Chereads / Wanita Club' Malam / Chapter 22 - Apa Benar Dengan Berita Itu, Kak?

Chapter 22 - Apa Benar Dengan Berita Itu, Kak?

Semua orang selalu berusaha menunjukan rasa peduli terhadap Bryan dari hidup dia hingga wanita pilihan yang akan menjadi istri nantinya. Namun, hal itu sama sekali tak berlaku pada Alan yang tak lain adalah Ayah Bryan.

Dia sangat menginginkan bila anaknya dapat hidup dengan tenang dan menjalani segala hal atas dasar kemauan dia sendiri dan bukan karena, paksaan dari pihak dalam. Bagaimana tekanan hati Bryan saat ini ia begitu memahami, semua hal yang terjadi pada anaknya begitu sama persis atas masa lalunya. Dimana dunia penuh dengan perjodohan hingga tak ada sela untuk memilih sesuai dengan hati sendiri.

"Ma, jangan paksa Bryan lagi. Biarkan dia memilih wanita yang akan di jadikan istri," ucap Alan memecah keheningan saat berada di dalam kamar.

"Hmm, itu lagi yang di bahas," dengus Ajeng, lalu duduk di kursi sambil memandangi wajahnya tepat di depan kaca.

"Papa hanya ingin yang terbaik untuk anak kita," sahutnya, dengan nada lembut.

"Ya sama mama, juga ingin yang terbaik untuk Bryan. Dan mama juga yakin Amora adalah wanita yang tepat untuk anak kita,"

"Mah, jangan egois," sela Alan, bangkit dari duduknya lalu mendekati sang istri yang berada di depan kaca.

"Apa maksud papa?" beralih pandangan sambil mengkerutkan kening.

"Apa mama lupa, kita dulunya dijodohkan. Mama memiliki pasangan sendiri dan begitupun papa, kita mengalahkan demi kebahagian orang tua. Apa mama tidak ingat betapa tersiksanya hati kita saat itu dengan perjodohan ini," ulas Alan, atas masa lalunya dengan sang istri.

Ajeng terdiam, lalu menundukan kepala. Semua yang dikatakan oleh suaminya memang tak ada salahnya sama sekali. Semuanya terasa menyakitkan hingga pada akhirnya harus menjalin perjanjian setelah menikah demi memuaskan hati satu sama lain.

"Pah! Itu hanya masa lalu, sudahlah jangan di bahas lagi!!" sentak Ajeng, bangkit dari duduknya dengan keadaan mata melotot.

"Papa tidak ingin mengungkit hanya saja mengingatkan apa yang terjadi dengan kita sama persis dengan Bryan. Jangan sampai dia merasa tersiksa mah, jangan kamu paksa dia hanya untuk menuruti keegoisanmu," tutur Alan. Perlahan meraih tangan sang istri, lalu memohon dengan sangat tulus.

Ia hanya ingin mengingatkan pada sang istri apa yang sudah dia lakukan termasuk hal yang berlebihan sekali dan tak sepatutnya di lakukan.

"Sudahlah," menghempaskan genggaman tangan. "Mama mau tidur di atas, malam ini sangat buruk karena, papa sudah merusah mood mama," lanjut Ajeng, berjalan kea rah pintu.

*Brakkk!!!

Terdengar pintu tertutup dengan suara yang kasar, hingga membuat Alan hanya mampu mengelus dada atas sikap sang istri yang begitu kekeh untuk menjodohkan anaknya dengan pilhan hatinya.

"Huh!! Jangan sampai anakku merasakan apa yang aku rasakan dulu tuhan. Biarkan dia merasakan kebahagian dengan wanita yang paling di cintainya," pinta Alan, sambil membuang nafas.

Malam yang sunyi, lampu gemerlap tetap tersohor di setiap sudutnya. Sepoi angina malam menusuk hingga ke tulang-tulang, tak ada bintang di langit hanya bulan separoh saja yang terlihat.

"Apakah malam ini akan turun hujan?"

"Entahlah aku juga tak tau," sambil menatap langit tanpa bintang yang gemerlap.

Sangat di sayangkan malam ini tak taka da bintang yang bersinar. "Hmm, padahal gua pengen lihat bintang, mumpung kita ada waktu luang untuk bersantai, jarang-jarang juga ada waktu begini,"

"Yang sabar aja, mungkin kita belum beruntung Elina," sambil tersenyum.

"Eh, Elina!!" panggilan dengan nada tinggi.

"Hah ada apa? Lu ngejutkan banget kalau manggil gua," tersenyum tipis, lalu kembali menatap langit.

"Lihat ini deh," memperlihat ponsel yang berisikan sebuah berita. "Bokap lu mau menikah lagi ya sama anak konglomerat dari Surabaya?" tanya Elsa, sambil menatap Elina yang masih tertuju pada ponselnya.

"Hah?" dengan mata berkaca-kaca.

"Hahaha, salah mungkin berita lu. Kalau papa mau menikah mungkin saja dia bakalan ngasih kabar ke gua dulu," dengan hati yang tak percaya, lalu tersenyum tipis melihat Elsa yang berdiri di sampingnya.

"Tapi, wajah ini bener papa lu, kan? Dan namanya juga nggak salah," lanjut Elsa, dengan rasa percaya diri bahwa kabar yang dirinya bawa adalah benar dan tak ada yang salah.

"Papa hiks hiks hikss," tangis Elina terdengar pecah. Ia tak bisa lagi menahan rasa sakit di hatinya ketika melihat berita itu, entah kenapa keadaan begitu buruk sekali. Dan sepertinya tak ada hal baik yang akan berpihak pada dirinya.

"Ehhh, jangan nangis Elina. Gua nggak bermaksud kok, gua sekedar tanya aja," bingung Elsa, melihat temannya yang tak henti menangis setelah melihat berita.

"Gua bingung Sa, apa yang mau gua jelaskan pada Sindy. Selama ini gua banyak berbohong akan keadaan papa dan mama. Tapi, kini mereka begitu terang-terangan memberikan kabar ini ke publik tanpa memikirkan bagaimana keadaan hati putri-putrinya," ungkap Elina, dengan hati yang begitu sakit sekali ketika melihat postingan itu.

"Gua paham kok apa yang lu rasakan saat ini, sudahlah jangan sedih. Gua jadi merasa bersalah atas apa yang terjadi sama lu,"

"Tenang, lu nggak salah kok," sambil mengusap air mata.

"Emm, gua balik dulu ya. Nanti kalau ada yang nyariin gua, bilang aja gua sakit pusing dan harus pulang," pamit Elina, sambil berjalan menjauhi Elsa

"Lalu pekerjaan lu gimana?" ucap Elsa.

Tak ada jawaban yang di berikan oleh gadis itu, ia hanya terdiam dan menahan rasa sakit di hatinya atas apa yang sudah di lakukan papa pada dirinya.

Baginya ini kabar yang sangat buruk, entah kenapa secepat itu lelaki yang dirinya anggap sebagai pahlawan mendapatkan pengganti.

Kisah cintanya yang belum jelas, dan kini di tambah lagi dengan kabar pernikah. Tak tau apalagi yang harus di jelaskan kepada Sindy.

Gelapnya malam hari, tak membuat Elina takut untuk berjalan sendirian sambil menangis. Alunan suara mobil berlalu-lalang. Sinar lampu kecil masih bersinar pada setiap sudutnya.

*Tlittttt,,,

Suara ponsel berdering, tapi gadis itu tak memperdulikan suara ponsel yang terus menghubnginya. Ia tetap fokus berjalan meski tak ada tujuan yang pasti.

*Tlittttt…

"Papa, kenapa sejahat ini sih! Kenapa kalian berdua sama sekali tak menunjukan rasa sayang kalian pada kami. Aku dan Sindy masih membutuhkan kalian berdua ma, pa," ucap Elina, sambil menangis di sepanjang jalan.

*Tlitttt…

Untuk ketiga kalinya suara ponsel milik gadis 19 tahun berdering,

"Hisshh, siapa yang menghubungiku di saat yang tak tepat seperti ini!!" dengusnya, sambil meraih ponsel dan menjawab. "Halo, ada apa sih!!"

"Kakak, ini Sindy. Ka apa berita yang beredar saat ini benar? Apa papa mau menikah lagi?" suara lembut, membuat Elina tersentuh hingga kembali menjatuhkan air mata lagi.