Dengan gaun malam berwarna hitam, Kayla datang ke sebuah restoran fine dining. Ia sudah memiliki janji dengan orang penting malam itu.
Hentakan high heels-nya menggema beradu dengan lantai keramik ketika ia berjalan di lorong menuju ruang tempatnya bertemu dengan orang itu. Restoran itu tampak sepi. Hanya beberapa orang yang menikmati fine dining malam itu.
Di sudut ruang dengan jendela yang terbuka, terbalut tirai sutra tipis di kanan dan kirinya. Kaca jendela tembus pandang menampakkan langit malam dan lampu-lampu kota dari ketinggian lantai lima.
Seorang wanita berusia 60 tahunan, duduk dengan anggunnya. Wanita itu masih tampak muda. Tidak sebanding dengan usianya. Hanya dari melihatnya sekilas saja, orang sudah pasti tahu jika wanita itu rajin merawat kulitnya.
"Selamat malam, Bu Carlota," sapa Kayla.
"Selamat malam. Silakan duduk," balas Carlota kemudian mempersilakan Kayla untuk duduk.
Seorang pelayan menghampiri Kayla untuk menuangkan wine ke gelasnya, setelah Kayla menyamankan duduknya.
"Terima kasih," ucap Kayla pada pelayan itu.
Carlota tersenyum melihat keanggunan Kayla.
"Aku sering melihatmu menjadi pemain extras untuk adegan-adegan konyol. Tapi, malam ini kamu tampak menakjubkan," kata Carlota.
"Terima kasih, Bu Carlota. Bu Carlota pastinya lebih memahami jika semua ini hanyalah tentang bagaimana seorang publik figur menempatkan dirinya."
"Berarti aku tidak salah memintamu untuk mendapatkan bukti dari hal yang dipandang tabu oleh kebanyakan orang itu."
"Saya rasa begitu." Kayla membuka tasnya, dan mengeluarkan ponselnya. "Saya sengaja tidak menunjukkannya dalam bentuk cetak. Karena saya ingin meyakinkan Bu Carlota, bahwa foto yang saya ambil original tanpa editing. Ya, seperti yang kita berdua pahami jika di masa sekarang ini, segala hal sangat mudah dimanipulasi."
"Ya, kamu benar."
Kayla menggeser ponselnya di atas meja dan memberikannya pada Carlota. Sebuah foto dengan wajah Kayla dan Rangga di kasur yang sama, berbalut selimut yang sama pula. Tanpa busana.
Carlota tampak tersenyum seringai melihat foto Kayla bersama anak lelakinya. Ia mengangkat ponsel Kayla, dan menghapus foto itu kemudian mengembalikan kembali ponsel Kayla.
"Apakah ada foto yang lain? Saya tidak ingin kamu menyimpannya dan berujung pada hal yang tidak diinginkan dikemudian hari."
"Tidak ada. Saya hanya mengambil satu foto itu saja, Bu Carlota. Karena saya juga tidak ingin membangunkan anak laki-laki Bu Carlota waktu itu, dan membuatnya curiga karena saya mengambil gambar."
"Selain bukti foto ini, apakah kamu benar-benar yakin jika anakku tidak mengalami penyimpangan orientasi seksual pada lawan jenis?"
"Saya seratus persen yakin."
"Apa yang membuatmu yakin?"
"Rangga ternyata memang sudah sering menghabiskan malam berdua dengan wanita. Dan ia sangat pintar menyembunyikannya dari media. Pintar menyembunyikannya dari anda juga, saya rasa."
"Apakah Gerald tahu?"
"Saya kurang tahu soal itu. Bisa jadi Rangga juga merahasiakan hubungan asmaranya dari Gerald. "
"Hahahaa," kekeh Carlota. "Itu sepertinya mustahil." Carlota merasa jika selama ini Gerald telah menipunya. Tidak mungkin seorang manager tidak mengenal kepribadian artisnya. Gerald pasti membantu Rangga menyembunyikan urusan pribadinya.
"Bagaimana? Perjanjian kita masih berlaku bukan?" tanya Kayla memastikan.
"Tentu saja."
Kayla tersenyum.
"Tapi, ada satu hal lagi yang perlu dipastikan disini," lanjut Carlota.
"Satu hal lagi?"
"Ya, aku ingin kamu menandatangi perjanjian 2 rangkap. Hanya antara aku dan kamu."
"Perjanjian seperti apa yang Bu Carlota maksudkan?"
"Bahwa, apa yang terjadi antara dirimu dan Rangga tidak akan bisa berkelanjutan. Segala hal yang timbul setelahnya, aku dan Rangga tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab dalam bentuk apapun. Dan aku memintamu untuk mengundurkan diri dari sinetron itu untuk mengambil jarak dari Rangga. Jika ada pelanggaran di dalam hal-hal tersebut, kamu bersedia mengganti rugi 10 kali lipat dari jumlah yang kamu terima. Sebagai gantinya, aku sudah mempersiapkan beberapa job pemotretan dan iklan. Serta uang 1 miliar yang aku janjikan, tentu saja. Bagaimana? Apakah kita masih bisa memiliki kesepakatan?" tanting Carlota.
"Ya, kita memiliki kesepakatan," jawab Kayla dengan mantap. Bukan karena ia tidak memiliki ketakutan atas resiko yang bisa saja timbul. Hanya saja, untuk saat ini, Kayla benar-benar tidak memiliki pilihan.
"Bagus." Carlota menyerahkan berkas itu untuk ditandatangai Kayla.
Tanpa membaca kontrak itu dengan seksama, Kayla langsung saja menandatanganinya. Sangat percuma ia membaca kontrak itu atau tidak. Toh, jika ia menolak, itu berarti ia akan kehilangan uang 1 miliar untuk membiayai pengobatan ibunya. Dan pengobatan ibunya bukanlah hal yang bisa menunggu.
Sebuah cek, dengan nominal 1 miliar sudah disiapkan Carlota sebelumnya. Ia menyerahkannya pada Kayla, setelah memastikan Kayla menandatangi kontrak itu.
"Terima kasih," ucap Kayla menerima cek itu.
"Terima kasih kembali. Ingatlah, urusan ini hanyalah bisnis yang tidak berkelanjutan. Kamu paham maksudku, kan?"
"Ya, saya sangat paham. Saya akan menjaga jarak dari Bu Carlota ataupun Rangga. Tapi ...,"
"Tapi, apa?"
"Tapi, izinkan saya untuk mengetahui alasan mengapa saya harus memastikan jika Rangga tidak mengalami penyimpangan orientasi terhadap lawan jenis."
Carlota menghela napas lesu. "Sebenarnya ini hanya masalah keluarga. Aku ingin anak laki-lakiku satu-satunya itu, menikah. Seperti yang aku katakan padamu waktu itu. Ini hanya tentang melanjutkan keturunan. Aku tidak ingin menua dan mati sebelum aku melihat anakku menikah. Dan itu sangat mustahil untuk dilakukan jika Rangga ternyata mengalami penyimpangan orientasi terhadap lawan jenis. Bukan keinginan yang muluk, kan?"
"Ya, benar. Bu Carlota pasti sudah memiliki calon yang pas untuk Rangga."
"Tentu saja aku punya. Aku ingin Rangga menikah dengan wanita dari keluarga terpandang. Untuk menjaga reputasi keluarga dan popularitasnya."
"Hm, begitu. Saya sangat memahaminya."
"Latar belakang keluarga sangat penting bagiku. Aku tidak bisa membiarkan anakku salah memilih pasangan. Terutama pasangan dengan latar belakang orang tua yang broken home ..., hm, maaf aku tidak bermaksud menyinggungmu."
Kayla tersenyum. "Tidak masalah. Itu hal yang sangat wajar dilakukan oleh seorang ibu. Selalu ingin yang terbaik untuk anaknya."
"Terima kasih sudah mengerti."
Kayla mengangguk sembari tersenyum. Dalam hatinya ia tahu, kalimat ketidaksetujuan akan menantu dari keluarga broken home itu memberikan penekanan pada dirinya.
Sesingkat apapun hubungan cinta satu malam, tetap akan berkemungkinan untuk menumbuhkan sesuatu yang tidak terduga. Ketertarikan misalnya. Dan Carlota, sepertinya sudah mengantasipasi hal semacam itu.
Entah siapa wanita yang akan ditunjuk Carlota untuk mendampingi Rangga, Kayla tidak peduli. Baginya, yang terpenting adalah biaya untuk pengobatan ibunya. Dan Rangga bukanlah hal penting baginya. Rangga hanyalah laki-laki yang selengekan dan kurang memiliki tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Dan serupawan apapun Rangga, itu tidak akan mengubah persepsinya tentang laki-laki itu.