"El, lu lihat si Isa gak?" tanya seseoarang dengan nada yang panik.
"Ehh, Bryan," sambil tersenyum melihat ketampanan lelaki kekar ini.
"Gua tanya sama elu, kenapa lu malah senyum sih! Denger gak gua tadi ngomong apaan?"
Wajah kesal mulai terlihat saat wanita yang ia ajak bicara hanya tersenyum menatap dirinya.
"Gua ini memang tampan sudahlah jangan natap mulu. Saat ini yang masih gua pertanyakan itu dimana si Isaa!!" dengan nada yang keras.
"Hah?" terdiam, lalu bingung sambil menggaruk kepala.
"Tadi gua udah bilang sama dia, kalau lu nyariin masa di depan kalian gak ketemu?" kening mengkerut, sambil menatap wajah tampan Bryan yang ada ada lelahnya bagi Elsa.
"Gua gak ketem sama dia," geleng-geleng kepala.
"Kalian berdua lagi ngomongin siapa sih?" sambung suara yang tiba-tiba masuk dalam percakapan mereka berdua.
"Gua nyari Elina, lu tau gak dia ada dimana?" tanya Bryan sedikit panik. Perasaannya saat ini terasa tak enak dan ia yakin bila sedang terjadi sesuatu dengan wanita pujaannya.
"Ada hubungan apa kamu saja Elina?"
"Bukan saatnya untuk membahas hal ini, yang gua mau dimana Elina sekarang," menenak tubuh wanita yang masuk dalam percakapannya dengan Elsa.
"Lu tinggal ngomong aja dimana si Isa, kok susah banget sih Rik," lanjut Elsa.
"Ya gua mau tau dulu apa sebenarnya hubungan kalian berdua. Kenapa kamu begitu khawatir dengan Elina, bahkan sepertinya perhatian ini lebih dari hal biasa," celetuk Erika yang masih merasa penasaran dengan hubungan keduannya.
Bila sampai Bryan jatuh hati pada Elina rasanya tak mungkin, lelaki yang ada di hadapannya saat ini adalah orang kaya dan tipikal dia tak mungkin bila serendah itu.
"Lu jadi orang kepo banget," menunjuk tepat pada muka Erika.
"Bryan kita cari ke tempat lain saja, percuma bila bertanya pada wanita batu seperti dia," ucap Elsa, sambil menarik tangan Bryan agar pergi jauh dari wanita yang ada di hadapannya saat ini.
"Isaa, kamu dimana sih! Kenapa hatiku merasa tak baik ya, apa kam dalam keadaan yang sulit saat ini," ucap Bryan, dalam padatnya keramaian matanya sejeli mungkin berusaha mencari wanita yang paling ia cintai.
"Miissiii… Misiiii,"
Alunan musik yang keras, padatnya orang di tambah dengan goyangan setia orang yang sedang menikmati malam ini. "Sudah berapa kali, aku katakan jangan bekerja di sini lagi. Ini tempat yang tak baik, apalagi Elina adalah gadis yang polos," gerutu Bryan tak henti dalam hati, sambil berjalan mencari keberadaan wanita itu.
"Elina suka banget deh ngilang begini. Padahal dia tadi cuma bilang kamu ke depan tapi kok gak ada yaa?" heran Elsa, setiap suduk yang telah di padati orang bahkan batang hidung temannya itu pun belum di temukan juga.
***
"Percuma kalau lu nyari Elina disini gak bakalan ketemu, karena di dibawa tamu VVIP. Katanya sih, gua dengernya dia minta di temenin gitu," celetuk Erika yang tiba-tiba berada di belakang Bryan.
"Kenapa lu nggak ngomong dari dari. Dasar bego!!!" bentak Bryan dengan amarah yang tinggi.
"Guaa-aa,"
Belum sempat menyeselaikan ucapanku Bryan sudah pergi lebih dulu. "Arghh!! Sialan kenapa itu cowo peduli banget sih sama si Elina, cantikan juga guaaa," gumamnya, dengan wajah yang masam serta hati penuh kekesalan.
"Cieeee," ledek dengan cari menunjuk kea rah muka Erika yang bete.
"Apaaan sih lu! Gak jelas banget deh, tiba-tiba udah ada di samping gua aja," celetukku, terkejut dengan ledekan Elsa yang membuat hatiku merasa tak nyaman.
"Lu bete ya sama si Elina, karena bisa dapatkan Bryan," ledek Elsa lagi.
"Apaaan sih, nggak guna banget ngomong sama eluu!!" nada tinggi, lalu segeraku mengalihkan pandangan dan pergi menjauhi Elsa, yang penuh dengan wajah bahagia.
Tak terbayangkan apa yang terjadi di dalam sana, setiap langkah yang lelaki itu lakukan penuh dengan rasa cemas.
*Brakkkk!!!
Pintu yang terlihat amat kokoh dan rapat namun, hanya sekali tendangan yang di lakukan oleh Bryan seketika terbuka dengan lebar.
"Elinaaaa!!!" panggil Bryan dengan nada yang tinggi. Saat kedua matanya mendapati wanitanya tergeletak di atas kasur
"Apa-apaan anda, tidak memiliki sopan santun sekali. Main masuk ke kamar orang saja," keluh tamu VVIP menghadap Bryan dengan wajah menantang.
"Bryannn hiks hiks hiks,,, tolong aku. Aku ingin pergi dari tempat inii," tangis histeris Elina, sambil mendekapi tubuhnya yang tak mengenakan pakaian apapun.
"Bagaimana tamu terhormat dan orang yang paling di segani masyarakat melakukan hal sekeji ini. Pergi atau saya akan sebarkan berita ini pada wartawan," ancam Bryan, dengan tatapam sengit.
"Kamu anak bau kencur jangan ikut campur dengan masalah saya, kamu itu tidak tau apa-apa," tersenyum sinis.
"Hahaha, jangan anda pikir saya ini tidak tau siapa anda. Apakah anda siap untuk kehilangan nama terhormat yang sudah di rintis sejak lama?" balik tersenyum, karena sampai kapan pun Bryan tak akan pernah mau mengalah. Hal ini terjadi bukan sepenuhnya kesalahan Elina, namun si jalang itu yang terlalu kegatelan.
Tak banyak bicara, akhiranya tamu VVIP pun memilih pergi dari kamar dengan tatapan kesal.
"Jangan salahkan saya, jika apa yang sudah terjadi hari ini teman kamu akan kehilangan pekerjaannya," ucapnya. Lalu pergi begitu saja, namun Bryan sama sekali tak peduli dengan perkataan lelaki itu, matanya beralih pada gadis yang berada di pojok dengan penuh rasa ketakutan.
"Hei, Elina," sambil membelai rambut, lalu mendekap wanita itu hingga terlelap dalam pelukannya.
"Aku takutttt, hiks,,, hiks hiks,,," air mata keluar membasahi pipi.
Untuk pertama kalinya Elina mendapatkan pengalaman yang sangat buruk sekali dari tamu. Bahkan sebelumnya kejadian seperti ini sama sekali tak perah terjadi.
Malam itu menjadi malam yang paling buruk bagi Elina, dimana dia hampir saja kehilangan kehormatan yang paling dirinya jaga selama ini.
Setelah tak ada orang tua yang mendampingi perjalanan hidup gadis berumur 19 tahun itu merasa tak ada yang paling berharga lagi di dalam hidupnya. Serasa semua sama saja hambar bahkan, support systemnya hanyalah adik bungsu.
"Aku merasa hidupku ini taka da gunannya lagi," ucap Elina, dengan tatapa kosong.
"Hushhh! Kalau ngomong jangan begitu aku masih ada disini untuk kamu," jawab Bryan, menyangkal apa yang di katakan oleh wanita itu.
"Aku masih di sini untuk kamu dan sampai kapanpun akan selalu ada untuk kamu," meraih tangan Elina yang berada di kedu paha.
"Sudahlah Bryan hentikan rasa pedulimu ini. Sebentar lagi juga kamu akan melaksanakan pertunangan. Maka jagalah hati Amora jangan sampai dia merasa terluka,"sambil menghempas tangannya begitu saja.
"Sudah cukup jangan bahas itu lagii!!" sela Bryan dengan nada yang tinggi. Hingga membuat Elina yang ada di sampingnya merasa sangat terkejut.