Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 8 - Kawan Lama

Chapter 8 - Kawan Lama

By Akhmad Fajar

NB: Cerita ini adalah rekaan dari penulis. Adapun kesamaan nama dan tempat kejadian dan juga cerita adalah suatu kebetulan belaka.

Malam itu di sebuah cafe tampak seorang anak remaja tengah duduk menunggu seseorang di sebuah meja. Sambil menikmati secangkir kopi, sebentar-sebentar dia melihat arlojinya. Wajahnya tampak gusar.

"Sudah pukul sepuluh malam, tapi kenapa Desty tak datang juga?" keluhnya dalam hati.

Dia pandangi pintu masuk cafe itu, namun yang di tunggu tak kunjung datang juga. Kembali dia menunggu sambil meminum kopinya. Setelah beberapa saat, dia lihat cangkir kopinya. Ternyata kopi di depannya sudah tinggal sedikit, namun Desty tak kunjung datang. Dia kembali mengeluh dalam hati.

"Gila! Kopi udah tinggal sedikit, Desty tak kunjung datang juga," keluhnya sambil mencoba menghubungi orang yang di tunggu, namun ternyata panggilan itu tak mendapat respon.

Karena jengkel, dia langsung bangkit dari duduknya dan hendak membayar minuman yang dia bayar.  Baru dua langkah berjalan, tiba-tiba pundaknya di pengang seseorang.

"Arya, ini aku, Desty," bisik orang di belakangnya.

Karena terkejut, Arya menoleh kebelakang. Dan, dengan wajah terkejut, dia pandangi orang di belakangnya.

"Desty? Kapan kamu datang?" katanya dengan wajah heran.

Desty hanya tersenyum, dan langsung menggamit tangan Arya, lalu mengajaknya duduk di tempat semula. Sambil tersenyum, Desty langsung membuka percakapan.

"Maaf, aku terlambat. Bagaimana kabarmu, Arya?" kata Desty memulai percakapan.

Arya yang semula dongkol diam sejenak. Rupanya, perasaan dongkol itu perlahan mulai sirna. Terlebih, sudah lama dia tak bertemu Desty, teman lamanya di Sekolah Dasar.

"Uhm … kabarku baik-baik saja. Kalau kamu sendiri bagaimana?" Arya balik bertanya.

Desty menjawabnya, "kabarku sendiri baik."

Sejenak, Arya memandangi kawan lamanya itu, dan kembali memanggil pelayan cafe. Arya memesan dua buah minuman untuk dirinya dan Desty. Setelah pelayan itu pergi, percakapan pun berlanjut.

"Oh ya, kamu sekarang tinggal di mana?" tanya Arya.

Sambil tersenyum, Desty menjawab.

"Aku masih di Cianjur. Kebetulan sekarang ada waktu luang, aku akhirnya kemari," katanya.

Tak lama kemudian, muncullah pelayan membawa minuman. Dengan hati-hati, dia taruh minuman di meja tempat Arya duduk. Setelah menaruh minuman, pelayan itu memberikan bill pada Arya. Melihat tagihan itu, Arya langsung mengeluarkan sejumlah uang dan menyerahkannya. Setelah itu pergilah pelayan itu, dan percakapan pun berlanjut.

Namun, tanpa di ketahui Arya, pelayan yang tadi memberikan minuman berkata pada rekan kerjanya.

"Tuh anak ngobrol sama siapa ya?" kata pelayan itu.

Temannya langsung mengingatkan, "Sudah. Biarkam saja. Toh dia bayar pesanannya. Lagian tuh anak gak ngaco di sini."

Pelayan itu mengangguk dan kembali bekerja. Tak terasa malam makin larut. Arya dan Desty keluar dari cafe itu. Karena malam kian larut, Arya akhirnya menawarkan diri untuk mengantar Desty. Mereka berdua langsung pergi dari cafe itu mengendarai motor. Setelah menyusuri gelapnya malam, akhirnya sampailah mereka ke sebuah hotel. Desty langsung turun. Sebelum masuk, Desty berkata pada Arya.

"Arya, aku seneng banget malam ini akhirnya ketemu kamu," katanya sambil tersenyum manis.

"Iya, Des. Aku juga kangen sama kamu. Coba kalau kamu gak nyemangatin aku waktu lomba lukis, mungkin aku gak bakal juara waktu itu," balas Arya sambil mengenang masa lalunya.

Desty mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dan memberikannya pada Arya.

"Arya, kamu simpan itu ya. Itu kenang-kenangan dari aku," katanya sambil memberikan kotak kecil yang dia bawa.

Arya menerimanya. Karena penasaran, dia hendak membuka kotak itu, namun Desty mencegahnya.

"Ya, sudah kamu buka di rumah saja. Udah dulu ya, aku masuk. Selamat malam," katanya.

Arya mengurungkan niatnya. Keganjilan mulai terasa. Arya mencium bau melati dan Kamboja, serta melihat lokasi hotel itu berkabut. Dia langsung mencegah Desty untuk masuk.

"Desty, tunggu. Tempat ini aneh," kata Arya sambil memegangi tangan Desty.

Desty terkejut. Dia memandangi Arya dengan wajah heran.

"Arya, kenapa? Tak ada yang aneh dengan tempat ini," katanya dengan nada heran.

"Desty, aku mencium aroma melati dan Kamboja. Dan … selama aku di Jakarta aku belum pernah lihat hotel itu," kata Arya sambil mengamati hotel di depannya.

"Sudahlah, Arya. Kamu jangan mikir yang nggak-nggak. Hari sudah malam. Mending kamu pulang," kata Desty sambil melepaskan pegangan Arya.

Setelah pegangan Arya terlepas, Desty langsung berjalan menembus kabu ke dalam hotel itu. Arya berusaha menyusulnya, namun mendadak tubuhnya di tarik seseorang. Dia terkejut dan memandangi orang itu. Ternyata, sosok pria tua sudah berada di belakangnya.

"Nak, sedang apa malam-malam di sini? Mau main togel? Sudah, jangan cari nomor togel di sini. Pulanglah," kata orang tua itu.

"Tidak, Pak. Saya mau menyusul teman saya. Tapi … kok aku ada di kuburan?" Arya terkejut mendapati dirinya di tengah komplek kuburan.

Motornya terparkir di tengah area pemakaman.

"Lho, Pak. Tadi ada hotel di sini. Kok … sekarang gak ada?" kata Arya ketakutan.

Orang tua itu tersenyum memandangi Arya sambil manggut-manggut.

"Ya sudah, kamu ikut saja ke rumah saya. Yuk," ajak orang itu.

Tanpa banyak bicara, Arya segera menuntun motornya dan meninggalkan area pemakaman bersama orang tua itu. Di tengah perjalanan, orang tua itu akhirnya memperkenalkan dirinya. Dia bernama Ismail, seorang juru kunci di area pemakaman itu. Tak lama setelah itu, sampailah mereka di gubuk Pak Ismail. Setelah mempersilahkan Arya duduk, Pak Ismail mengambil kopi dan diberikannya pada Arya.

"Nak, tadi bagaimana caranya kamu masuk ke pemakaman itu? Padahal tadi pintunya terkunci," kata Pak Ismail.

Sambil meminum kopinya, Arya menceritakan apa yang menimpanya. Cukup lama Arya bercerita.

"Saya sebenarnya juga merasa aneh dengan kawan lama saya itu, Pak. Tapi, karena takut menyinggung perasaannya, saya pendam kejanggalan itu," kata Arya mengakhiri ceritanya.

Pak Ismail manggut-manggut. Arya teringat akan kotak kecil pemberian Desty. Dia segera merogoh saku jaketnya, dan membuka kotak itu. Ternyata, isi kotak itu adalah sepucuk surat dan sebuah foto milik Desty. Foto itu adalah foto Desty dan keluarganya. Pak Ismail yang sempat melihat foto itu terkejut.

"Nak, boleh aku lihat foto itu?* tanya Pak Ismail.

Arya mengangguk. Dia memberikan foto itu pada Pak Ismail. Setelah melihat foto itu, Pak Ismail membelalakkan matanya.

"Nak, foto ini adalah korban kecelakaan lalu-lintas tahun lalu," kata Pak Ismail.

Arya makin shock. "Berarti, Desty dan keluarganya?"

"Iya. Mereka di makamkan di sini, dekat tempat di mana kamu saya temukan," jawab Pak Ismail.

Arya terdiam. Pak Ismail menceritakan kejadian yang menimpa keluarga Desty tahun lalu.

"Tahun lalu, ada satu keluarga yang hendak berlibur. Mereka berasal dari Cianjur. Dengan mengendarai mobil, mereka pergi ke Jakarta. Namun naas, mobil yang mereka tumpangi tertabrak truk tangki yang remnya blong. Mobil ringsek parah, dan keluarga itu tewas. Hanya satu anak kecil dan sang sopir yang selamat."

Mendengar cerita itu, Arya hanya terdiam. Dia begitu shock mendengar cerita tragis kawan lamanya. Dibukanya surat dari Desty dan di bacanya. Ternyata, Desty diam-diam mencintainya.

"Desty, tenanglah di alam sana. Maafkan aku yang tak menyadari perasaan cintamu," kata Arya dalam hati dengan perasaan sedih.

TAMAT