"Hei, apa benar bahwa Arisha bisa meramal masa depan seseorang?" tanyaku via SMS.
Tak sampai lima menit aku menunggu balasan, Arwan meneleponku.
"Halo David, ada apa? Bicara saja lewat telepon. Aku malas mengetik," ucap Arwan.
"Yah sebenarnya sih tidak terlalu penting, aku cuma penasaran saja apakah Arisha memang bisa meramalkan masa depan seseorang?" tanyaku.
"Ya, itu benar. Dia bisa meramalkan masa depan seseorang. Aku sudah mencobanya," jawab Arwan.
"Mencobanya? Maksudmu kamu minta diramal masa depannya oleh Arisha?" tanyaku penasaran.
"Betul sekali. Bukan hanya sekali loh, tetapi sudah berkali-kali," jawab Arwan.
"Kok dia mau-mau saja sih?" tanyaku lagi.
"Entah, mungkin karena aku pasangannya?" jawab Arwan dengan pertanyaan.
"Ka-kamu dan dia ... jangan bilang ... " ucapku terbata-bata karena terkejut.
"Itu sih berita lama, sudah sekitar dua bulan yang lalu. Masa kamu belum tahu? Padahal aku dan Arisha sudah sangat dekat loh," balas Arwan.
"Ya maaf, aku kan memang jarang memperhatikan perkembangan orang lain, jadi aku sering ketinggalan informasi," ujarku.
"Jadi kenapa sampai bertanya padaku soal ini?" tanya Arwan.
"Penasaran," jawabku.
"Ah masa karena penasaran saja? Aku tidak percaya! Pasti ini ada hubungannya dengan Elina ataupun Leticia, kan? Kamu ada rasa ya sama mereka?" ujar Arwan.
"Apaan sih, kok tiba-tiba membicarakan mereka berdua?" balasku.
"Ya kenyataannya memang begitu kan?" tanya Arwan.
Seakan terpojokkan, aku pun membalas, "Ya kuakui sih kalau Leticia itu baik, lemah lembut, dan pintar. Tetapi, aku juga tidak bisa mengabaikan Elina begitu saja. Dia kan orang yang sudah menemaniku di masa-masa sulitku," jawabku.
"Hahaha ... Memang dari dulu kamu ini orangnya tidak tegaan ya. Tapi walaupun begitu, aku kaget karena seorang David bisa jatuh cinta pada orang lain. David yang kukenal itu kan orang suruhan yang mau bekerja demi traktiran di kantin," ujar Arwan mempermalukanku.
"Kau juga sama ya. Pedasnya perkataanmu tidak pernah berubah," ucapku untuk membalikkan keadaan.
"Begitulah," balas Arwan.
"Oh ya soal itu, aku akan berhenti menjadi orang suruhan mulai besok. Aku akan bekerja di patiseri milik keluarga Leticia," ujarku.
"Wah kabar baik itu. Tetapi, bagaimana dengan orang yang menyuruhmu?" tanya Arwan.
"Aku sudah coba menghubunginya, tatapi ia tidak menjawabnya," jawabku.
"Lebih baik kamu berhati-hati saja ya," ucap Arwan.
"Tentu," balasku.
"Kalau begitu sudah dulu ya, aku ada urusan lain," ucap Arwan menutup pembicaraan.
Telepon kemudian dimatikan. Pada hari itu, aku tidak melakukan banyak hal karena malas. Pada akhirnya, aku hanya tidur-tiduran sambil sesekali menonton televisi. Setelah makan malam pun, aku masih tidur-tiduran. Sebelum tidur, aku kembali mencoba menghubungi klienku, namun tidak dijawab.
Aku kemudian memutuskan untuk tidur. Keesokan harinya, aku sengaja bangun agak siang karena masih hari Minggu. Setelah bangun, aku merasa lapar dan pergi berjalan menuju minimarket untuk membeli sejumlah makanan. Tak disangka, aku melihat Leticia yang kebetulan juga sedang mengarah ke sana dengan membawa sebuah tas yang berukuran cukup besar.
"Hai, sedang apa?" ucapku menyapanya.
"Yah seperti yang kamu lihat sendiri, aku sedang berbelanja bahan-bahan untuk patiseri. Kalau kamu?" balas Leticia.
"Aku mau membeli makanan," jawabku.
"Memangnya di rumah tidak ada yang masak?" tanya Leticia.
"Ibuku masak sih, tetapi aku mau menyantapnya untuk makan siang saja," jawabku.
"Kalau memang perlu bantuan, bilang saja padaku. Aku pasti akan membantumu," ujar Leticia.
"Bukankah yang sekarang perlu bantuan itu kamu? Sini aku bawakan belanjaanmu," ucapku.
Leticia lalu menyerahkan barang bawaannya kepadaku sambil berkata," Terima kasih."
Setelah selesai membeli barang di minimarket, aku dan Leticia sepakat untuk pergi ke patiseri tempat Leticia bekerja. Saat akan memasuki pintu masuk, aku melihat nama patiseri tersebut. Terpampang dengan jelas tulisan "Vanilla Patisserie" pada pintu masuk patiseri tersebut. Sesaat setelah masuk, Leticia menyalakan lampu dan mempersilakanku duduk.
"Duduk dulu saja, aku mau mengurus belanjaan sebentar," ucap Leticia.
"Tadi saat masuk, kulihat kamu menyalakan lampunya. Apa di sini tidak ada orang yang bekerja?" tanyaku.
"Sejujurnya, hanya aku yang bekerja di sini sekarang. Sejak orangtuaku pergi ke luar kota, patiseri ini diserahkan kepadaku. Karena aku juga harus mementingkan urusan sekolah, patiseri ini hanya buka mulai jam enam sore sampai jam sembilan malam. Kurasa akan sulit untuk menjalankan bisnis ini sendirian. Jadi, aku mengajakmu," balas Leticia.
"Bagaimana dengan biaya sewa nya?" tanyaku.
"Tenang saja. Patiseri ini juga sekaligus rumahku. Kamarku ada di lantai dua. Semua biaya operasional dibayarkan setengahnya oleh orangtuaku," jawab Leticia.
"Ooo seperti itu," balasku.
Leticia lalu bergumam,"Aku juga agak sedih sih, kalau sampai menjalankan usaha ini sendiri."
"Apa?" tanyaku.
"Tidak ada apa-apa," jawab Leticia. Ia lalu menghampiriku dengan membawa dua cangkir teh beserta camilan dan duduk di kursi yang ada di depanku.
"Kamu yakin ingin melanjutkan usaha patiseri ini?" tanyaku.
"Ya, aku yakin. Kalau usaha ini gagal, kurasa aku akan pindah ke rumah orangtuaku di luar kota." jawab Leticia.
Aku hanya bisa diam mendengar perkataan Leticia, aku tidak tahu entah apa yang ada di kepalanya.
"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Leticia.
"Hanya ingin tahu saja sih. Kukira kamu akan mencari pekerjaan lain," jawabku.
"Hahaha, tentu saja tidak," balas Leticia.
"Kalau begitu aku akan datang pukul lima pada hari biasa mulai besok," ujarku.
"Terima kasih," balas Leticia.
"Apa hari Sabtu dan Minggu buka?" tanyaku lagi untuk mengkonfirmasi.
"Ya, jam sembilan pagi sampai jam lima sore," jawab Leticia.
"Baiklah, kalau begitu aku akan datang setiap hari," balasku.
Kami berdua lalu menghabiskan makanan yang telah disediakan sambil membahas banyak hal. Sore harinya, aku pulang ke rumah dan langsung menuju ke kamarku untuk beristirahat. Saat itu, aku mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Arwan, bahwa Arisha pernah meramal masa depannya dengan 100 persen akurat. Bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk ke rumah Arisha akhir pekan ini. Pada akhir pekan ...
"Jadi, ada apa sampai repot-repot ke rumahku malam-malam begini?" tanya Arisha sambil membuka pintu rumahnya.
"Aku mau minta diramal dong, kamu kan punya bakat soal ramal-meramal," jawabku.
"Kamu sudah tidak waras ya datang ke rumah lawan jenis mendekati tengah malam begini. Ya sudah, masuk saja sini," balas Arisha.
Arisha mengajakku ke kamarnya. Di sana, aku melihat kondisinya penuh dengan barang-barang aneh, seperti kartu-kartu tarot dan berbagai macam kertas berisikan tulisan dan ukiran yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Arisha lalu berkata,"Ceritakan topiknya terlebih dahulu."
"Aku mau tahu masa depanku, kalau aku memutuskan untuk mempermainkan perasaan perempuan di sekolah," balasku.
"Biar kutebak, pasti soal Leticia dan Elina. Ada-ada saja kamu ini. Tetapi jujur saja, kurasa tidak baik loh seperti itu," ucap Arisha.
"Ba-bagaimana kamu bisa tahu? Aku bahkan belum mengatakan apapun ke orang lain," balasku.
"Orang baik punya hati yang terbuka. Namun, keraguan dan ketidaktahuan akan menutupnya," jawab Arisha.
"Yah, aku tidak mengerti sih apa yang kamu katakan, tetapi ya sudahlah. Bagaimana ramalanmu?" tanyaku.
"Berapa bayaran yang kamu tawarkan?" tanya Arisha.
"Makan siang satu minggu," jawabku.
"Baiklah, tunggu sebentar," balas Arisha.
Arisha lalu melihat ke arah langit sebentar lalu kembali duduk di depanku. Wajahnya tampak seperti seseorang yang baru saja melihat hantu.
"Sekarang aku akan mulai menceritakan semuanya. Tolong dengarkan baik-baik karena aku malas mengulang apa yang sudah kukatakan," ujar Arisha.
Satu tahun ke depan ...
Kamu akan memiliki hubungan yang sangat akrab dengan para gadis, terutama dengan Leticia dan Elina. Kamu akan merasa bebas untuk mengajak mereka berdua ke mana saja dan melakukan apa yang kamu suka, sebuah hubungan yang sangat ideal untuk orang yang tidak ingin memilih salah satu diantara mereka. Masalahnya akan terletak pada kemampuanmu untuk mempertahankan hubungan mereka berdua secara seimbang tanpa memberatkan di satu sisi saja. Jika kamu tidak berhasil, maka semuanya akan fatal.
Dua tahun ke depan ...
Baik Leticia maupun Elina akan mulai tidak cocok denganmu, karena mereka sering mendapat perlakuan yang tidak adil darimu. Keduanya akan terbiasa dengan berbagai macam alasan yang telah dibuat olehmu untuk membohongi salah satu dari mereka. Elina ingin memperbaiki hubunganya, tetapi tak akan membuahkan hasil. Namun, ia masih belum kehilangan harapan untuk itu. Sementara itu, kamu akan menghabiskan banyak uang untuk memberikan mereka hadiah, sampai-sampai kamu akan mencoba main kartu di tempat-tempat perjudian. Keuanganmu akan berantakan dan rumahmu akan dijual, namun Leticia masih berbaik hati untuk membiarkanmu tinggal di rumahnya.
Tiga tahun ke depan ...
Elina akan mulai terbebani dengan hubungan tidak jelas yang dipilih olehmu. Jika terus dibiarkan, Leticia dan Elina akan menghadapi tahun ketiga mereka dalam kondisi mental yang menurun secara berkelanjutan. Leticia akan bekerja mati-matian dalam menjaga hubungan Elina denganmu tetap stabil, walaupun harus mengorbankan kesehatannya.
Empat tahun ke depan ...
Mereka berdua akan mulai bosan. Elina akan mulai tertutup denganmu, dan sebagian besar kenanganmu akan dilupakan oleh Elina. Walaupun begitu, Leticia bekerja keras untuk memastikanmu dapat menjaga hubungan dengan Elina tetap baik. Ia akan sering pergi ke rumah Elina, tetapi dia tidak mengatakan apa yang dia lakukan itu kepadamu.
Lima tahun ke depan ...
Kadang-kadang, teman-teman SMA mu datang untuk melihat bagaimana keadaan mereka; kamu bersyukur untuk itu, kenangan yang mereka bawa, juga. Suatu malam, Leticia akan jatuh sakit karena depresi dan dirawat di rumah sakit. Kulihat, kamu tidak punya uang untuk membantunya dan mengharapkan bantuan kesejahteraan pemerintah, tetapi karena kamu memiliki tanah, kamu tidak bisa mendapatkannya.
Enam tahun ke depan ...
Leticia telah berada di rumah sakit berulang kali, dan akhirnya meninggal. Kamu bahkan tidak punya uang untuk menguburnya di pemakaman. Kamu menguburkannya di sebelah rumahmu. Itu mungkin ilegal, tapi kamu tidak peduli. Sementara kamu jatuh dalam keputusasaan, Elina menghilang tanpa kabar. Satu-satunya yang tersisa di hatimu adalah kenangan tahun-tahun sebelumnya.
Tujuh tahun ke depan ...
Kamu telah menghidupi dirimu sendiri selama ini. Rumor pasti sudah mulai tersebar di antara teman-temanmu tentang itu, karena teman-temanmu akan datang waktu ke waktu untuk melihat. Pikiranmu akan semakin berkabut. Kamu tidak bisa mengingat siapa dirimu lagi. Ada sebuah wajah, tercermin dalam seember air dengan serangga mati mengambang di dalamnya. Wajah kotor dengan janggut kasar ... hampir seperti orang tua. Itulah dirimu!
"Ramalan yang diberikan olehku berakhir di situ. Kamu perlu membayar lebih untuk layanan lebih," ucap Arisha. Aura yang dikeluarkan olehnya saat berbicara hal tersebut sanggup untuk membuat aku merinding.
"..." Aku jatuh ke lantai. Aku merasa mual dan merasakan aura negatif.
"A ... a ... apa kamu serius? Jangan bercanda lah!" ujarku.
"Memangnya aku menunjukkan tanda-tanda kebohongan? Aku serius! Aku juga bingung. Seumur hidup, belum pernah aku melihat masa depan sekelam ini," balas Arisha.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku.
"Pokoknya, jangan terlibat hubungan romantis apapun dengan lebih dari satu perempuan. Kalau tidak, ya kamu sudah tahu akibatnya," jawab Arisha.
Mendengar perkataan Arisha dan membayangkannya saja sudah membuatku gemetar. Sementara itu, Arisha memberikanku minuman untuk menenangkan diri. Aku menghabiskan minuman tersebut lalu pulang ke rumah. Saat sampai di rumah, aku langsung menuju ke kamar tanpa memberi salam pada ibuku.
"Bagaimana kalau yang dikatakan oleh Arisha itu benar? Duh kok aku jadi kepikiran sih?" pikirku.
"Lain kali saja deh mikirnya, sekarang istrahat dulu," pikirku lagi.
Sejak hari itu, aku mulai memiliki kesibukan tersendiri setiap hari. Sepulang sekolah, aku bekerja di patiseri milik Leticia. Setelah itu, aku pulang dan belajar lalu tidur. Ini berlangsung selama dua tahun lamanya, sampai aku lulus SMA dan masuk ke universitas. Namun, aku melupakan suatu hal penting yang pada akhhirnya menjadi awal masalah baru untukku. Pada suatu pagi di akhir pekan ...