Chereads / Wanita Club' Malam / Chapter 17 - See You, Calon Ibu Dari Anak-Anakku

Chapter 17 - See You, Calon Ibu Dari Anak-Anakku

Menjaga Elina hingga keadaan membaik adalah suatu kewajiban bagi Bryan yang harus dirnya jalani. Bagi lelaki itu tak aka nada lagi yang mau merawat gadis 19 tahun ini. Bahkan keluarga pun hanya mementingkan kebahagian sendiri. Hingga anak pun terlantarkan, mengorbakan tak pulang ke rumah berhari-hari bukanya menjadi masalah serius bagi Bryan. Karena, ia juga sudah menduga-duga bila pulang maka Amora yang akan menguasai hidupnya dengan segala pertanyaan yang menjengkelkan.

Bryan selalu memegang teguh keputusannya bila jalan hidup ini hanya dirinyalah yang berhak memilih termasuk akan hidup dengan siapa nantinya.

"Apa kamu tidak ada niatan untuk pulang ke rumah?" tanya Elina, menatap Bryan yang sejak tadi menyuapinya makanan.

"Jika kamu sudah sehat, aku akan pulang," jawabnya, tersenyum. Lalu melanjutkan gerakan tangannya untuk menyuapkan nasi ke mulut Elina. "Aku sudah sehat, keadaanku saat ini sudah sangat baik sekali," sela gadis tersebut, sembari menghentikan tangan lelaki ini.

"Itu menurutmu, tidak denganku," ujar Bryan, sambil mengaduk-aduk bubur. "Bagaimana kalau kamu pindah ke apartemen saja?" lanjut Bryan.

"Sudah berapa kali aku katakan, aku ingin tinggal disini saja, lagi pula kontrakan ini sudah lebih dari cukup," keluh Elina, kesal akan tawaran Bryan yang terus menerus meminta dirinya agar pindah ke apartemen.

Bukan hanya budget yang membuat Elina berpikir 2 kali namun, juga Bryan yang pastinya akan selalu memberikan uang pada dirinya untuk membayar apartemen. Karena, dengan gajinya saja tak cukup untuk membayar semua itu.

"Tapi, disana lebih nyaman dan kamu tidak akan mendapatkan tetangga yang menyebalkan dan reseh,"

"Selagi acuh dan bodo amat, tak akan menjadi masalah," jawab Elina santai, karena ia akan kekeh dengan keputusannya tak akan mengikuti yang menjadi permintaan Bryan.

"Emm, Bryan," panggil Elina dengan nada lirih, sambil memainkan kedua tangannya.

"Iya bagaimana? Apa kamu menginginkan sesuatu?"

"Eee-ee, bagaimana hubungan kamu dengan Amora, bukannya lebih baik saat ini kita jaga jarak ya? Aku hanya tak ingin disebut sebagai pelakor," ucap Elina dengan nada lembut, meski hatinya sedikit ragu untuk mengatakan hal ini harus tetap di katakan jika tidak hanya akan menimbulkan tanda tanya pada pikirannya selama ini. "Kamu kenapa tanya seperti itu?" satu alis terangkat, dan sedikit lebih mendekati gadis tersebut.

"Ya hanya sebatas bertanya, aku merasa tak enak dengan Amora. Dan bagaimana jika, dia tau bila calon suaminya dekat dengan wanita murah seperti aku ini,"

"Hussttt, jangan berkata seperti itu. Kamu ini wanita baik-baik, hanya pekerjaan kamu saja yang kurang baik," sambung Byan, ucapan Elina seringkali membuat hatinya merasa kesal hingga tak ingin mendengarkan perkataan seperti itu.

"Isa, kamu harus percaya jika aku hanya mencintaimu. Bahkan aku rela melakukan hal apapun, agar kamu percaya sayangku ini tak pernah main-main," jelasku, berusaha membuat gadis di depan mataku ini yakin akan hal ini, dan diriku tak ingin jika sampai kehilangan Elina.

"Kita ini terlalu rumit untuk bersatu, bahkan perbedaan sudah terlihat dengan jelas. Orang tua kamu utuh, kamu punya segalanya, bahkan image keluarga kamu pun sangat baik. Tapi, aku apa hanya butiran debu yang di terpa angina pun sudah menghilang," dengan mata berkaca-kaca, Isa menjelaskan hal ini.

"Emuachhh," satu kecupan mendarat pada kening Isa.

"Isa, kamu tak perlu sedih. Masih ada aku disini yang akan selalu menjaga kamu," sambil menghapus air mata yang turun.

Betapa sakitnya hati bila membayangkan hidupnya tak seindah anak-anak di luaran sana, mendapatkan perhatian penuh dari orang tua. Dan selalu memberikan support yang terbaik untuk anak-anaknya.

"Habiskan makanannya, setelah itu kita jalan keluar," sahut Bryan, tersenyum.

"Kita mau kemana? Kamu harus pulang, yang ada mama akan semakin curiga dengan kamu. Dan aku tak ingin menjadi penghancur keluarga kamu," elak Isa, dengan mengepalkan kedua tanganya, begitu memohon pada Bryan agar pulang. 2 hari tak pernah pergi dari kontrakannya, termasuk hari yang lama bagi orang tua yang begitu khawatir terhadap keadaan anaknya.

"Oke, aku akan pulang, tapi dengan satu syarat,"

"Apa itu?"

"Kamu harus pindah ke apartemenm, bagaiamana?"

"Kamu jangan gila deh, untuk makan sehari-hari saja aku masih sulit apalagi pindah ke apartemen,"

"Aku yang akan menanggung semuanya, kamu jangan khawatir. Bagaimana apakah kamu setuju dengan dengan tawaran ini?" tanya lelaki itu.

Hanya dengan cara begini, ia dapat memaksa Isa agar mau pindah ke apartemen. Dan mendapatkan semua fasilitas yang layak termasuk tak aka nada lagi tetangga yang menyebalkan.

"Kamu kepala batu banget sih?" dengus Elina, bingung keputusan apa yang akan ia pilih. Karena, bergantung pada lelaki apalagi, Bryan bukanlah pacarnya ialah hal yang tak pantas bagi Isa. Banyak argumen yang akan di datangkan pada dirinya bila tau ia bergantung hidup pada seoarang Bryan Sandavid.

"Kamu pulang dulu deh, aku masih mau mikirin,"

"Aku butuh jawaban kamu sekarang juga, jika ia esok kita akan langsung pindahan,

"Hah! Gila kamu ya?" sontak Isa, dengan ucapan Bryan yang sangat mengejutkan dirinya.

*Tlitttttt,,,

Dalam suasana yang menegangkan suara ponsel pun berdering, "Ponsel kamu tuh berdering," lirik Elina kea rah meja yang ada di sampingnya.

"Biarin ah, palingan juga mama yang tanya aku kapan pulang," dengan nada santai, dan menaruh mangkuk ke meja.

"Ya dijawab gih, kamu mau pulang sekarang. Pasti saat ini mama khawatir banget sama kamu Bryannnnn," dengan suara yang geram, ketika mengucapkan nada lelaki tersebut.

"Kamu jawab dululah, iya atau nggak mau pindah ke apartemen,"

"Huhh! Oke aku turuti apa yang menjadi keinginan kamu. Tapi, jangan sampai semua orang tau kalau kamu yang membelikan apartemen itu untuk aku, jika sampai hal itu terjadi maka keputusanku ini untuk pindah batal," jelasnya.

"Oke tuan putri, siappp," nada bahagia mengiringi wajah Bryan.

"Emmm, gemesss banget dehhh," sambil mencubit kedua pipi Isa. "Kalau begini, aku tambah sayang, emuachhhh," mendaratkan sebuah ciuman yang begitu khidmat pada kening Elina.

"Aku hanya ingin yang terbaik untuk kamu Isa, selagi aku mampu tidak ada masalah," ungkap Byan.

"Sudahlah, jangan menggombal terus. Kalau begini kamu tidak akan pulang-pulang,"celetus Isa, yang sudah muak dengan kata-kata manis Bryan.

"Ya sudah aku balik dulu, byee calon ibu dari anak-anakku," ucapnya, dengan wajah bahagia. Lalu berdiri dan menatap Isa yang masih duduk di kasur

"Muachhhh," ciuman yang khidmat kini mendarat pada bibir manis Isa. "Heiii, dasar lelaki jalang. Nggak sopan sekali kamuuu!!" teriaknya dengan nada keras.

"Hahaha, kamu juga bahagia bukan? Kalau aku cium," balas Bryan, dengan suara yang perlahan menjauh.

Elina yang masih sedikit terkejut akan perlakukan Bryan pun langsup mengusap bibirnya, "Tapi, jika tak ada dia mungkin hariku ini tidak akan seceria ini," sambil tersenyum lalu membayangkan kejadian sekilas tadi.