"Ada acara apa mbak ke Hyatt?" tanya supir Taksi online membuka pembicaraan kepadaku.
"Ada seminar mas" jawabku asal.
"Ooo seminar.. Seminar tentang apa mbak?" tanya lagi agak penasaran dan sok pengen tahu.
"Seminar tentang makanan mas" jawabku sembari bermain handphone melihat-lihat reel yang seru di akun instagramku.
"Ooo gitu.. Mbaknya Koki?" Tanyanya lagi.
"Iya" jawabku tanpa terlalu memperhatikan apa yang dia tanyakan.
"Wah jago masak ya berarti mbaknya?" tanyanya lagi penuh antusias kepadaku yang sebenarnya malas untuk meladeni pembicaraannya.
"Nggak mas.. Makasi" jawabku asal bicara kembali.
"Lho.. Kok mbaknya koki tapi ga jago masak gimana si mbak? Saya jadi bingung.." Supir taksi online itu menjadi bingung dengan pernyataanku yang saling bertentangan satu dengan lainnya.
"Hah.. Gimana mas? Gimana?" Aku yang sadar kalau ngomongku uda kacau dan karena ga enak hati akhirnya menanggapi tanggapan dari supir itu.
"Iya.. Mbaknya kan bilang mau ke seminar masak, dan mbaknya koki tapi kok bilang ngga bisa masak. Kan saya jadi bingung." ujar supir taksi online itu menerangkan apa yang dia dan aku bicarakan sebelumnya dan apa yang dia bingung dari pernyataanku dengan penuh kesabaran.
"Ooo.. Maksud saya, saya memang koki, dan saya ngga jago- jago amat masak yang akan kebetulan akan jadi topik seminar, makanya saya ikut seminar itu. Maaf ya mas saya kurang konsentrasi karena sedang menghapal menu masakan" aku menjelaskan kebohonganku dengan kebohongan lain dan memberi alasan kenapa aku jawab agak asal karena lagi konsentrasi menghapal padahal aku sedang main instagram.
"Begitu rupanya. Ga apa- apa mbak, saya yang minta maaf karena telah mengganggu mbak belajar." ujar Supir itu meminta maaf dengan sopan setelah mendengar penjelasanku sembari menyupir mobil.
"Ah ngga kok mas.." ujarku berusaha ramah.
"Iya mbak.. Ya sudah mbak lanjut aja belajarnya, saya ga ganggu lagi, nanti mbak kasian seminarnya sia- sia kalau ga belajar dahulu" ujarnya dengan ramah.
"Terimakasih mas atas pengertiannya" ujarku sembari melanjutkan menyibukan diri dengan bermain instagram.
Tak terasa 20 menit perjalanan dari kostan Anton ke hotel Hyatt telah terlewati, dan aku pun sudah sampai di lobi hotel Hyatt untuk menemui 'papi' yang menungguku di hotel.
"Sudahnya sampai mbak.. Di cek lagi barangnya, jangan ada yang ketinggalan ya mbak. Mohon dibantu bintangnya ya mbak. Terimakasih" ujar supir taksi online yang mengantarku.
"Oke mas.. Terimakasih." ujarku sembari membuka pintu hendak turun dari taksi online yang mengantarkanku ke hotel Hyatt.
"Sama- sama mbak." ujar supir itu sembari tersenyum.
Aku masuk ke dalam hotel sembari menuliskan pesan ke papi via whatsapp [Papi chayang.. Aku sudah sampai di lobi. Aku pergi kemana ni?]
[Papi sudah ninggalin kunci di resepsionis, ini papi masih sama klien papi, kamu ke atas aja dulu bebersih dan makan dulu pakai 'room service' di kamar, papi nyusul paling lama 1 jam lagi. Bilang aja kunci kamar 917 ya.] jawab papi melalui whatsapp 1 menit setelah aku mengirimkan pesan.
[Kay Pi] jawabku sembari berjalan ke meja resepsionis untuk mengambil kunci kamar hotel si papi.
"Selamat siang. Saya Andrian, selamat datang di Hyatt Hotel. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya mas-mas resepsionis hotel Hyatt yang bernama Andrian sembari memberikan senyuman yang sangat manis.
"Iya mas.. Saya mau ambil kunci kamar 917 yang dititipkan disini" jawabku memberitahu tujuanku kepadanya.
"Baik.. Maaf, izin dengan nona siapa?" tanyanya sembari mengetik sesuatu di komputer yang tersedia di depannya.
"Citra." jawabku singkat.
"Citra Andini?" tanya mas- mas Resepsionis itu menyebut nama panjang aliasku.
"Ya betul" ujarku sembari tersenyum.
"Baik mbak Citra, ini kunci kamar 917, kamar dari bapak Satrio Angkasa" ujar masnya sembari menyerahkan kunci kamar 917 milik papi Satrio, gadunku.
"Terimakasih mas" ujarku seraya mengambil kunci berbentuk kartu elektrik kamar 917
"Kembali kasih mbak" jawabnya sembari tersenyum.
"Oh iya mas, kamar mandi umum didekat sini dimana ya?" Aku tiba- tiba terasa ingin kencing yang tidak tertahankan.
"Oh dilorong depan itu mbak" ujar mas- mas Resepsionis menunjukan arah kamar mandi terdekat sembari menunjukan arah tepat posisi dari kamar mandi.
"Oke. Terimakasih atas petunjuknya mas" ujarku kepada resepsionis yang aku tanya sembari berjalan agak cepat agar aku tidak mengompol dicelana.
‐-------
Aku segera membuang hadas kecilku sesampainya di toilet, rasa lega sudah kudapatkan setelah kebutuhan mendesakku tersalurkan.
Setelah membersihkan diri aku keluar dan menata ulang rambutku dan 'meretouch' makeup-ku didepan kaca kamar mandi. Dari arah pintu toilet keluarlah seorang wanita cantik berusia kisaran usia pekerja awal yang sepertinya baru selesai membuang hajat besarnya.
"Cindy?!" Seru wanita itu mengagetkan ku yang rupanya adalah ibu Fani yang merupakan dosen muda di tempatku kuliah.
"Eh ibu.. Selamat pagi bu" ujarku berbalik badan menghadapnya dan memberi salam dengan sopan.
"Ngapain kamu disini?" tanya bu Fani ramah kepadaku.
"Ini bu, ada sepupu dari daerah yang ada urusan ke Jakarta dan menginap disini. Tadi pagi doa menelepon minta diantar keliling Jakarta kalau saya sudah selesai kuliah" ujarku menjelaskan dengan alasan palsu maksud kedatanganku di hotel Hyatt.
"Oh begitu rupanya. Kamu sudah selesai kuliah? Oh iya dosen- dosen pengajar semua pada kesini ya karena ada simposium. Hahaha.." ujar bu Fani bertanya namun ia sendiri yang menjawab.
"Hehe.. Iya bu.." jawabku tersenyum agak ga nyaman dan ga enak dengan situasi canggung ini.
"Oke baiklah, lanjut saja dengan kegiatanmu, silahkan" ujar bu Fani mempersilahkan aku untuk melanjutkan apa yang mau aku lakukan.
"Terimakasih bu, saya pergi duluan.. Permisi" ujarku yang segera berjalan cepat keluar dari kamar mandi untuk segera menuju lift karena takut ketemu dengan dosen- dosen lainku diHyatt.
Aku segera naik lift dan menekan tombol lantai 9 dengan perasaan cemas takut bertemu dengan orang- orang yang kenal denganku. Sesampai di lantai 9 aku segera berlari kecil menuju ke kamar 917 sesuai petunjuk di tembok.
Perasaanku agak lega setelah aku berada di kamar lalu ak segera melompat ke ranjang untuk menenangkan diri. Setelah berbaring selama 10 menit aku merasa lebih tenang, dan aku menengok ke semua arah memperhatikan isi kamar gadunku.
Aku baru menyadari kalau dilaci samping ranjang ada amplop berisi uang seratus ribu sebanyak 30 lembar dan sebuah memo kecil dari papi Satrio.
'Cindy sayang.. Papi nyelesaikan dulu kerjaan di ballroom sampai sekitar jam 18.00 ya. Kamu makan dan istirahat dulu saja, nanti saya ke sana.' begitu isi dari memo itu.
Aku melihat jam di lenganku yang masi menunjukan pukul 13.30 siang, masi ada 5.5 jam lagi. Waktu selama itu pasti bosan kalau menunggu hanya menonton televisi, kalau jalan- jalan ke mall aku sedang tidak mood gara- gara 'ulah' Anton dikostan.
Akhirnya aku memutuskan untuk memesan layanan service kamar untuk makan, dan setelah memesan kentang goreng serta jus Mangga aku melihat brosur layanan pijat dikamar. Kebetulan badanku agak pegal-pegal dan memang aku suka di pijat sehingga aku memutuskan untuk memesan terapis via telepon kamar.
"Halo layanan pijat hotel, ada yang bisa saya bantu?" tanya suara seorang perempuan di ujung saluran telepon yang mengangkat panggilan telepon dariku.
"Iya mbak, saya mau pesan satu terapis untuk memijat ayah saya di kamar, apakah bisa?" ujarku.