati itu angker. Di sana banyak kecelakaan, dan juga banyak hal mistis lainnya. Waduh, apakah Brian masuk ke portal ghaib?" kata Rosy.

Mereka berempat terduduk di tepi jalan.  Di lokasi berbeda, tampak Brian tengah merangkul Anita yang kedinginan. Rupanya, hujan deras malam itu membuat udara menjadi dingin. Karena tak tega, Brian melepas jaketnya, dan memberikannya pada Anita.

"Dek, pakai jaket ini. Biar gak kedinginan," kata Brian.

Anita sejenak memandangi Brian. Brian membalasnya dengan senyuman. Perlahan, Anita langsung memakai jaket itu dan, makin merapat di sebelah Brian. Setelah beberapa saat, hujan pun reda, dan perahan cuaca kembali cerah.

"Kali, makasih ya sudah temani Nita. Sekarang, Nita mau pulang," kata Anita berpamitan.

Brian yang melihat malam makin gelap tak tega. Dia langsung mencegah Anita.

"Dek, biar aku antar. Bentar ya, aku cek motorku," kata Brian.

Anita hanya tersenyum dan mengangguk. Brian segera mengecek kondisi motornya. Ternyata, motornya normal. Bensin masih banyak, dan iseng dia menyalakan motornya, dan berhasil. Brian memanasi mesin motornya sesaat, dan mengambil helm untuk Anita.

"Nit, aku antar aja. Yuk," ajak Brian sambil menyerahkan helm cadangan itu.

Anita langsung memakai helm itu dan berangkatlah mereka berdua meninggalkan tempat itu. Di tengah perjalanan, Brian merasa begitu aneh. Selain karena Anita terasa berat, jalan yang di tunjukkan Anita pun begitu gelap. Hingga, di sebuah pertigaan Anita menepuk pundak Brian.

"Kali, aku turun sini aja," kata Anita.

Brian menghentikan langkahnya. Dilihatnya pertigaan itu begitu sepi dan gelap. Tak ada rumah atau warung.

"Dek, ini masih di persimpangan. Jalanan begini sepi dan gelap. Kenapa gak sekalian sampai rumah saja? Bahaya Dek malam-malam kalau jalan sendiri," kata Brian mengingatkan.

Anita tak menggubrisnya. Dia langsung turun, dan melepaskan helm yang dia pakai. Jaket yang di pinjamkan Brian pun dia lepas dan di kebalikan pada Brian.

"Kak. Kakak gak perlu khawatir. Aku baik-baik saja kok. Lagian, rumahku ada di gang seberang," kata Anita menunjuk ke sebuah arah.

Mendadak, tampak sebuah gang  di seberang. Brian merasa aneh.

"Lho, seingatku tadi tak ada gang. Kok, sekarang ada gang?" gumamnya keheranan.

Anita kembali menepuk Brian. "Sudah, Kak. Jangan melamun. Pokoknya, kakak jalan aja ke arah kanan. Ikuti cahaya di depan, dan jangan lihat ke belakang ataupun berhenti, apapun yang terjadi," kata Anita.

Brian yang tersentak spontan menjawab," Oke, Dek. Hati-hati di jalan.

Anita hanya mengangguk, dan tanpa menoleh ke belakang dia berjalan ke arah gang. Brian pun segera melanjutkan perjalanan seperti arahan Anita. Selama dalam perjalanan, Brian sempat melihat beberapa orang yang menyetop dirinya, namun karena merasa lelah, dia tak menghiraukannya. Yang ada di pikirannya hanya keluar dari tempat itu.

Brian merasa perjalanan itu begitu panjang, dan godaan pun begitu banyak.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya Brian berhasil menemui jalan yang dia kenal. Dia sedikit terkejut ketika dia melihat dirinya sudah dekat dengan rumahnya. Karena merasa lelah, Brian langsung pulang ke rumahnya.

"Nak, kamu tak apa?" tanya Ayahnya yang menatap Brian dengan keheranan.

"Aku baik-baik saja, Pa," jawab Brian.

Ibunya yang melihat kedatangan Brian terkejut. Dia langsung menghubungi seseorang, termasuk teman-temannya. Dan, malam itu keempat temannya datang ke rumahnya.

"Bro, syukurlah akhirnya Lo balik. Kemana aja Lo selama seminggu?" kata Ferry.

Brian terkejut. "Seminggu? Lo jangan becanda, Fer. Gue ngerasanya baru semalam," kata Brian dengan nada heran.

*Bro, serius. Lo udah ngilang selama seminggu. Gue dan yang lainnya udah cari Lo. Dan asal Lo tahu, kita nyari Lo di bantu Ama polisi juga. Tapi hasilnya nihil," kata Alan.

Brian terdiam. Anto, sebagai orang yang menunjukkan arah pun akhirnya menceritakan kejadian itu. Dengan lengkap, Anto menceritakan kejadian itu. Tak lupa, Anto menunjukkan surat dari kepolisian.

"Begitulah, Bro. Singkatnya, kita berempat gagal tour ke puncak. Sudah semingguan ini kita cari Lo. Tapi, syukurlah. Lo akhirnya kembali dengan selamat.

Brian yang masih tertegun hanya terdiam. Karena masih tak percaya, dia mengambil handphonenya, dan dilihatnya notifikasi di handphonenya. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat begitu banyak notifikasi di handphonenya. Mulai WhatsApp yang jumlahnya mencapai 200 pesan tak terbaca, hingga ratusan panggilan tak terjawab, serta ratusan pesan yang masuk.

Namun, hal yang lebih mengejutkan ketika ada sebuah tautan berita yang memberitakan sebuah korban pembunuhan siswa SMP yang baru saja terungkap. Dia membaca berita itu, dan ternyata korban pembunuhan itu adalah Anita, orang yang ditemuinya waktu itu.

Ternyata,Anita sudah meninggal sebulan yang lalu, dan kasus pembunuhannya baru terungkap.

"Hah? Anita? Jadi, Anita … " kata Brian dengan mata terbelalak seolah tak percaya.

Keempat temannya heran melihat ekspresi wajah Brian.

"Bro, Lo kenapa?" tanya Ferry.

Dengan wajah pucat, dia menunjukkan berita itu pada Ferry.

"Fer, gue barusan nganter tuh cewek. Gue ketemu waktu gue tersesat malam itu," kata Brian dengan nada ketakutan.

"Maksud Lo?" Ferry balik tanya.

Brian menghela nafasnya. Dia akhirnya menceritakan kejadian yang menimpanya ketika motornya mogok. Dan, ternyata keempat temannya heran mendengar cerita Brian. Menurut keempatnya, di  tempat ketika motor Brian mogok tak ada hujan.

Mendengar keterangan temannya, Brian makin shock. 

"Waduh, gile. Pantes aja tuh cewek aneh. Ternyata, …," kata Brian dalam hati.

TAMAT