Chereads / Wanita Club' Malam / Chapter 18 - Lu Enggak Punyak Hak Atas Hidup Gua

Chapter 18 - Lu Enggak Punyak Hak Atas Hidup Gua

Ibarat hidup Isa sudah ada yang mengatur, bagaimana dia tinggal dan hal apa saja yang harus dilakukan olehnya, sebaik mungkin Bryan hanya ingin memberikan yang terbaik seperti yang Mama Elina minta, bahwa putrinya berhak merasakan kebahagian meskipun tak bersama dengan keluarga. Masalah perjodohan dirinya dengan Amora, Byan akan pastikan bila wanita itu tak akan pernah menjadi istrinya, hingga detik ini hatinya masih milik Elina, dan masa depannya pun akan di rakit bersama dengan wanita itu.

"Ma,Pa. Bryan sudah punya pilihan sendiri, jangan paksa aku untuk menikah dengan Amora ya," ucap Bryan saat sela sarapan pagi baru saja di mulai.

"Bryan, kamu jangan membantah apa yang sudah kita siapkan untuk kamu. Ini semua kami lakukan hanya ingin kamu hidup dengan bahagia," jawab lelaki paruh baya, sambil menrunkan sendok yang sudah dia pegang.

"Sudah Pah, kita makan saja dulu nanti di bahas lagi," sambung Ajeng dengan nada lembut.

Ibu satu anak itu hanya tak ingin bila sarapan paginya di gangu oleh kabar Bryan yang tak mengenakan ini, semua rencana perjodohan sudah ada saat putra sulungnya masih dalam kandungan dan hubungan baik ini harus tetap berlanjut dengan melanjutkan perjodohan anak-anak.

Melihat kedua orang tua terdiam menikmati sarapan pagi, membuat hati Bryan sedikit kesal karena responnya keduanya begitu singkat. Dan ia harap hari ini mendapatkan jawaban yang baik dari papa dan mamanya. "Aku sudah kenyang," kata Bryan, sambil mendorong kursi lalu berbalik badan dan menuju kamar.

Tak ada hal yang menyenangkan ketika berada di rumah dan semuanya hanya mengatakan tentang perjodohan hingga muak untuk di dengarkan.

"Mah, gimana?" ujar Alan, Ayah Bryan dengan wajah cemas ketika melihat putranya.

"Sudah, jangan khawatir. Dia pasti mau kok, ini hanya soal waktu saja," jawab santai, Ajeng lalu melanjutkan sarapannya.

***

Setengah hari Bryan habiskan waktu di rumah, namun belum juga mendapatkan jawaban dari kedua orang tuanya akan permintaannya tadi pagi. Bila bukan karena keinginan Elina tak akan ia berada di rumah jika akhirnya membosankan seperti ini.

"Bik, Mama sama Papa kemana?" tanya Bryan, melihat rumah tampak sepi, setelah setengah hari ia mengurung diri di kamar.

"Ibu, sama bapak, pergi den,"

"Kemana?" satu alis terangkat. "Kok gua nggak tau sih!" lanjutnya dengan nada kesal.

"Iya tadi pagi, setelah sarapan pagi ibu sama bapak langsung siap-siap pergi. Dan sekitar pukul 08:00 mereka berdua berangkat pakai mobil,"

"Kemana mereka?"

"Saya nggak tau den, soalnya nggak berani tanya-tanya nanti di kira kepo sama urusan ibu,"

"Huh!! Lu seharusnya tanya bik, supaya gua tau. Kalau begini repot juga gua, mereka pergi nggak ngomong mana rumah sepi kalau tau begini males banget gua balik rumah," keluh Bryan, sambil berjalan kea rah ruang tamu.

"Ya maaf den, kalau begitu Aden Bryan saja yang telpon ibu sama bapak. Kan nggak bakalan di marah," usul art yang bekerja di rumah Bryan.

"Iya juga sih, bego banget gua dari tadi Cuma ngomel nggak jelas," lanjutnya menarik lekutan senyum di wajah.

"Ya sudah saya permisi, malu melanjutkan pekerjaan,"

"Ya sana kerja yang bener luu,"

Bryan merasa sedikit kesal karena Papa dan mamanya pergi tak bicara dahulu padanya, sebelumnya tak pernah ada hal seprti ini dan mereka selalu menitipkan pesan pada art ketika ingin pergi keluar.

"Haloo Bryannn," sapa seseoarang dari arah pintu.

Pandangan lelaki tersebut seketika terarahkan pada wanita yang ada di depan pintu, "Eluuu?" cetus Bryan dengan mata melotot.

"Hai sayang, kamu pasti bangun tidur ya dan belum mandi. Nih, aku bawakan makanan untuk kamu, tadi tante bilang kamu belum makan dari pagi maka dari itu aku bawakan makanan ini untuk kamu," terang suara tersebut dengan nada yang manja.

"Apaan sih lu!!" seru Bryan, mendorong tubuh wanita tersebut hingga tersungkur ke lantai.

"Auwww, sakit kok kamu kasar banget sih!!" keluh Amora dengan wajah kesal. "Jika dia bukan calon suamiku tak akan ku biarkan diam, dengan perlakukannya," dengus Amorra dalam hati.

"Lu ngapain sih, sok akrab banget kita ini hanya sebatas kenal saja dan tak lebih dari itu. Jadi, lu jangan berebihan sama gua yang ada gua malah ilfil lihat tingkah lu," terang Bryan, sambil berdiri, menatap Amora yang masih duduk di lantai.

"Kamu kenapa sih! Aku calon istri kamu jadi ya wajar saja kalau perhatian seperti ini," celetuk Amora, dengan nada yang tinggi.

"Gua ini udah punya calon, jadi lu jangan begini deh. Percuma juga nggak bakalan mempan!!"

"Tapi, aku juga punya ha katas kamu," seru Amora, sambil berdiri, dan meraih tangan Bryan.

"Jangan begini Bryan, aku sangat mencintai kamu. Dan aku mohon jangan batalkan pernikahan kita karena, itu adalah impian aku dari kecil," mohon Amora, dengan terus menggengam tangan Bryan, agar tak meninggalkan dirinya.

Tapi, sayangnya lelaki kepala batu itu sama sekali tak peduli dengan apa yang di katakan oleh Amora, karena, sampai kapan pun hatinya tak akan teralihkan ke siapa pun dan Elina adalah pemeran utaman dalam kehidupannya.

"Bukannya lu, deketikn gua cuma pengen uang? Dari kecil lu benci sama gua kan? Gua hitam, dekil, gendut, tapi sekarang lu jadi ngemis-ngemis begini? Dan satu lagi, kalau memang lu peduli sama gua nggak mungkin dengan teganya mulut lu itu menghina gua di depan semua teman-teman," jelas Bryan, dengan satu jari telunjuk mengarah ke mata Amora.

Amora terdiam, menatap lelaki di depannya dengan serius sembari berusaha untuk mengatakan, "Itu masa lalu Bryan, kenapa masih kamu ingat. Nyatanya saat ini aku sangat peduli denganmu, bahkan kita akan menikah, apakah itu bukan bukti kalau aku memang sangat mencintaimu?"

"Hahhahah," tawa Bryan dengan leluasa, sambil mengepukkan kedua tangannya memberikan sebuah apreseasi atas apa yag sudah di katakan oleh Amora.

*Prokk prok prok,,

"Otak lu pinter banget yaaa," sambil tersenyum tipis.

"Ingat Amora, mata dan telinga gua ini masih normal. Lu menerima perjodohan ini bukan karena hati, kan? Tetapi, lu menerima ini karena sudah mendengar kalau gua adalah pewaris semua harta yang di miliki bokap sama nyokap, dan otomatis kalau lu jadi istri gua, semua hak itu akan elu minta dan ambil alih, bukan?" satu alis terangkat, sambil memutari tubuh wanita tersebut. Yang sejak tadi diam mendengarkan ucapan Bryan.

"Mau sampai kapan kamu mau nuduh aku terus Bryan, aku ini tulus!!" seru Amora, dengan mata berkaca-kaca.

"Uhhh, tenang nggak perlu nangis. Karena, yang punya berhak atas gua adalah pacar gua yang akan menjadi istri sah dari Bryan Sandavid, dan itu bukan eluu," cetusnya, dengan nada tegas disertai senyuman tipis.