Cahaya matahari menerobos masuk ke celah-celah tirai, mengenai mata Kayla. Ia mengernyip pelan. Tidur nyenyaknya terganggu dengan cahaya menyilaukan itu. Perlahan, Kayla membuka matanya. Melirik ke samping dan menemukan Rangga masih terlelap dengan tubuhnya yang terbalut selimut. Untuk sesaat ia tidak menyadari apa yang sudah terjadi.
Pandang manik matanya masih berkeliling menatap sekitar. Ia merasa heran dengan pakaian dalamnya yang berserakan di atas lantai. Bola mata Kayla melebar begitu ia meraba tubuhnya sendiri yang tanpa busana.
"Haaaaaaah, aku melakukannya!?" sentak Kayla sambil mengintip tubuhnya dari balik selimut. Matanya terbelalak melirik Rangga yang masih terlelap. Ia membuka pelan selimut yang menutupi tubuh Rangga untuk memastikan.
"Ck! Sial!" decak kesal Kayla saat mengetahui tidak ada satu benang pun melekat pada tubuh teman laki-lakinya itu.
Kayla lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kasur, menengadahkan kepalanya sembari menarik napas panjang untuk mencari lebih banyak oksigen. Ruangan ber-AC ini terasa sesak. Misinya hanyalah pura-pura tidur berdua dengan Rangga, sehingga ia bisa mendapakan foto vulgar bersama laki-laki itu. Dan apa yang terjadi semalam, sepertinya bukanlah kepura-puraan.
Hal yang paling disesali Kayla adalah ... ini adalah moment pertamanya. Dan ia kehilangan hal itu oleh pria yang bahkan tidak ia sukai. Lebih buruknya lagi, ia tidak berkesempatan merasakan apapun ketika melakukannya.
Kayla berusaha memilah kembali memori di kepalanya, mengingat detail kejadian semalam, tapi tidak bisa. Ingatannya hanya sampai kepada saat dirinya dan Rangga yang saling menyalahkan baju yang dikenakan satu sama lain.
Wajah Kayla tampak panik. Ia menangkupkan kedua tangannya pada pipinya sendiri. "Bagaimana ini? Bagaimana ini, astagaaaa?!"
Kayla melirik kikuk ke arah Rangga. Ia membayangkan bagaimana benda panjang itu bisa menerobos miliknya yang masih tersegel. Mulutnya menganga tidak percaya. Ia merasa ingin menangis membayangkannya.
Kayla menggaruk cepat kepalanya yang tidak gatal. "Sialaaan! Jika aku tahu ini akan benar-benar terjadi, aku mungkin tidak akan menerima tawaran Bu Carlota."
Tiba-tiba Kayla menyadari sesuatu. Seketika ia menghentikan gerakannya. "Tidak, Kayla! Terjadi atau tidak, itu hanyalah selaput dara yang tidak berharga, Kayla! Ayo, sadarkan dirimu! Jika kamu tidak menerima tawaran Bu Carlota, keselamatan ibumu menjadi taruhannya. Ya, itu hanya selaput dara yang tidak berharga. Dunia sudah modern dan kehidupan sosial akan selalu dipenuhi dengan nafsu dan khilaf. Itu artinya, akan selalu ada pria di masa depan yang mampu menerimamu. Apapun kondisimu," ujar Kayla berusaha menasehati dan menenangkan dirinya sendiri.
Ia menarik napas panjang berulang kali untuk menenangkan perasaannya yang sempat panik. "Foto! Ya aku aku mengambil gambar sebelum Rangga bangun," kata Kayla bermonolog. Ia bergegas mengambil ponselnya di meja lampu tidur dan menyelesaikan misinya.
Perlahan Kayla menggerakan tubuhnya, mengisut turun dari ranjang. Ia ingin segera mandi dan pergi dari hotel itu sebelum ada orang yang mengetahui jika ia tidur satu kamar dengan Rangga. Namun, gerakan kakinya terhenti. Ia merasakan nyeri di pangkal pahanya.
"Shit!" Kayla kembali melirik ke arah Rangga.
Aku tidak tahu seberapa besar ukurannya, tapi ini menyakitkan. Apa memang ini efek yang wajar setelah melakukannya pertama kali? Ah, persetan. Aku harus pulang, batin Kayla.
Ia mencoba abai. Kayla tertatih memungut pakaiannya yang bertebaran di lantai, dan bergegas menuju ke kamar mandi. Sekaligus menunggu Rangga bangun. Ia ingin menanyakan apa yang terjadi sebenarnya sebelum ia pergi.
***
Kayla menyemprotkan banyak parfum ke bajunya. Menutup aroma wine yang masih tercium di baju bekas pakainya, sisa-sisa pesta semalam. Ia tidak terpikir untuk mengambil baju ganti kemarin. Kayla sebenarnya juga menyewa kamar Kelas Lunar di hotel yang sama. Hanya untuk berjaga-jaga jika misinya gagal.
Kayla sudah memesan sup pereda pengar serta beberapa vitamin B kompleks untuk membantu Rangga meredakan efek yang biasa timbul setelah mabuk. Penat Kayla menunggu Rangga bangun. Ia menyerah. Ia akan menanyakannya lain waktu. Dengan cepat Kayla memakai sepatunya dan melangkah menuju ke pintu keluar kamar itu.
"Mau kemana?"
Suara pria yang melempar tanya itu menghentikan langkah kaki Kayla. Kayla mendesah napas panjang lega sebelum menengok kebelakang dan menghampiri Rangga. Ia kembali mendatangi Rangga. Tanpa basa-basi Kayla mengambilkan segelas air putih dan 2 tablet vitamin yang sudah ia siapkan. Kemudian memberikannya pada Rangga. Ia membutuhkan laki-laki itu agar cepat sadar untuk menjelaskan apa yang terjadi semalam.
"Minumlah. Ini bisa meredakan pusing."
Rangga menatap wajah Kayla, sementara tangannya menerima obat dan segelas air putih dari Kayla.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Kayla. Ia tidak mau terbawa suasana karena tatapan Rangga yang memiliki banyak definisi emosi.
Rangga menggelengkan kepalanya dan meminum tablet yang diberikan oleh Kayla. Usai meneguk tablet vitamin itu, Kayla menyerahkan nampan dengan semangkuk sup daging rempah pereda pengar untuk Rangga.
"Makanlah," perintah Kayla.
Rangga tersenyum menuruti perintah Kayla. Ia menyukai perempuan yang cepat dalam mengambil keputusan dan penuh inisiatif. Rangga bukanlah sosok yatim piatu, tapi sejak kecil ia merasa hidup seperti anak yatim piatu yang haus kasih sayang. Perhatian kecil berupa semangkuk sup dan vitamin seperti ini saja, sudah bisa meluluhkan hatinya.
Meskipun, itu tidak berarti apapun bagi Kayla. Sejak kecil, Kayla sudah terbiasa dengan segala kemandirian. Ia harus merawat ibunya yang sakit-sakitan dan membiayai kuliah adiknya, semenjak ayah dan ibunya bercerai. Keadaan membuatnya dewasa lebih cepat.
Tiba-tiba Rangga mengulurkan satu sendok suapan sup ke arah bibir Kayla. "Makanlah bersamaku."
Kayla menggelengkan kepalanya. Ia belum berselera makan pagi ini.
"Hhhh, ya sudah." Rangga melanjutkan sarapannya.
"Ga, semalam apa yang terjadi?" tanya Kayla.
Rangga mengangkat nampan di pangkuannya dan mengintip tubuhnya sendiri dari balik selimut.
"Aku tidak berpakaian. Aku rasa kita semalam melakukannya," jawab Rangga dengan entengnya dan kembali melanjutkan sarapannya.
"Kamu tidak mengingat apapun?"
"Ingat. Sedikit. Kenapa memangnya?"
"Kamu tidak memakai pengaman?"
"Kalau itu aku tidak ingat."
Kayla menghela napas panjang dengan wajahnya yang tampak lesu seketika. Ia ingat betul, minggu lalu tamu bulanannya baru saja mengakhiri kunjungan. Dan itu artinya kali ini ia berada dalam masa subur.
"Kenapa memangnya?" tanya Rangga.
"Aku benci melakukan hal yang tidak dapat aku ingat."
Rangga tersenyum lebar. "Aku tahu maksudmu. Bagaimana jika kita melakukannya lagi? Ketika kamu dan aku sama-sama sadar seperti ini. Pasti akan ada kenikmatan yang bisa diingat."
"Sembarangan kamu kalau bicara. Aku tidak berharap kita melakukannya semalam. Kamu seniorku. Bahkan, aku sempat berpikir jika gosip itu benar," tukas Kayla lalu memutar bola matanya.
"Sudah aku bilang, aku bukan gay. Kenapa dengan semua orang ini?! Ck!"