Chereads / Wanita Club' Malam / Chapter 11 - Apa Jaminannya Bila Kamu Tak Berbah

Chapter 11 - Apa Jaminannya Bila Kamu Tak Berbah

Terasa semakin gila rasanya dengan perjodohan yang membuat otak Bryan tak mampu berpikir dengan jernih, dan makin hari sikap posesif Amora pun tampak dengan jelas dengan berbagai macam larangan konyol hingga membuat lelaki tersebut tak ingin kembali ke rumah bila pada akhirnya hanya bertemu dengan Amora. Tidak tau lagi, bagaiamana konsep pemikiran kedua orang tuanya hingga tak pernah mempertimbangkan akan perjodohakan ini dengan orang yang tak pernah dirinya cintai.

"Saa, gimana kalau kamu pindah ke apartemen saja?" ujar suara pada tengah heningnya makan siang.

"Hah?" mata menatap asal suara tersebut dengan nada terkejut.

"Kenapa kamu bilang seperti itu, apa tempat tinggalku sudah tak layak lagi?" dengan kening mengkerut.

"Ehh, bukan begitu maksud aku. Kan kalau kamu pindah ke apartemen nggak ada lagi yang reseh kalau aku nginep disana," jelasnya dengan nada yang lembut sambil tersenyum.

"Enggak!! Aku akan tetap disana, kalau pun di apartemen itu mahal, uangku cukup untuk makan dan kebutuhan Sindy sehari-hari," terang wanita tersebut dengan nada yang tegas.

Jika pun tinggal di apartemen yang ada semua temannya akan tau dan hal itu termasuk masalah baru. Dan kehadiran Bryan dalam kehidupnnya dapat di jadikan alasan permasalah itu muncul.

"Ya kamu saja, yang mulai sekarang jangan temui aku. Lagi pula ada calon istri kamu, kalau dia tau gimana perasaannya," dengan nada yang ketus.

"Elinaa, sudah berapa kali aku jelaskan. Kalau aku tidak akan pernah menerima perjodohan itu bahkan aku juga tidak pernah memiliki rasa suka dengan Amora,"

"Bryaannn, sini aku jelaskan yaaa. Seiring berjalannya waktu, jika kalian berdua sering bertemu, bertukar cerita dan adaptasi dengan sifat masing-masing pasti bakalan timbul rasa kok. Percaya deh sama aku," jelas Elina, dengan wajah yang tegar. Meskipun saat menjelaskan hal itu pada Bian hatinya terasa tersayat.

"Dan sayangnya aku tidak ingin melakukan hal itu," perlahan mulai meraiih tangan Elina yang berada di atas meja. "Aku hanya ciiii--," segera Elina raih tangannya kembali dan mengalihkan pembicaraan.

"Aku sudah kenyang, apa kita bisa pulang sekarang. Kalau di lihat orang nggak enak juga dehhh," ucap Elina, dengan nada sedikit gugup namun, berusaha untuk tegar.

"Tapi, aku belum selesai bicara Isa," dengan pandangan yang terangkat ketika melihat Isa sudah berdiri

"Kamu mau pulang atau tidak. Jika masih ingin disini maka, aku akan pulang lebih dulu," putusnya dengan segera membalikan tubuh dan berjalan meninggalkan Bryan yang masih duduk di kursi.

Elina merasa sangat paham kalimat apa yang akan di katakan oleh Bryan, maka dari itu ia tak ingin sampai ucapan itu di dengar oleh kedua telinganya. Akan terasa sangat menyakitkan sekali akan perasaan calon Bryan bila sampai dia tau calonya menyatakan cinta pada dirinya.

"Tahan diri Elina, jangan sampai lu jatuh hati dengan Bryan. Kasihan dengan calonya, lu juga sebagai wanita mesti paham bagaimana perasaan wanita yang di khianati," ujarnya dalam hati, berusaha untuk menyadarkan diri agar tak terlalu terbawa oleh suasana dengan apa yang di katakan oleh lelaki tersebut.

"Elinaaa!! Tungggu, jangan tinggalin aku, kita pulang bareng," teriak Bryan sambil mengejar langkah gadis tersebut yang amat cepat.

"Huh! Kacau kalau sudah begini padahal sedikit lagi, kenapa dia malah begitu sih," dengusnya sambil masuk ke dalam mobil agar langkah Elina dapat kekejar.

*Tinnnn!!!

"Ayo masuk, kita berangkat bersama pulang pun juga harus bersama," "Tinnnnn," dengan terus mengklakson tanpa henti, hingga wanita tersebut masuk ke dalam mobilnya.

*Brakkk,,"

"Sudah, ayo anta raku pulang nanti malam juga harus kerja," dengan kalimat yang ketus. Hingga membuat Bryan yang berada di sisinya merasa tercengang hingga tak paham lagi akan wanita yang ada di sampingnya ini.

"Apa kamu sudah gila, sayang. Kejadian malam itu apa tidak membuat kamu merasa kapok?" satu alis terangkat, sambil menatap Elina.

"Itu hanya keteledoran aku saja, sudahlah fokus saja menyetir jangan pikirkan aku," dengan pandangan lurus, hingga kedua matanya tak ingin menatap Bryan yang sejak menatap dirinya.

"Elina" perlahan tanganya meraih tangan gadis tersebut.

"Ada apa denganmu, jangan seperti ini," mohon Bryan.

"Bian, sudahlah. Lakukan saja apa yang aku minta,"

"Tapi, aku minta jangan seperti ini. Hanya dengan kamu aku merasa nyaman dan meluapkan akan beban yang selama ini aku pikul,"

"Apa kamu tidak mendengarkan apa yang aku katakan saat ini,"

Bian tak menyangka dengan sikap Isa yang berubah menjadi seketus itu. Hingga bingung apa yang salah dari dirinya setiap kalimat yang terucap pun selalu di jaga agar tak membuat wanita tersebut merasa kesal.

Dalam perjalanan menuju ke kontrakan tak ada kalimat yang keluar dari mulut keduanya. Namun saat Bian akan mengikuti langkah Isa masuk ke dalam kontrakan sebuah kalimat pun terucap "Ettssss, kamu mau ngapain?" dengan tatapan sinis.

"Ya mau masuk istirahat. Aku lelah,"

"Lebih baik kamu pulang saja, mungkin kedua orang tua kamu sedang menunggu,"

"Kok kamu berubah sih? Ada apa dengan kamu?" herannya.

"Tidak ada yang berubah dariku, mulai detik ini aku hanya ingin menjaga jarak denganmu. Karena, tak enak rasanya bila harus berdekatan terus dengan pacar orang," jelas Isa, dengan wajah yang tegar

"Hentikan ucapan omong kosong ini Elinaaa!! Aku muak mendengarnya," sentak Bryan, dengan nada yang tinggi.

Tak ingin berdebatannya di dengar tetangga kontrakan Bryan pun mengajak Elina masuk ke dalam lalu mengunci pintunya rapat-rapat.

"Kenapa kamu jadi marah seperti ini? Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar dan ini memang harus kamu lakukan," jelas Elina, dengan nada yang lembut.

Ketika mendengar nada kasar Bian, hati Elina merasa terkejut. Selama bersama dengan lelaki ini, dia sama sekali tak pernah menggunakan nada kasar sedikitpun.

"Aku mohon banget sama kamu jangan pernah membahas soal Amora ketika kita bersama karena, perasaan ini tidak akan pernah ada untuk dia," sambil mengusap pipi kanan Elina.

"Tapi, apa kamu tidak pernah sedikitpun berpikir bagaimana perasaan dia dengan kelakuan kamu saat ini. Dan mungkin dia memang yang terbaik untuk kamu Bian, sudahlah apa yang kamu tnggu lagi," jelasku, dengan menatap mata Bian.

"Kamu,"

"Aku?" dengan kening mengkerut tak paham.

"Iya alasan kamu. Aku sayang kamu Isa, cobalah pahami, apa kamu tidak pernah merasa dengan segala perhatian yang aku berikan,"

"Bian, coba kamu sadar. Kita berdua ini bagaikan langit dan bumi. Kemungkina bersatu itu hanya sedikit banyak sekali perbedaan di antara kita," jelasku, berusaha untuk menahan air mata agar tak turun di hadapan lelaki tegar ini.

"Tidak ada yang tak mungkin, akan aku usahkan kita bersatu,"

"Lalu apa jaminannya kamu tidak akan pernah berubah?"