Pukul lima pagi, di lorong kelas ...
"Aku lagi ada kerjaan nih buatmu,"
"Bayarannya berapa? Kalau hanya traktiran sarapan, aku tidak mau,"
"Lima gram emas. Menggiurkan bukan?"
"Seriusan nih? Tumben bayarannya tinggi, biasanya kan bayaran tertinggi cuman susu kaleng,"
"Ya serius lah, tapi risiko nya sepadan. Aku kagak mau tanggung jawab kalau sampai ada masalah di sekolah,"
"Memangnya mau ngapain sih?"
"Aku mau kamu bikin orang yang ada di foto ini cedera. Apapun cedera nya boleh, mau tangan patah atau kaki patah, terserah,"
"Kamu mau buat aku dikeluarin dari sekolah? Lagipula apa-apaan nih foto, mana bisa aku liat kalo orangnya menghadap belakang kayak gini!"
"Orangnya bakal masuk ke kelas kamu hari ini, kamu kagak usah susah-susah cari tuh orang,"
"Waduh aku kagak mau lah, aku kagak mau kerjaan yang aneh-aneh,"
"10 gram emas ditambah uang tunai. Mau kagak?"
"Kamu kenapa sih sampai sebegitunya? Kamu ada masalah apa?"
"Urusan pribadi. Kamu mau apa kagak?"
"Ya sudah aku terima,"
"Bagus, pokoknya kirim saja foto buktinya ke surel aku. Besoknya aku kirim bayaranmu,"
Orang tersebut kemudian pergi.
Namaku David. Di sekolah, aku dikenal sebagai murid yang tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekitar. Aku juga jarang bersosialisasi, jadi tak banyak orang mau berteman denganku, selain seorang perempuan bernama Elina. Tapi dibalik itu semua, ada satu hal yang aku rahasiakan selama bersekolah di sini. Aku diam-diam bekerja sebagai orang suruhan. Aku akan melakukan apapun selama bayarannya sesuai. Biasanya, permintaan dari teman-teman sangat mudah untuk dilakukan, seperti membuatkan pekerjaan rumah, membelikan minuman, atau bahkan sedikit menjahili teman lain. Namun pada hari ini, aku mendapat pekerjaan yang sangat susah dan berisiko membuat aku dikeluarkan dari sekolah apabila ketahuan. Aku disuruh untuk membuat cedera murid pindahan baru yang akan mulai bersekolah hari ini.
"Oi, kok dari tadi melamun saja. Mikirin apa sih?" tanya seseorang yang menghampiriku.
Aku menoleh ke belakang dan melihat temanku Elina sedang menghabiskan minuman yang dibawanya. Aku pun membalas, "Apaan sih, sudah biasa kali."
"Kudengar kelas kita akan kedatangan murid baru," balas Elina.
"Sudah tahu. Namanya siapa?" tanyaku.
"Wah wah wah, sudah nanya nama saja. Tenang, orangnya cantik kok, pinter pula," jawab Elina.
"Aku kan nanya nama nya, bukan ciri-ciri nya," balasku.
"Namanya Leticia," jawab Elina lagi.
"Terima kasih," ucapku.
"Memangnya ada apa sampai penasaran begitu?" tanya Elina lagi.
"Aku akan memberitahukannya apabila kamu bisa merahasiakannya," jawabku.
"Apaan sih? Jangan buat orang tambah penasaran dong!" ujar Elina.
"Janji ya tidak membocorkannya pada siapapun," balasku.
"Ya, tenang saja," ucap Elina.
"Aku diminta untuk membuat Leticia cedera," balasku.
Dengan ekspresi bingung dan sedikit panik, Elina membalas, "Apa kamu sudah kehilangan akal sehatmu? Dia itu baru masuk ke sekolah ini loh! Lagipula, kamu bisa dikeluarkan dan bahkan dipenjara apabila ketahuan."
Mendengar perkataan Elina, temanku Arwan menoleh ke arah kami berdua. Walaupun hanya terlihat sebatas penasaran, namun itu membuatku sedikit panik. Akupun berkata kepada Elina, "Ssh! Jangan keras-keras, bisa bahaya nanti."
"Ya habisnya, buat apa coba menerima pekerjaan yang berisiko seperti itu. Biasanya kan, pekerjaanmu itu yang mudah-mudah saja, kok tiba-tiba mendadak jadi seperti ini? Aku tahu keadaan ekonomi keluargamu sedang sulit, tetapi aku tidak mau orangtuamu sedih karena kelakuanmu. Aku mau kamu baik-baik saja, karena aku sa-" ucapan Elina terpotong oleh bel masuk sekolah. Ia terlihat seperti orang yang sedang kesal karena dipotong pembicaraannya.
"Ada apa?" tanyaku.
"Hah? Apa maksudmu? Lanjut nanti saja deh," jawab Elina seolah sedang mengalihkan pembicaraan.
"Kamu ini ya, kebiasaan buruknya suka keluar di saat-saat seperti ini," balasku dengan sedikit kekesalan.
Setelah guru masuk, seorang perempuan ikut masuk ke dalam kelas. Seperti yang telah kuketahui, nama perempuan itu adalah Leticia. Harus aku akui, dia adalah perempuan yang cukup cantik. Rambut cokelatnya serasi dengan seragam yang dipakainya.
Tanpa sadar, aku pun berkata perlahan,"Dia cantik sekali."
Arwan kemudian memegang bahuku dari belakang dan berkata,"Hoi! Kamu kan sudah punya Elina, masa mau tambah lagi? Jangan rakus lah!"
Aku kembali sadar dari imajinasiku. Sekarang hanya ada satu hal yang aku pikirkan saat ini, yaitu tujuanku untuk membuatnya cedera. Sepanjang pelajaran di hari itu, aku sibuk memikirkan rencana untuk membuat Leticia cedera. Aku berniat untuk membuat lengannya patah. Aku sadar bahwa itu salah, namun aku terpaksa melakukannya demi mendukung ekonomi keluarga.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, kursi tempat Leticia duduk langsung dikerumuni oleh teman-teman lain yang ingin berkenalan dengannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung keluar kelas untuk mengambil pembersih lantai dari ruang kebersihan. Namun saat akan menuju ke sana, Elina menarik tanganku dan menggelengkan kepala, mengisyaratkan bahwa aku tidak boleh melakukannya. Ia tampak sedikit sedih saat menarik tanganku.
Tanpa memedulikan peringatannya, aku menarik tanganku lagi dan berkata, "minggir!" lalu segera pergi sebelum menjadi pusat perhatian. Elina tak terlihat mengejarku. Saat aku sempat menoleh ke belakang, ia terlihat hanya diam di tempat ia menarik tanganku. Aku pun sampai di ruang kebersihan. Aku mengambil peralatan yang kubutuhkan dan pergi menuju toilet untuk menyembunyikan sementara peralatan tersebut. Saat memasuki toilet, aku melihat Elina yang sedang berganti pakaian. Ia kaget dan menamparku yang baru saja masuk. Aku kemudian diusir dari situ.
Saat aku keluar, aku melihat Leticia yang berada di ujung lorong kelas sedang memerhatikanku sambil sedikit tertawa lalu pergi entah ke mana. Aku kemudian kesal dan berpikir, "Leticia, Awas kamu ya!"
Tak lama kemudian, Elina keluar dan berkata, "Kamu ini sudah tidak waras ya? Buat apa masuk ke toilet perempuan?"
"Bukan begitu, ada seseorang yang menukar tanda toiletnya," balasku.
"Ayolah, kita kan bukan baru kenal kemarin. Aku yakin kamu tahu bagaimana sifatku," ucapku lagi.
"Halah, yang aku lihat sekarang adalah orang gila bejat yang sengaja masuk ke toilet perempuan sambil membawa pembersih lantai," ujar Elina.
"Sudahlah, anggap saja ini kecelakaan," balasku.
"Setelah apa yang kamu lakukan padaku beberapa menit yang lalu? Yang benar saja!" ucap Elina.
"Jangan seperti itu dong, kan bisa diselesaikan baik-baik," balasku.
"Ya sudah apa boleh buat. Tapi ingat ini, aku tidak mau kamu membuat masalah lagi, baik padaku, Leticia, atau yang lainnya. Kalau sampai ada masalah seperti ini lagi, kamu tahu sendiri akibatnya," ujar Elina untuk memperingatiku.
"Ya, tenang saja," balasku.
Aku kemudian pergi ke tempat yang agak sepi untuk menghindari teman-teman yang mulai berkumpul karena penasaran dengan apa yang dibicarakan olehku dan Elina. Aku pergi ke gerbang depan sekolah. Saat aku sampai di sana, aku melihat Arwan sedang berbicara di depan sebuah vending machine dengan Arisha, seorang perempuan yang sekelas denganku, namun hampir tak pernah berbicara denganku.
Saat kuhampiri, Arisha memperhatikanku secara detail seperti seorang dokter yang memeriksa pasiennya, lalu berkata sambil sedikit tertawa, "Kamu habis ditampar ya? Pasti karena salah masuk toilet, hahahaha."
"Oh jadi kamu yang menukar tanda toiletnya," ucapku dengan nada kesal.
"Kamu ini bercanda ya? Arisha dari tadi bersamaku. Kami langsung ke sini selepas bel pulang," balas Arwan membela Arisha.
"Hah? Lalu siapa yang-" ucapku.
"Itu perbuatan Leticia. Tapi tunggu, kamu yang duluan yang merencanakan sesuatu yang buruk, kan? Kurasa dia hanya memperingatimu," balas Arisha.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Kurasa kau sudah tahu apa yang kumaksud," jawab Arisha.
"Dia ini ... Jangan-jangan dia tahu semuanya?" pikirku.
"Benar kan, David?" tanya Arisha. Wajahnya menunjukkan ekspresi sarkas, cukup untuk membuatku merinding.
Situasi di tempat itu menjadi menegangkan. Aku melihat Arisha sedang menatapku tanpa henti sejak aku menuduhnya menukar tanda toilet. Walaupun ia tak menunjukkan kekesalannya secara langsung, namun aku bisa merasakan bahwa ia sedang marah besar padaku. Tak berselang lama, Leticia datang.
"Ada apa nih?" tanya Leticia.
"Tak ada apa-apa kok. Kami hanya kebetulan bertemu di sini," balas Arisha.
"Oh ya sudahlah kalau begitu. David, bisa kita bicara sebentar?" tanya Leticia.
"Tentu," jawabku menyanggupinya.
Kami berdua lalu pergi ke rooftop sekolah, tempat yang aman untuk bicara empat mata.
"Ada apa?" tanyaku.
"Pertama-tama, kita belum berkenalan secara personal. Namaku Leticia Amarante. Siapa namamu?" tanya Leticia.
"David," ucapku.
"Kenapa sejak tadi pagi kamu seakan menghindariku?" tanya Leticia.
"Hah? Maksudmu?" tanyaku untuk menghindari pertanyaannya.
"Aku melihatmu selalu memalingkan pandanganmu saat aku menatapmu. Saat pulang sekolah juga, kamu bahkan langsung menghilang entah ke mana. Padahal, aku ingin mengajakmu mengobrol," jawab Leticia.
"Aku ada urusan. Tidak lebih dari itu," balasku.
"Lalu, mengapa kamu berniat untuk menjahiliku?" tanya Leticia.
Mendengar pertanyaan Leticia, aku pun berpikir, "Ambyar! Ulahku ketahuan, bisa mati aku kalau dia tidak merahasiakannya."
"Aku hanya ingin iseng kok, maaf ya soal itu," jawabku.
"Hahaha, harusnya aku yang minta maaf. Aku yang juga tadi telah menjahilimu," ujar Leticia.
"Tetapi aku ingin mengatakan suatu hal. Aku sudah tahu siapa kamu sebenarnya, dirimu yang selama ini kamu sembunyikan dari orang lain," ujar Leticia lagi.
" ..." aku terdiam mendengar perkataan Leticia.
"Aku tahu bahwa kamu selama ini melakukan hal yang seharusnya tak boleh kau lakukan, mulai dari membuatkan teman PR, menjahili teman, bahkan bermain kartu," ucap Leticia.
"Ada apa? Aku ingin tahu alasannya," ucap Leticia lagi.
"Kalau itu maumu, maaf aku tidak mau menjawabnya," ucapku sambil mulai berjalan menuju pintu rooftoop untuk turun.
Namun, langkahku terhenti ketika Leticia menarik tanganku dan berkata, "Tunggu! Aku tak akan membocorkannya pada siapapun. Aku hanya ingin membantumu saja."
"Aku tak punya pilihan lain! Keluargaku sudah sangat miskin, mana mungkin aku tega meminta lebih banyak uang ke keluargaku," ucapku.
"Mulia sekali hatimu. Aku mengerti sekarang. Namun, cara yang kamu lakukan itu salah. Bagaimana kalau aku bantu dengan caraku?" tanya Leticia.
"Caramu? Sepertinya terdengar mencurigakan," jawabku.
"Bekerjalah bersamaku," ajak Leticia.
"Bekerja bersamamu? Maksudnya?" tanyaku.
"Keluargaku sedang membuka sebuah patiseri. Bekerjalah disana. Aku berjanji akan memberikan gaji yang layak," jawab Leticia.
"Tetapi, aku tidak bisa memasak," balasku.
"Tenang saja, aku akan ajarkan nanti," ujar Leticia.
"Lihat nanti deh. Aku akan kabari bila aku setuju," balasku.
"Boleh kuminta alamatmu?" tanya Leticia.
"Tentu, nanti aku berikan via SMS. Berapa nomor ponselmu?" tanyaku.
"0812-5545-7760," jawab Leticia.
Aku membuka ponselku dan menyimpan nomor Leticia di daftar kontak milikku. Lalu, aku pergi dari rooftop tersebut. Malam harinya, Leticia meneleponku saat aku sedang berada di kamarku. Ia bertanya apakah dia bisa datang ke rumahku besok. Aku sempat ragu untuk menyetujuinya. Namun karena ia memaksa, aku tak bisa berbuat banyak. Keesokan harinya, ia datang pagi-pagi sekali dengan membawa banyak sekali barang. Kebanyakan diantaranya adalah alat dan bahan untuk memasak sesuatu.
"Pagi sekali ya datangnya," ucapku pada Leticia setelah membukakan pintu untuknya.
"Pastinya. Walaupun hari ini adalah hari Sabtu, kita kan tidak boleh malas-malasan. Nanti terbiasa malas bisa bahaya," balas Leticia.
"Terserah kau saja deh," ucapku untuk mempersingkat percakapan.
Leticia lalu masuk ke dalam dan memberi salam pada orangtuaku. Setelah itu, ia mulai mempersiapkan peralatan memasak.
"Kenapa kamu membawa banyak alat dan bahan untuk memasak?" tanyaku.
"Kupikir orangtuamu tidak memasak hari ini. Yah paling tidak kata Arisha sih seperti itu," jawab Leticia.
"Kok dia bisa tahu kalau orangtuaku tidak memasak apa-apa hari ini?" tanyaku kebingungan.
"Dia kan bisa meramal. Masa kamu tidak tahu sih?" jawab Leticia.
"Seriusan? Kukira dia hanya bercanda," balasku.
"Ya serius lah. Tanya saja temanmu Arwan," ucap Leticia.
"Ya sudah lah ya, lain kali saja membahasnya. Disamping itu, kita mau masak apa hari ini?" tanyaku.
"Lasagna," jawab Leticia.
"Lasagna? Apa itu?" tanyaku.
"Lasagna itu adalah salah satu santapan Italia yang sangat populer di seluruh dunia. Makanan ini adalah pasta yang dipanggang di oven diisi dengan banyak isian lainnya seperti daging, sayur-sayuran, ayam, makanan laut dan sebagainya sesuai selera. Makanan yang kaya akan kandungan protein ini berasal dari keju dan daging cincang. Tidak hanya bisa ditemukan di restoran Italia, saat ini kamu dapat dengan mudah menemukan membeli lasagna di penjual di kaki jalan, food truck, dan kecil," jawab Leticia.
"Yah aku pernah melihat beberapa restoran menjualnya. Tetapi yang lebih penting, di sini tidak ada oven loh," ucapku.
"Kita akan membuatnya dengan cara dikukus," ujar Leticia.
"Dikukus? Memangnya bisa?" tanyaku.
"Tentu saja. Kalau tidak, buat apa aku repot-repot membawa semua peralatan ini," jawab Leticia.
"Ya juga sih," balasku.
"Ini resepnya. Kamu baca saja terlebih dahulu," ujar Leticia yang kemudian memberikan selembar kertas.
Bahan untuk membuat lasagna:
- 6-8 lembar lasagna, rebus terlebih dahulu sebentar saja
- 75 gram keju mozarela parut
- Bahan saus jamur untuk lasagna:
- ¼ kilogram daging giling atau daging cincang, sesuaikan dengan selera
- 1 buah bawang bombay yang dicincang
- 1 sendok makan mentega- 2 siung bawang putih rajang halus
- 2 buah tomat potong kecil-kecil
- 2 sendok makan saus tomat
- ½ sendok makan tepung terigu
- Kaldu sapi bubuk secukupnya
- Merica secukupnya
- Garam secukupnya
- Oregano secukupnya
- Minyak goreng
- 150 ml susu murni atau krim memasak
- Jamur kancing secukupnya, cincang kasar
Cara Membuat Saus Jamur:
1. Sediakan wajan yang anti lengket dan sedikit minyak goreng, panaskan dengan api kecil lalu tumis bawang bombay halus dan bawang putih.
2. Setelah wangi, masukkan daging giling hingga warnanya berubah dan jangan lupa menambahkan merica dan garam.
3. Masukkan tomat yang sudah di potong-potong dan sedikit air, agar tumisan tidak kering dan juga tomat yang dimasukkan tidak menjadi layu dan juga hancur.
4. Tambahkan susu cair, kemudian aduk sampai mendidih.
5. Tambahkan tepung terigu setengah sendok makan. Perhatikan kekentalannnya jika dirasa terlalu kental, maka tambahkan saja sedikit air.
6. Masukan kaldu bubuk dan oregano. Bagi kamu yang menyukai pedas bisa menambahkan sedikit bubuk cabai.
7. Masukan keju parut , kemudian aduk sampai saus hampir matang. Tambahkan jamur dan aduk selama 2 menit hingga matang.
Cara membuat lasagna:
1. Sediakan cetakan alumunium foil. Kemudian olesi bagian bawahnya dengan saus jamur yang telah kamu buat lalu ratakan dengan sendok.
2. Taruh 1 lembar lasagna di atasnya, lalu tuangkan kembali sausnya.
3. Tutup dengan lembar lasagna lagi, lalu beri saus lagi. Terus lakukan dan ulangi lagi langkah tersebut sampai lembar lasagna habis.
4. Jangan lupa untuk menambahkan sisa parutan keju ke atasnya.
5. Setelah semua bahan siap, kemudian kukus selama 20 menit dengan menggunakan api sedang.
6. Setelah matang kemudian angkat dan sajikan dalam piring saji selagi masih hangat.
"Sepertinya agak susah ya membuatnya," ucapku.
"Tenang saja, aku sudah ahli dalam membuatnya," balas Leticia.
"Kalau begitu, aku akan coba buat saus jamurnya," ucapku.
"Tentu, aku akan membuat lasagnanya," balas Leticia.
Kami berdua lalu memasak lasagna seperti yang telah direncanakan. Ketika kami sedang memasak, aku sempat berpikir,"Leticia kalau sedang memasak seperti ini, cantik juga ya. Kalau di masa depan pasti dia menjadi istri yang baik,"
Tiba-tiba ...
"Hei, kamu sedang mikir apa?" tanya Leticia.
"Hah? Tidak apa-apa kok," jawabku kaget.
"Aneh sekali kamu. Oh ya, sudah matang nih, tinggal dibawa ke meja makan," balas Leticia.
" Santai saja lah, aku memang biasa melamun seperti ini," jawabku lagi.
" Ya maaf aku kira ini bukan kebiasaanmu. Soalnya kamu terlihat berbeda dari biasanya. Jadi, kukira ada sesuatu yang aneh denganmu," balas Leticia.
"Dari pada membahas tentang itu, lebih baik kita makan saja sekarang. Aku sudah lapar nih," ujarku.
Akhirnya, kami berdua dan orangtuaku menyantap makanan yang telah dimasak olehku dan Leticia. Saat makan, Leticia menjelaskan tentang keinginannya untuk memperkerjakanku di patiseri milik keluarganya. Awalnya, orangtuaku mempertanyakan apakah kemampuanku dapat berguna di sana, yang kemudian dijawab secara optimis oleh Leticia bahwa ia akan mengajariku dan ia yakin bahwa aku akan dapat bekerja dengan baik di sana. Orangtuaku pun akhirnya menyetujui rencana Leticia. Selepas sarapan, Leticia pun pulang ke rumahnya.
"Terima kasih ya atas bantuannya hari ini," ucapku berterima kasih padanya.
"Tenang saja. Aku dengan senang hati membantumu," ucap Leticia.
"Tetapi berjanjilah denganku tentang satu hal. Kamu tidak akan menjadi orang suruhan siapapun lagi di sekolah. Janji?" ucap Leticia lagi.
"Ya, aku janji," balasku menyanggupi permintaan Leticia.
"Kalau begitu aku duluan ya," ucap Leticia sambil berjalan keluar dari rumahku.
Setelah Leticia pulang, aku kembali ke kamarku untuk bersantai menikmati akhir pekan ini. Tiba-tiba, aku merasa penasaran tentang pernyataan Leticia bahwa Arisha pandai meramalkan nasib orang. Aku pun bertanya kepada Arwan via SMS.