"Perasaan itu sulit dikendalikan, maka dari itu jangan lengah. Jika cinta kecolongan, akan sulit mengembalikannya"
~Fai~
Fai terus memutar otak untuk menjawab pertanyaan Afi, terus mencari jawaban terbaik supaya tidak akan menjadi bumerang kemudian hari.
"Tidak ada apa-apa Gus" Fai hanya menjawab seadanya
"Jangan berbohong, kita berteman. Sebaiknya sudah tidak ada kebohongan di sembunyikan. Meski aku tidak bisa membantu, membagi cerita akan meringankan beban di hati. Tolong beri tahu aku Mbak" Tanya Afi dengan kaki melangkah maju ke arah Fai
"Aku tidak bisa bercerita semua masalahku pada Gus. Tapi karena ini membuat bayak kekhawatiranku akan sedikit menjelaskan. Semua ini hanya karena perasaan itu sulit dikendalikan, perasaanku kecolongan. Sepertinya Aku akan sulit mengendalikan hati yang mulai mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin" Jawab Fai dengan kiasan yang tidak bisa dimengerti Afi
"Apa maksudnya Mbak?" Tanya Afi dengan wajah bingung
"Aku sedang merasa sedikit kecewa dan sedih karena teman masa kecil yang mungkin akan segera menikah. Aku juga bingung kenapa Aku bisa berharap sesuatu darinya yang mustahil bisa terwujud" Jawab Fai dengan mata berkaca-kaca dan bernada emosional
"Kenapa harus berharap jika tidak akan berakhir baik. Lebih baik memikirkan diri sendiri untuk mendapat kebahagiaan Mbak" Ucap Afi bernada sedikit emosi
Fai hanya terdiam mendengarkan perkataan Afi, dia tidak tahu harus menjawab apa
"Lupakan saja. Lupakan sesuatu yang menyakitkan dan pikirkan kebaikan untuk dirimu sendiri Mbak" Tambah lagi kata menohok dari Afi yang masih terlihat tegang, tapi saran Afi itu memang dibenarkan oleh otak Fai
Ucapan Afi benar-benar masuk ke dalam pikiran Fai, setiap ucapan Afi benar dan langsung terprogram otak Fai. Senyum Fai mengembang cerah, seperti bunga merekah Afi melihat senyuman itu dengan mata yang berbinar.
Fai tersenyum membalas kata-kata Afi, kemudian Ayah Fai sudah datang menjemput dan menghentikan motornya di sisi kanan jalan menunggu Fai yang masih mengobrol.
"Gus Ayah sudah menjemput, saya pulang dulu" Ucap Fai dan menuju motor Ayahnya
Ayah Fai menyapa Afi dengan senyum ramah
"Mari Mas" Ucap Ayah Fai dengan senyum ramah dan menyalakan motor setelah putrinya membonceng dibelakangi dengan posisi menyamping untuk menghindari aurat yang mungkin saja akan terlihat jika berposisi sama dengan pengemudi.
"Nggeh Pak, Monggo" Jawab Afi dengan senyuman dan sedikit membungkuk menghormati Ayah Fai
Di perjalanan pulang Ayah Fai sempat bertanya tentang Afi di atas kendaraan
"Fai siapa tadi? Temanmu?" Tanya Ayah Fai bernada penasaran
"Hhhe... iya Ayah teman satu kelas, putra Kh. Zacky Al-Aminuddin. Pengasuh Ponpes Al-Ikhlas Ayah" Senyum Fai menjawab rasa penasaran Ayahnya
"Lho Kyai Zacky? Ponpes Al-Ikhlas Yogyakarta Fai?" Tanya Ayah Fai terkejut
"Nggeh Ayah" Jawab Fai mengiyakan keterkejutan Ayah, meski tidak berteman maupun kenalan Ayah tapi Ponpes Al-Ikhlas sangat dikenal di Yogyakarta.
Sesampainya di rumah Fai menuju kamar dan membersihkan diri, setlah selesai mandi duduk sebentar di meja belajar dan menerawang kembali yang sudah dialami selama perkuliahan. Semua perhatian, perlakuan, dan tingkah Afi selalu membuat Fai merasa bahagia. Tersenyum sendiri tanpa sadar, kemudian terngiang kata-kata terakhir Afi tadi.
Sungguh semua yang dikatakan Afi benar, jikalau Fai terus memikirkan sesuatu yang menyakitkan hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Tidak ada keuntungan yang di dapat.
Di kelas jam kedua perkuliahan hari itu....
Afi merasa perkataannya mungkin terlalu keras pada Fai kemarin. Seharian dia berpikir apa yang harus di berikan sebagai permintaan maaf. Afi mendapat ide untuk membeli sebuah kado.
"Davit ikut aku pulang kuliah ya" Tanya Afi kepada Davit yang sedang duduk dilantai menikmati tidur sebentar disela pergantian kelas.
"Apa? Kemana? Bukannya nanti ada rapat PMII?" Tanya Davit panjang
"Ah tidak lama kok sebentar saja, Oke?" Paksa Afi lagi
Selesai perkuliahan Afi terlihat mendorong punggung Davit, saat keduanya berjalan di halaman fakultas untuk menuju ke pakiran motor
"Ih apa sih Gus. Aku bisa jalan sendiri jangan dorong begini" Ucap Davit tidak nyaman dan berhenti
"Ayo nanti kita telat rapat. Kita harus segera sampai supaya bisa memilih barang cepat" Timpal Afi dengan nada memaksa dan mengubah posisi dengan merangkul belakang kepala Davit untuk segera melangkah maju.
Davit dan Afi menuju ke Swalayan untuk berbelanja. Di sana bayak sekali barang tersusun rapi mulai kecil hingga besar dan komplit. Afi langsung menuju kebagian boneka, dia melihat semua boneka di rak terdapat banyak bentuk mulai dari bintang lucu hingga binatang sangat menyeramkan dan wajah Afi terlihat kebingungan dan meminta saran Davit.
"Vit ada yang menurutmu pantas untuk orang lembut, baik, dan sederhana?" Tanya Afi dengan tangan memeluk boneka bentuk Singa berukuran besar hingga menutupi tubuhnya
"Hah? Boneka? Kamu mau beli boneka? Buat siapa?" Tanya Davit kebingungan
"Udah bantu dulu milih biar cepat. Nanti kita gak balik-balik ke kampus loh. Telat rapat mau?" Ancam Afi memaksa dengan badan membelakangi Davit dan berganti mengalungkan boneka Ular Kobra besar di perutnya
"Ih buat apa orang lembut, baik dan sederhana? Ini aja gimana?" Menyodorkan boneka tukang jamu kepada Afi
"Yah masak beginian? Emang sourvernir tempat wisata apa? Yang lucu Vit, yang bikin senyum" Ucap Afi kesal dan meletakkan boneka tukang jamu di atas bahu Davit sebelah kanan
"Ih emang yang gimana? Udah boneka kambing aja itu lucu" Ucap Davit asal menebak
"Ah iya kambing, tapi yang bulunya bayak. Apa namanya? Emmm.. ah Domba, benar kan?" Tanya Afi dengan wajah senang bisa menemukan boneka yang bagus
"Iya udah terserah kamu lah. Ayo balik udah dimulai ini rapatnya" Ajak Davit yang sudah berwajah khawatir
"Sebentar masih kurang. Tenang rapat bisa minta izin nanti" Ucap Afi santai dan masih sibuk memilih boneka Domba aneka warna
Setlah selesai Afi membawa banyak bingkisan, sekitar 5 tas belanja. Yang kemudian harus dibawa oleh Davit karena Afi harus mengemudikan motor.
Dijalan...
"Kamu kenapa sih? Beli kok banyak banget boneka 3 udah gitu ini apaan lagi buku. Berat banget Afi. Untuk siapa ini?" Tanya Davit kesal membonceng di belakang Afi dengan tangan penuh tas belanja berisi barang
"Buat seseorang, udah nanti aku traktir makan. Sabar ya, hehehe..." Ucap Afi dengan tawa bahagia mendapat semua yang dibutuhkan
Setiap harinya Afi membawa barang yang di belinya ke kampus satu per satu, hari pertama membawa boneka Domba berwarna hijau. Hari kedua dia membawa boneka Sapi berwarna merah muda dengan ukuran sebesar tas ransel cowok dan gantungan kunci berbentuk lukisan alam yang indah. Hari ketiga membawa buku novel dan buku ensiklopedia sebanyak 5 buah.
Semua barang itu diberikan kepada Fai, hingga Fai sendiri yang meminta Afi berhenti memberinya barang aneh.
"Afi kamu ini kenapa? Sudah berhari-hari begini. Aku tidak ingin hadiah. Aku tidak sedang berulang tahun, hehhe..." Ucap Fai dengan tawa herannya dan sedang berdiri di teras depan kelas
"Hadiah kan tidak harus diberikan saat ulang tahun. Aku sengaja beli untukmu Mbak, tapi kamu tidak mau menerima semuanya. Apa kamu tidak suka semua barang itu? Mau yang lain?" Ucap Afi dengan wajah bingung berdiri di depan Fai dan menggaruk kepalanya
"Bukan tidak suka. Tapi aku tidak bisa menerimanya begitu saja, itu tidak benar. Sudahlah jangan lakukan ini lagi, dan aku suka barang yang kamu bawa hari ini" Senyum Fai dengan mata melihat buku yang dibawa Afi
"Buku ini? Mbak suka buku? Tahu begini aku beli banyak Mbak" Ucap Afi dengan menyengir sama menyodorkan buku ditangannya
"Hhhh... sudahlah berhenti melakukan hal ini, aku mohon. Dan buku ini aku juga tidak bisa menerimanya gratis, aku akan membelinya" Ucap Fai dengan wajah serius
Setelah mendengar ucapan Fai, hari berikutnya Afi berhenti memberi barang. Meski begitu Afi tetap senang walau barangnya ditolak, tapi senyuman di wajah Fai bisa terlihat jelas saat Afi mengobrol dengan Fai. Nasib semua barang yang sudah terlanjur dibeli selalu berakhir ke tagan Zia, ini karena Zia selalu ada saat Afi memberi hadiah kepada Fai. Kecuali hari ini karena Zia sakit.
Meski Afi harus tampak konyol karena membeli barang aneh itu bersama Davit. Bahkan Davit sendiri terus saja bertanya untuk siapa gerangan barang itu, Afi tetap merasa bahagia melakukan semua hal yang berhubungan dengan Fai.
"Gus barang waktu itu sebenarnya untuk Zia ya?" Tanya Davit menelisik
"Hah? Barang apa?" Afi bertanya balik
"Boneka yang kamu beli Gus. Barang yang lain juga. Aku melihat sendiri Zia punya gantungan kunci lukisan yang kamu beli waktu itu" Ucap Davit memberi bukti dan tersenyum usil
"Ah itu, iya diminta Zia. Karena yang aku beri tidak mau" Jawab Afi santai dengan tangan sibuk bermain permainan di ponselnya
"Hah orang lain? Siapa? Fai?" Tanya Davit dengan mantap
"Eh.. sudalah kenapa kamu pengen tahu banget orangnya sih" Ucap Afi kesal
Davit merasa ada yang aneh dia kemudian berjalan menuju ke tempat Fai dan bertanya langsung
"Mbak Fai" Ucap Davit mendatangi bangku Fai yang menyatu dengan kursi khas perkuliahan dan tepat berdiri di depan bangku
"Iya Vit kenapa?" Ucap Fai menghentikan pekerjaannya mencatat dan mengangkat kepalanya melihat Davit
"Mbak kamu menolak hadiah dari Afi ya?" Tanya Davit cepat
"Hadih? Emm... oh iya hadiah itu. Iya Davit kenapa?" Pertanyaan balik dari Fai setlah mengingat dengan benar
Davit hanya melongo, pikirannya melayang terbang hingga ke atap kelas. Dia tidak menyangka, orang yang membuat Afi berperilaku konyol, juga membuat dirinya harus bersusah payah membawa barang aneh yakni boneka. Semua itu karena seorang cewek yang tidak pernah dibayangkan Davit, di pikiran Davit selera Afi itu cewek berkelas dan seksi. Tapi ternyata cewek berbalut perilaku Muslimah yang bisa membuat hati beku Afi meleleh.
2 Hari kemudian...
Dalam perpustakaan Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Afi, Farah, Santi, Dodi, dan Galih mengerjakan tugas bersama untuk presentasi Bab Dinasti Abbasiyah.
"Afi kamu ada hubungan apa dengan Fai?" Tanya Farah dengan wajah kesal, ketika mengerjakan tugas bersama dalam kelompok
"Tidak ada. Kami teman kenapa Far?" Tanya Afi kembali pada Farah tapi mata masih fokus melihat laptop
"Emm tidak ada cuma tanya kok. Habis kalian kelihatan dekat banget" Ucap Farah dengan sedikit gugup karena menyembunyikan rasa cemburunya
"Oh tidak lah. Aku masih baru saja jadian dengan Sofia setelah putus dari Sahira" Afi menjawab begitu agar Farah tidak akan bertanya banyak lagi, takut kebenaran hatinya akan tercium Farah
Sudah bayak orang yang bertanya demikian kepada Afi maupun Fai. Semua pertanyaan itu dijawab sama yakni berteman.
Sore hari setelah perkuliahan...
Afi melihat Fai akan keluar gerbang dan dihentikan. Ada sesuatu yang ketinggalan di kelas milik Fai.
"Mbak Fai tunggu" Ucap Afi berteriak dari jarak 3 meter dari tempat Fai berjalan
"Dalem" Ucap Fai menghentikan langkah kaki dan menoleh
"Mbak ini bukunya ketinggalan dikelas tadi" Afi menyodorkan buku novel yang dia berikan pada Fai tapi dibeli oleh Fai
"Astagfirullohhaladzim, sampai ketinggalan. Makasih Gus" Ucap Fai dengan senyum malu karena sifat pelupanya
"Iya Mbak sama-sama. Suka dengan buku itu Mbak?" Tanya Afi tersenyum dan membenarkan posisi tas punggungnya
"Iya bagus banget. Buku ini ceritanya mengesankan, banyak pelajaran bisa diambil. Meski judulnya 'Teman atau Cinta' tapi isinya sangat luas, sangat menghibur" Senyum Fai sangat tulus dan tangan mengelus buku ditangannya
"Alhamdulillah kalo Mbak suka. Berarti aku tidak salah pilih" Ucap Afi tenang dan merasa bangga
"Gus Afi" Ucap Fai serius
"Iya Mbak" Muka heran Afi karena disebut namanya oleh Fai
"Terima Kasih" Senyum Fai manis sekali seperti madu melihat Afi sebentar lalu menunduk lagi
"Teriamskih untuk apa?" Tanya Afi makin bingung
"Aku sangat berterima kasih karena sudah jadi teman yang baik. Makasih sudah memberi semangat dan membantu saat aku sedih. Kamu orang baik Gus Afi" Ucap Fai mantap dan tersenyum
"Assalamualaikum" Fai mengucap salam kemudian sedikit membungkuk dengan tangan menyatu tanda salam dan berbalik badan untuk menuju ke gerbang
"Wa'alaikumussalam" Ucap Afi pelan