Masih bingung dengan keadaan bukan hanya itu perasaan yang kian melekat pun membat wanita itu semakin memiliki rasa tak ingin jauh dari Bryan yang jelas dia telah di miliki oleh Amora bahkan selurh keluarga telah setuju akan perjodohkan yang sudah di lakukan sejak keduanya lahir. Setiap hari dengan melakukan pertemuan dengan lelaki itu bukan membuat Elina baik bahkan hatinya kian terikat dan selalu mengingikan lelaki yang ada dalam kehidupannya.
"Heh!! Lu kerja yang bener dongg, masa ngelamun mulu," tegur salah satu teman Elina yang merasa tak nyaman akan sikap wanita itu hari ini yang kurang focus padahal pelanggan banyak yang berdatangan.
"Ehh, iya maa-aaff. Gua lagi," dengan nada gugup, sambil celingukan mencari benda yang ada di sekitarnya agar bisa di bawa dan di jadikan alasan.
"Lu cari apaan?" dengan satu alis terangkat dan menatap wanita itu dengan sangat jeli sekali.
"Eee-ee, gua mau ambilin minum untuk orang di sana dulu," ujar Elina, lalu langsung memalingkan tubuhnya untuk segera pergi dari hadapan wanita ini.
"Heh! Lu ada hubungan apa sih sama si Bryan. Gua lihat kalian ini akrab banget, em jangan-jangan lu wanita bayaran dia ya hanya untuk memuaskan nafsu dia? Hahahah," tawa wanita itu dengan wajah yang riang saat menatap Elina yang gugup serta bingung harus menjawab apa atas pertanyaa ini.
"Jaga mulut lu!! Gua ini masih puny harga diri, jadi lu jangan asal ngomong ya!" bentak Elina dengan berusaha memberanikan diri untuk melawan wanita yang ada di hadapannya ini.
Walupun memang dirinya sering sekali bertemu dengan Bryan bukan berarti dirinya adalah seoarang wanita simpana.
"Upsss! Hahaha santai dong, ini tangan enggak perlu nunjuk ke muka gua," sambil menurukan jari telunjuk Elina yang tepat berada di depan mata Erika. "Lagi pula ini Cuma sebuah tebakan kenapa lu langsung nyolot jangan-jangan," langsung menutup mulunya, sambil menatap wajah kesal Elina atas tebakan Erika yang membuat hatinya merasakan sakit.
"Lu ada masalah apa sih sama gua! Kenapa setiap hal yang gua lakuin selalu lu buat masalah? Apa jangan-jangan selama ini lu nguntit gua ya?" balik tuduh Elina, dengan tatapan yang tajam.
"Hish!! NAJIS BANGET!!!" dengan nada seru, dan wajah kesal. Tak ingin memperpanjang perdebatan Elina pun memilih mengalah. "Upsss, waktu gua sudah habis untuk berdebat untuk lu. Kini saatnya gua kerja lagi, ternyata enggak ada gunannya banget ya melakukan pedebatan dengan lu," celetuk Elina, tersenyum tipis lalu memalingkan tubuhnya dan meninggalkan teman kerjannya itu yang masih berdiri dengan hati penuh rasa kesal.
Kembali bekerja seperti biasanya melayani setiap orang yang datang pada Club, sebenarnya lelah dengan pekerjaan ini namun, hingga saat ini dirinya belum menemukan pekerjaan yang baik.
"Lu dari mana aja Sa?"
"Eh, El," sambil menoleh ke samping melihat teman karibnya yang sedang sibuk menyiapkan minuman.
"Gua dari kamar mandi, ada apa?"
"Tadi si Bryan datang nyariin lu, tapi gua bilang lu lagi ke depan ngasih pesanan ke pelanggan," ucap Elsa, sambil mencuci gelas yang kotor.
"Kali nada hubungan apa sih? Sepertinya gua lihat akrab banget?" lanjut Elsa, merasa penasaran sekali dengan hubungan keduanya yang begitu karib.
"Eee-ee, enggak ada apa-apa kok," dengan nada yang gugup berusaha untuk mengelak apa yang di katakan oleh Elsa atas kecurigaan yang ada di dalam pikirannya. "Dia hanya pelanggan gua, ya seperti biasanyalah. Lu juga tau sendiri," ungkap Elina, sambil tersenyum.
Pertanyaan yang mulai bermunculan membuat Elina bingung untuk menjawabnnya, walaupun pada kenyataannya dirinya dengan lelaki itu memang tak ada hubungan yang special hanya rasa saja yang tak jelas hingga terus bermunculan.
"Gua saranin deh, jangan berhubungan lagi sama dia. Lu tau sendiri keluarga Bryan gimana, dan dia juga sudah memiliki calon yang ada lu bakalan di cap jadi pelakor emangnya mau?" ucap Elsa.
"Heh! Lu kalau ngomong jangan begitu dongg, gua juga bukan pelakor gua enggak mau di sangka begitu," dengusku, dengan wajah yang masam. Merasa takut akan apa yang di katakan oleh teman dekatnya ini.
"Udah deh, jangan di bahas lagi. Gua ke depan dulu, enggak enak kalau ada yang lihat gua di belakang," sambil berjalan kea rah depan, dengan senyuman masam.
Musik yang terus menyala hingga sinar lampu dengan berbagai macam warna tak pernah lekat. Terkadang memang membuat pusing tetapi inilah pekerjaannya dan harus di lakukan dengan baik dan setulus hati agar taka da komplainan dari siappun.
"Elinaaa!! Elinaaaa," suara terikan seorang pria dengan nada yang keras sekali.
"Sepertinya ada yang manggil gua deh," ucapnya dalam hati, sambil celingukan melihat keadaan sekitar yang ramai dan penuh dengan alunan music yang tak pernah berhenti.
"Elinaaa!!!" teriak kembali terdengar tapi, ketika melihat pun wanita itu tak menemukan siapa yang sejak memanggil namanya.
"Siapa sih? Tapi dari suaranya sepertinya si manger deh?" tebaknya, sambil berjalan mencari asal suara tersebut.
Hingga suatu seketika,,
*Brukhh…
"Auwww,,,"
"Ehhh, maaf-maaf, sory gua enggak sengaja," dengan nada gugup mengulurkan tangan untuk membantu seseoarng yang terjatuh.
"It's oke. Saya tidak apa-apa, tak perlu ada yang di khawatirkan," ucap suara wanita dengan merapihkan bajunya dari kotoran debu.
"Ya sudah saya permisi dulu ya, lagi buru-buru," dengan berjalan cepat meninggalkan Elina yang sedang merapihkan bajunya dari berbagai debu yang menempel.
"Kamu dari mana saja Elina, sejak tadi saya panggil kamu tapi malah gak di respon," dengus Reno merasa kesal akan ucapan wanita yang ada di hadapannya ini.
"Maaf pak, tadi saya juga lagi nyari asal suaranya juga,"
"Ya sudahlah, yang penting saat ini saya mau kamu temui tamu VVIP yang ada di depan,"
"Loh kenapa harus saya?" dengan menunjuk dirinya sendiri, merasa bingung.
"Ya dia maunya kamu. Sudahlah jangan banyak bicara temui saja jangan sampai dia merasa kecewa dan tak puas akan perlakukan kamu yang kurang baik," celetuk Reno.
"Loh, pak. Masih banyak wanita yang lain, bahkan Erika itu lebih cantic dari saya. Lagi pula itu tamu VVIP dan sebelumnya juga saya tidak pernah bertemu dengan orang seperti itu," sela Elina, berusaha untuk menyangkal apa yang menjadi permintaan lelaki ini.
"Kalau dia maunya sama kamu saya bisa apa? Lagi pula dia itu tamu penting, sudahlah tidak usah berpikir lama tugas kamu hanya duduk dan temani dia saja," jelas Reno, dengan nada yang terus menekan agar Elina mau untuk bertemu dengan tamu VVIP.
"Saya lagi banyak urusan, cepatlah pergi, jangan buat dia menunggu lama," lanjut lelaki tersebut sambil memalingkan tubuhnya dengan tatapan kesal.
"Hufttt Tuhan, tolong jaga gua," ucap Elina dalam hati, dengan hembusan nafas yang berat.