Walau Mile sedikit heran. Jadi, si lelaki kue benar-benar tidak punya uang, huh? Apa dia tinggal sendiri dan harus kerja sendiri? Mile kira kemarin dia hanya bercanda.
Wajah si lelaki kue makin cerah karena dia dapat sesuatu selain uang. Yaitu tiket untuk menonton pertunjukan opera yang diselenggarakan ibu-ibu arisan yang menyewa toko kue Davikah. Apalagi pertunjukan itu ditambahi dengan aksi lukis pasir. Apo suka sekali! Dia harus segera-
SRATTTHHH!!
"Ini adalah milikku!" kata Mile yang sudah lebih dulu menyerobot tiket tersebut.
"Eeeeh?!" kata Apo. Agaknya lelaki itu menyesali keputusan memebuka hadiahnya di sini hanya karena terlalu penasaran.
"Pokoknya jadi milikku," tegas Mile . Dia menyeringai, apalagi tinggi badannya melebihi Apo sedikit meski baru SMA. "Ingat aku tidak? Kau kan belum balas budi buat yang kemarin."
"Iya, tapi kan ...." kata lelaki kue. Dia tampak kecewa, tapi tidak mau memperpanjang masalah. "Ya sudah. Oke. Tidak masalah. Walau aku tidak jadi refresing minggu ini."
"Hah? Begitu saja?" kaget Mile . "Ah, Phi. Kau ini benar-benar tidak seru!"
Namun, setelah Mile mengecek sekilas tiket itu, matanya melebar kaget. "Tunggu dulu. Ini kan acara di tempat Ma-ku," batinnya. Lalu memasukan benda itu kembali ke paper bag Apo. "Ngomong-ngomong. Bawa saja tiket tak berguna itu. Lagipula siapa juga yang ingin menonton opera."
"Eh?"
"Dah, ya. Kau tetap saja membosankan."
Si lelaki kue pun berkedip-kedip bingung karena Mile mendadak melewatinya begitu saja.
Apa-apaan sih bocah ini? Mungkin itu yang dia pikirkan. Mile sendiri merasa aneh dengan tindakannya, tapi segera pergi. Dan karena Mile merasa ada yang seru kalau hadir dalam acara itu, dia berangkat.
"Ma, nanti aku menyusul," kata Mile yang segera bersiap-siap dengan suit jas-nya. Padahal acara itu bukan formal, tapi kalau ada kesempatan mengusili seseorang, kenapa tidak?
"Hah? Serius?" Ibunda Mile sampai menoleh saat persiapan dan memasang anting di depan cermin.
"Iya, haha. Tunggu saja."
Sang Ibunda pun geleng-geleng. Sebab pertemuan yang melibatkan antar pewaris saja tidak datang, kenapa anaknya sekarang jadi semangat? Pasti ada yang tidak beres.
Sampai di panggung pertunjukan, Mile duduk di barisan depan bersama sang Ibunda yang disambut hormat para kolega dan teman arisannya. Ini entah acara untuk apa. Mile tak terlalu peduli, tapi sepertinya hadiah untuk seorang teman yang sudah lama bekerja sama dengan perusahaan orangtuanya. Yang pasti, Mile hanya menyapa sebentar kepada orang-orang itu sebelum duduk di sebelah si lelaki kue.
"Halo." Mile sengaja menoleh dengan senyuman tengil hingga si lelaki kue terkejut.
DEG
Bukannya menyapa balik, lelaki kue justru menatap depan lagi dan pura-pura tak kenal.
"Hei, sombong sekali. Apa kau tidak mengenalku?"
Lelaki kue pun meremas tas selempang di pangkuannya. "Aku ke sini mau nonton opera," katanya. "Umn, tidak bermaksud cari gara-gara dengan si pemilik gedung. Maaf, ya."
"Heiiii," kata Mile dengan alis naik sebelah. Dia tidak tahu darimana si lelaki kue tahu identitasnya yang asli, yang pasti Mile tertawa dan memperbaiki dasinya yang bahkan tidak miring. "Daripada itu, kenapa tidak kenalkan dirimu? Orang kaya ini ingin mengenal rakyat jelata."
"Aku Apo," kata si lelaki kue. Suaranya dibuat lembut karena sepertinya segan.
"Kalau itu aku pun tahu. Temanmu di mall waktu itu kan memanggilnya begitu," kata Mile.
DEG
"Tunggu, kau ini menguntitku ya?" kata si lelaki kue kaget.
"Kalau ya? Kenapa?"
"Buat apa?"
"Ya kan seru. Kenapa tidak boleh? Aku juga suka menguntit orang lain sebelummu."
Si lelaki kue pun membuang muka sekali lagi. "Aku takkan beritahu nama lengkapku kepada orang aneh sepertimu," katanya. "Berbahaya. Apalagi suka memainkan perasaan orang lain."
Mile malah terkekeh-kekeh. "Tahu tidak? Aku begini karena iri dengan kalian."
"Apa?"
"Aku tampan kan?" kata Mile dengan senyum percaya dirinya. "Apalagi kalau berpakaian seperti sekarang. Tapi, apa kau tahu ini kuinginkan atau tidak? Kalau bisa, aku mau bertukar denganmu agar bisa bebas melakukan segala hal yang kumau."
Si lelaki kue pun berkedip-kedip lucu mendengarnya. "Kenapa kau jadi curhat kehidupanmu?" katanya. "Padahal setiap orang pasti punya ujiannya masing-masing."
Mile pun mendengus pelan. "Hmph, begitu?" katanya. "Baiklah. Tidak buruk. Tapi lebih baik lelah dengan kebebasan daripada lelah karena dipaksa melakukan sesuatu."
Pertunjukan utama Opera pun dimulai, sehingga si lelaki kue fokus ke panggung. Meskipun begitu, anehnya dia tidak bisa lama-lama menatap pertunjukkan. Apalagi Mile terus memandanginya seperti ingin membolongi sesuatu.
"Hmmh ... baiklah, namaku adalah Apo. Apo Nattawin Wattanagitipat," kata si lelaki kue tiba-tiba. "Kalau kau? Harus bilang juga karena ini tak adil, ya."
"Aku Mile. Mile Phakphum Romsaithong" Senyum lantas membias di bibir Mile . "Tapi kenapa berubah pikiran? Aku jadi ingin tahu."
Apo kini menggaruk pipinya. "Umn, karena yang kau katakan benar juga." Dia pun tersenyum kecut. "Aku lelah, tapi suka belajar masak dan jurusan kuliah yang kupilih. Jadi, sukses terus buatmu. Menjadi pewaris juga tidak banyak yang beruntung."
Mile pun menggeleng pelan dengan senyum lebarnya. "Ya, makasih," katanya. Walau dalam hati, entah kenapa merasa lebih baik setelah bicara dengan Apo.
Mereka pun memperhatikan panggung opera hingga selesai, meski setelah pertunjukkan bubar, Mile mengejar Apo sampai keluar gedung sebelum lelaki itu pergi. "Phi!" panggilnya.
Apo pun berbalik, padahal dia sudah sampai di parkiran dan hampir menuju gerbang. "Ya?"
"Kau kemarin ... bau harum itu karena selesai memasak?" tanya Mile. Dia terengah-engah dan mengabaikan para kolega ibundanya yang menoleh.
"Iya, tap ...." Apo pun mendekat karena dirinya sendiri yang sungkan. Lelaki itu menggandeng Mile pergi dari kerumunan orang-orang, lalu baru melepasnya di balik beberapa mobil. "Maaf kubawa kemari, tapi apa kau tidak malu bicara denganku di depan orang? Nanti dikira aku yang menjilatmu."
"Ya ampun, kukira kenapa," kata Mile . "Aku saja tidak memikirkannya. Jadi, bagaimana dengan yang kutanyakan?"
"Iya, aku suka memasak dan ingin jadi koki restoran," kata Apo. "Memang kenapa? Apa kau mau menagih hutang budi lagi? Aku sekarang bisa kalau harus masak sesuatu."
"Hei, maksudku bukan begitu," batin Mile. "Ho, tidak buruk. Boleh kapan-kapan kalau kau masakkan."
"Baiklah, satu porsi makan untuk menyelamatkanku," kata Apo. Lalu mengeluarkan notebook untuk mencatat nomornya. "Ini, hubungi aku kapan saja kalau mau menagih balas budinya. Walau aku heran kenapa minta makan padaku, kau kan kaya raya sekali ternyata. Duh ...."
Mile pun menerima kertas itu dan menyeringai. "Yang kaya itu orangtuaku," katanya. "Tapi bagus. Siap-siap saja nanti kuganggu. Bye."
DEG
"Eeh? Kubilang hubungi hanya untuk minta balas budinya. Aku tidak punya banyak waktu untuk membuka pon-"
Mile malah menampakkan wajah tengil pada Apo sebelum masuk ke mobil Lamborghini Aventador yang menjemputnya. "Kau harus banyak-banyak buka ponsel untukku kalau begitu."
Seketika, Apo pun terlihat heran. Astaga, benar-benar, ya! Diganggu biasa saja takut, apalagi pelakunya anak orang kaya. Mile sebenernya mau apa sih?
Sampai rumah, Mile membuka ponsel untuk memasukkan nomor Apo, tapi malah langsung menghubungi Bible.
[Mile: Hei! Bible! Bangun kau! Aku menemukan seorang lelaki lebih tua dan menarik! Sekarang beritahu sihir apa yang kau pakai sampai bisa dapatkan Phi Build!]
[Bible: Wow. Kau sedang naksir seseorang? Siapa namanya? Nanti kuberitahu kalau mau spoiler!]
[Mile: Apo Nattawin Wattanagitipat. Anak kuliahan juga sepertinya. Dia suka masak sesuatu. Kemarin waktu pertama bertemu baunya seperti kue. Aku jadi ingin melakukan sesuatu dengan restoran. Ha ha ha]
[Bible: Gila! Baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong, belajar saja yang benar dengan tugas muliamu itu. Kalau kau semakin keren, aku yakin dia takkan berpikir dua kali!]
[Mile: Ck, iya pasti. Aku punya alasan sekarang. Tapi selain itu apa lagi? Aku ingin mendekatinya setelah lulus sekolah. Dia itu kuliah dimana sih? Ayo cari informasi denganku! Tanyakan juga pada Phi Build kalau dia tahu sesuatu]
[Bible: [Mengirim emotikon menjulurkan lidah 😛] Astaga. Dasar anak konglomerat mental susah. Suruh saja bawahanmu cari sesuatu! Pasti mereka akan dapatkan dengan cepat!]
[Mile: Hah? Tidak akan. Aku mau ini jadi rahasia dulu. Pa dan Ma tidak boleh tahu aku suka seseorang. Nanti bisa diledeki kalau mendadak rajin hanya karena itu]
Di seberang sana, Bible pun menghela napas panjang.
[Bible: Baiklah, terserah. Besok kalau begitu. Datang ke tempat Phi Build. Kita pikirkan rencana selanjutnya]
Yang tidak Mile dan Bible sangka adalah saat mereka baru berkumpul sepulang sekolah, Build malah membawa pulang Apo.
Mereka berdua pun kaget, terutama Mile. Namun, Build malah bingung karena ekspresi mereka berdua. "Hei, jangan berteriak syok begitu juga. Yang sopan dengan seniorku di universitas. Dia kemari mau mengerjakan tugas bersamaku, paham?"
Apo pun menatap wajah-wajah di tempat itu satu per satu. "Oh, Mile ? Build ... jadi, kau kenal anak ini juga?"
Build keluar dengan senampan minuman soda. "Hm, ini anak pengganggu yang sering main dengan pacarku. Aku pernah cerita kan?"
"Oh ... ha ha. Hai," sapa Apo segan. Namun, setelah itu dia melipir jauh dari Mile. Laptopnya bahkan digeser ke ujung meja panjang Build sampai Mile tersinggung.
"Hei, kau ini kenapa sih? Aku memang suka usil, tapi tidak kalau ada yang ingin mengerjakan tugas. Ahh ...." protes Mile kesal. Build sampai heran dengan kelakuannya, apalagi Mile kemudian beranjak dari duduk dan menunjuk muka Apo. "Oh, iya. Tunggu saja, Phi. Tahun depan aku juga bisa menyusul ke tempat kuliahmu. Awas ...."
Brakh!
Mile langsung keluar dari apartemen Build setelah itu. Dia membuat Build bingung, tapi tidak lagi setelah Bible membisikinya kalau Mile tertarik kepada Apo.
DEG
"APA?!"
"SSSSHHHH ... SHHHH ...." kata Bible. Dia sampai menyeret sang kekasih ke belakang untuk bicara sebentar daripada semakin membuat Apo tidak nyaman. "Phi, tenang dulu bisa tidak? Kita harus membantunya mulai sekarang. Tapi, kau tahu sendiri kalau universitas kalian tidak mudah ditembus. Ini bagus kan kalau Mile jadi lebih rajin?"
"Iya, tapi Apo sudah tahu belum kalau dia diincar Mile?" tanya Build.
"Mana ada. Tidak lah," kata Bible. "Tapi mereka sepertinya sudah saling kenal. Tinggal Phi bantu saja kok. Ngomong-ngomong, seniormu itu sudah ada pacar belum? Salah-salah nanti sahabatku menyedihkan karena yang diincar sudah punya pasangan."
"Ah, soal itu, aku tidak tahu, ya. Tapi pasti kucari tahu. Tunggu saja kapan-kapan."
"Baiklah."
Siang itu, Build pun lanjut mengerjakan tugasnya bersama Apo. Mereka memang beda semester, tapi kebetulan memiliki kelas sejalur saat melewati beberapa SKS. Namun, daripada tugasnya, Build kini lebih mengkhawatirkan Mile.
"Ah, dasar bocah-bocah jaman sekarang. Senang sekali membidik yang lebih tua," batin Build . Walau setelah itu dia menggaruk kepala sendiri. "Dan lebih bodoh lagi aku, kenapa suka dengan Bible juga. Hahhh ... semoga anak itu baik-baik saja dengan cinta pertamanya."