Tang Qian sejak kecil selalu berpikir bahwa tidak ada yang namanya 'keberuntungan' yang bertahan selamanya. Ia tidak percaya pada takdir dan menganggap bahwa apapun yang terjadi dalam hidup merupakan hasil dari apa yang dikerjakan. Tang Qian kehilangan ayahnya karena sakit keras, keluarganya terlalu miskin untuk membawa pria itu ke rumah sakit. Kemudian ibunya sangat suka berjudi, mereka tinggal di unit apartemen sempit dengan dinding yang tipis berharga sewa murah. Tang Qian kecil lebih sering diurus oleh tetangga yang baik hati, merasa iba padanya. Jika tidak ada kebaikan dari orang lain, Tang Qian mungkin sudah mati kelaparan sejak usianya delapan tahun.
Ia kemudian pergi ke universitas yang tidak terlalu bagus, uang kuliah yang ia kumpulkan susah payah sebagai kurir pengantar barang dirampas oleh ibunya, mau tidak mau Tang Qian menempuh pendidikan di universitas kecil.
Setelah lulus, hidupnya juga tidak lebih mudah ia kesulitan mendapatkan pekerjaan. Satu tahun bekerja apa saja asalkan ia bisa makan dan memberi uang pada ibunya, sampai pada akhirnya Tang Qian berhasil menjadi seorang guru. Pada titik ini Tang Qian menyadari bahwa ia tidak sendirian, ia memiliki murid-murid yang ia sayangi dan rekan kerja yang cukup baik. Tang Qian bahagia dengan pekerjaannya, ia tidak pernah merasa sesenang ini di dalam hidupnya.
Tapi sepertinya Dewa tidak ingin melihatnya terlalu lama bahagia, pada tahun ke-3 dirinya mengajar Tang Qian terlibat kecelakaan bus. Ia terjebak di dalam bus setelah berusaha mengeluarkan seorang anak kecil yang sekarat, ia merelakan dirinya untuk mati. Jika diingat kembali, Tang Qian tidak akan merasa menyesal. Setidaknya ia hidup berguna bagi orang lain.
"Tang Qian… Tuan Tang Qian…" Suara lembut itu bagaikan harmoni yang menenangkan jiwa, Tang Qian perlahan-lahan membuka matanya, ia sedikit menyipit berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menembus retina matanya. Itu sangat terang, tetapi tidak menyakiti mata. Cahaya yang terang dan hangat, begitu lembut membuat Tang Qian bisa mempercayai bahwa ia berada di tempat yang baik.
Dihadapan Tang Qian duduk seorang pria, ia memiliki rambut hitam panjang yang diikat tinggi. Wajahnya halus, seperti batu giok murni yang jangan sampai tergores. Ketika pria itu tersenyum, lesung pipinya muncul menambah ketampanan dalam dirinya. "Kau sudah bangun."
"Dimana aku?" Tanya Tang Qian, ia mengerutkan dahinya karena pertanyaannya seperti pemeran serial cantik yang mengalami amnesia.
"Akhirat. Ah, tidak, tapi ada di Pusat Administrasi. Perkenalkan, namaku Xie Junmei."
"Aku sudah mati?" Tanya Tang Qian dengan suara gemetar.
Xie Junmei mengangguk lugas, tanpa keraguan sedikitpun.
Tang Qian memandangi sekeliling, terdapat banyak rak buku yang sangat tinggi hingga Tang Qian tidak bisa melihat bagian atasnya. Rak buku itu dipenuhi oleh buku-buku dengan berbagai nama. Sepertinya ini adalah tempat penyimpanan arsip para arwah.
Aroma pinus membuat pikiran Tang Qian sedikit rileks, ia melemaskan ototnya yang sempat tegang. Tang Qian dengan cepat beradaptasi dan menerima bahwa dirinya sudah meninggal, sikap yang sangat tenang membuat Xie Junmei cukup puas.
Xie Junmei mengeluarkan buku tebal dan satu kantong yang tampak kuno, ia meletakkannya di atas meja dengan hati-hati. Xie Junmei mengambil kacamata bulatnya.
"Maaf usiaku sudah 800 tahun, pandanganku agak kabur." Xie Junmei meringis pelan, ia tersenyum malu pada Tang Qian.
"Apa kau Yu Huang Da Di¹?" Tanya Tang Qian penasaran.
Buku di tangan Xie Junmei hampir tergelincir jatuh ketika mendengar pertanyaan itu, ia dengan cepat menggeleng layaknya Rattle Drum. Bedanya Xie Junmei tidak mengeluarkan suara berisik.
"Tidak! Tidak! Aku hanya malaikat maut biasa!" Xie Junmei segera mengoreksi.
"Oh, maaf."
"Tidak masalah." Xie Junmei diam-diam menyeka keringat dinginnya. Ia membersihkan tenggorokan melalui deheman halus, Xie Junmei dengan serius mulai membaca akumulasi pahala Tang Qian selama ini. "Memberikan makanan pada kucing liar secara rutin, beramal pada beberapa kuil dewa, menyumbangkan penghasilan untuk donasi panti asuhan, donor darah rutin, membantu orang tua, selalu bersikap sabar dan hati-hati, menyelamatkan nyawa seorang anak, menyumbangkan beberapa organ tubuh."
Tang Qian tidak pernah mengingat-ingat kebaikan yang ia lakukan, ia melakukan semua itu karena menyukainya dengan membantu orang lain Tang Qian merasa bahwa hidupnya terasa lebih lengkap. Ia sama sekali tidak tahu bahwa semua itu akan dicatat dan memberinya pertolongan kelak.
"Semuanya sangat bagus, murni. Sudah 200 tahun sejak aku menemukan jiwa seperti ini." Selama beberapa ratus belakangan ini Xie Junmei harus menghadapi jiwa-jiwa yang berdosa, semakin berkembangnya zaman maka moralitas semakin merosot. Xie Junmei menyeka air matanya dengan sapu tangan yang tiba-tiba muncul, membuat Tang Qian mengedipkan matanya kebingungan. Ia sangat terharu, ternyata orang baik masih ada meskipun jarang. "Ini adalah buku rekening perolehan pahalamu dan dalam kantong ini adalah batu arwah, ini dikonversikan dari pahalamu selama ini dan menjadi bekal untuk memulai hidup di dunia bawah."
Tang Qian menerima kantong itu, cukup berat. Ia mengintip ke dalamnya, Tang Qian melihat ratusan batu kecil dengan warna sapphire yang berkilauan dengan indah.
"Karena kau adalah pelanggan VVIP maka-"
Kringg
Telephone tua keluaran tahun 1930-an berbunyi dengan nyaring, tetapi Xie Junmei sudah bertekad untuk menjadi tour guide bagi jiwa VVIP ini ia mengabaikan panggilan yang masuk.
"Kau akan mendapatkan bonus liburan selama lima tahun di dunia bawah, kau mendapatkan free pass untuk pergi ke alam manusia dan-"
Kringgg
Telephone tua kembali berdering dengan lebih sengit, jika telepon ini bisa berjalan mungkin ia sudah melemparkan dirinya dengan tidak sabar pada Xie Junmei.
"Lebih baik kau mengangkatnya?" Saran Tang Qian.
Xie Junmei memiliki pendirian yang sangat gigih, ia tetap bertahan untuk tidak menjawab panggilan itu.
"Kau bisa secepatnya masuk ke roda reinkarnasi, kami menjamin kau akan terlahir dengan nasib yang baik-"
Kringggg
Empat persimpangan muncul di dahi Xie Junmei, ia dengan marah meraih ganggang telephone seperti hendak meremukkannya.
"Apa? Apa? Apa?! Tidak bisakah kau jangan mengganggu di saat penting seperti ini?" Xie Junmei meledak marah.
'Hoo, jadi begini caramu berbicara padaku? Hah?! Anak nakal!'
Wajah Xie Junmei seketika memucat ketika mendengar suara dalam dan serak itu, ia menggigil seperti diterpa angin badai pertengahan Desember.
"Y-Yang Mulia…" Xie Junmei terbata-bata, ia bergerak gelisah. Tang Qian memilih tidak bersuara, ia membiarkan Xie Junmei menyelesaikan urusannya.
Ia bisa melihat Xie Junmei tampak ingin menangis, gestur tubuhnya menjadi tegap dan hormat seperti lawan bicaranya kini tepat berada di hadapannya. Kemarahan yang tadinya meledak kini mau tidak mau harus ditekan sebaik mungkin di dasar hatinya, Xie Junmei hanyalah makhluk kecil tanpa daya.
Beberapa menit kemudian Xie Junmei selesai, ia meletakkan gagang telepon dengan hati-hati dan menepuk dadanya sendiri. Menghela nafas berulang kali.
"Apakah kau masih bernafas?" Tanya Tang Qian penasaran.
"Sebenarnya tidak. Hanya efek dramatis." Xie Junmei berkata ringan. Ia kemudian menatap Tang Qian dengan serius. "Aku harus menyampaikan sesuatu padamu."
Tang Qian menaikkan salah satu alisnya.