Sejak awal memang Bryan sama sekali tak setuju dengan perjodohan gila ini, bahkan menurut bila perjodohan sejak dirinya masih di dalam kandungan mamanya adalah hal yang konyol, baginya hidup ini sudah berubah bukan lagi tentang perjodohan yang menang melainkan siapa yang mampu membuat nyaman maka itulah yang pantas untuk di perjuangkan.
"Darimana saja kamu Bryan? Apa kamu pergi ke Club itu lagi?" tatapan sinis, serta perkatakan dengan nada yang ketus pun terlihat dengan begitu jelas sekli.
"Apaan sih Pah! Aku ini baru saja pulang dari luar, main nuduh nggak jelas begitu, lagi pula Club itu tempat yang asyik Papa saja yang belum pernah merasakannya. Kalaupun sudah kesana pastinya bakalan ketagihan," jawab Bryan, sambil bergura.
Karena, dia tak suka berbicara dengan serius ketika bersama ayah kandungnya ini.
Mengangkat satu alisnya, sambil menatap putrnya dengan tatapan tajam lelaki itu seperti ini mengatakan sesuatu namun, dia sejak tadi hanya memutari tubuh anaknya saja.
"Papa kenapa? Mau mainan kejar-kejaran yaaa?" ledeh Bryan.
Satu kaki melangkah kedepan " Kamu ini habis mabuk lagi ya?" sambil mencium tubuh anaknya.
"Hahahaha, kok Papa tau," sambil tertawa.
Geram sekali, karena kebiasaan anaknya ini tak pernah hilang entah sampai kapan dia akan berhenti mabuk. Dan tak mungkin juga bila hal ini akan terus berada ketika Bryan menikah dengan Amora.
"Ini tidak bisa di biarkan!!" ucap lelaki paruh baya dalam hati. " Hentikan hal ini Bryan apa kamu akan bikin malu papa kalau sampai kebiasaan ini tidak hilang ketika kamuu,,,"
"Husstttt," sela Bryan. "Aku tau apa yang akan Papa katakan, sudahlah Pah mau sampai kapan paksaan ini akan berlanjut. Dengerin ya Pa, sampai kapanpun aku ini nggak akan pernah mau di jodohkan dengan Amora, karena dia itu terlalu baik untuk aku jadi lebih baik batalkan saja," jelasnya sambil berjalan masuk ke dalam kamar.
Membujuk anak sulungnya itu memang tak pernah mudah untuk mau melakukan perjodohan ini. Bila terus saja begini maka hubungan keduanya akan kian memburuk.
"Halo Amora, om minta kamu datang kesini. Dan menurut om, lebih baik kalian sering bertemu karena itu akan memberikan pengaruh yang baik bagi hubungan kamu dengan Bryan,"
"Baik om,"
"Okee,"
Seketika telpon pun di matikan ketika lelaki itu mendapatkan jawaban yang memuaskan dari calon mantunya. Sampai kapan pun perjodohan ini tidak akan pernah di hentikan walaupun Bryan sudah berulangkali menentangnya.
Hembusan nafas berat keluar di saat lelaki tersebut masuk ke dalam kamarnya, lalu menelentangka seekujur tubuhnya dengan sangat leluasa.
"Kenapa hidup gua ini selalu di atur, apa gua nggak berhak memilih sendiri siapa nantinya yang bakalan jadi pendamping hidup gua," keluh Bryan akan keadaan hidupnya seperti anak kecil saja serba semuanya atas dasar kemauan orang tua.
Malam yang hening terlihat sangat sepi seperti taka da penghuni yang berada di dalamnya. Kaki melangkah melihat ke seluruh ruangan yang sepi, bahkan suara bising cucian piring pun tak lagi terdengar. Satu alis terangkat, dan langkah terhenti pada ruang keluarga yang sepi "Ini rumah apa kuburan sih! Sumpah sepi banget ya?" heran Bryan. Hanya beberapa jam terlelap tidur seketika dapat mengubah suasana rumah.
"Biik!!!" teriakku sambil berjalan melihat setiap sudut yang biasanya ada orang disana. "Ini orang pada kemana sih? Sepi banget," lanjutnya semakin kesal akan keadaan ini.
"Biikk!!" teriakku lagi, dengan nada yang semakin tinggi. "Arghhh! Bodo amat deh, malam ini mendingan gua pergi ke tempat Isa, hanya disana hati dan otak gua bisa merasakan kenyamanan," ujarku, berjalan kembali ke kamar untuk bersiap.
Rasa nyaman yang tak mudah di letakan pada sembarang orang. Dan Elina termasuk wanita yang paling beruntung, selama ini lelaki itu sering kali mengakui bahwa dirinya adalah seoarang playboy. Dan 1 hari saja tak cukup dengan 1 wanita. Namun, setelah bertemu dengan Elina dengan pertemuan yang tak sengaja hingga menimbulkan rasa nyaman dan tak mudah lagi untuk Bryan berpaling pada wanita mana pun. Termasuk Amora walaupun dia adalah calon, tetapi Bryan sama sekali tak pernah menganggap karena, di hatinya tak pernah ada rasa cinta untuk Amora kecuali rasa pertemenan.
*Krekkkk,,,,
"Hai sayangg,"sambil memeluk dengan erat. "Emmm,, kangen banget deh. Belakangan ini aku tuh sibuk banget sama kerjaan jadi kita jarang ketemu dehhh," lanjutnya suara manja.
"Apaan sih!! Lepasin gua," dengan nada yang kasar, serta raut wajah yang tak sumringah seperti sediakala.
"Ihhh, kok kamu gitu sih. Aku rela-relain pulang kerja langsung ke sini tapi, malah respon kamu begitu,"
"Bodo!! Enggak ada yang nyuruh lu kesini juga, udahlah gua mau pergi ada urusan penting," ucap Bryan, dengan nada yang ketus. Tubuh Amora yang tepat di depan mata lelaki itu, seketika tersingkir dengan tangan kasar Bryan.
"Kamuuu mau kemana aku ikutttt!!!" sambil berlari mengejar Bryan yang masuk ke dalam mobil.
"Minggir lu, jangan disitu!!" bentak Bryan
"Enggak mau, bodo amat aku bakalan tepat ada disini sampai kamu ngizinin aku masuk ke dalam mobil," kekehnya, sambil menghadang dengan kedua tangannya.
"Lu kepala batu batu banget sih, gua bilang minggir ya minggir!!! Gua lagi ada urusan," dengan nada yang tinggi. Bahkan Bryan tak memandang lagi siapa wanita yang ada di hadapanya karena, semakin kesal.
"Aku ini juga calon kamu Bryan, jadi apa saja yang kamu lakukan di luar sana aku wajib tau," ungkap Amora yang kekeh juga ingin tau apa saja yang di lakukan calonnya itu.
Hati Bryan merasa kesal sekali, karena tak berhasil menyingkirkan Amora untuk tak kepo akan urusannya, "Ayolah Bryan, jangan begitu apa aku salah dengan hal ini. Aku calon istri kamu,"
"Lalu?" dengan tatapan sinis melihat Amora yang berada di luar mobil.
"Ya aku juga ingin tau apa yang kamu lakukan di luar sana. Dan aku juga ingin kenal dengan teman-teman kamu," sebisa mungkin Amora menggunkan nada lembutnya untuk membujuk lelaki ini yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
"Tidak ada yang meminta lu jadi istri gua. Dan permintaan itu hanya di setujui oleh orang tua gua, bukan gua," tersenyum sinis.
Seketika ia pun langsung menutup jendela mobilnya dan mengegas, hanya dengan sikap bodo amat ia dapat mengacuhkan keberadaan Amora.
Karena, sampai kapan pun pernikahan itu tidak akan terjadi saat ini hatinya sudah melabuhkan semuanya pada Elina.
"Bisa gila gua dengan sikap Amora yang semakin posesif," sambil memegang kepala. "Huftttt, kenapa juga harus dijdohkan dengan dia, seperti tidak ada wanita lain saja di dunia ini,"