Chereads / Wanita Club' Malam / Chapter 8 - Tamu VIP

Chapter 8 - Tamu VIP

"Hai cantik sini duduk temani saya," ujar seoarang pria yang menyambut dengan hangat kedatangan Elina.

"Hmm oke," jawabn Elina dengan senyuman tipis. Saat menatap para lelaki berduit yang ada di hadapannya ingin di temani olehnya. Serasa tak nyaman dalam hati tapi, inilah pekerjaan yang harus di jalani dengan setulus hati jangan sampai ada perasaan dongkol atau pun tak nyaman yang ada Reno akan mencaci maki dirinya dengan segala tuduhan.

"Relax saja, jangan terlalu canggung. Saya hanya ingin bersenang-senang denganmu," ujar lelaki tersebut, sembari membelai rambut Elina, dengan perlahan-lahan. Sambil menikamati wangi parfum yang melekat pada tubuh wanita ini.

Bulu kuduk seketika berdiri semua, merasa merinding dan tak nyaman.

"Oke, Elina lu harus tenang dan relax. Yang ada di hadapan lu saat ini adalah tamu VVIP, jangan sampai dia kecewa dan lu dapat omelan ini adalah salah satu kesempatan bagus untuk lu," ucapku dalam hati, berusaha untuk menguatkan segala pikiran agar tak terkecoh.

"Huftttttt,"

Hembusan nafas panjang dan terdengar berat membuat lelaki duduk di samping Elina merasa tersudut.

"Kamu kamu baik-baik saja cantic? Atau kamu sedang tak enak badan?" sambil memegang tangan wanita tersebut.

"Emmm, tidak om. Saya hanya gugup saja di sandingkan dengan tamu VVIP, sebelumnya tak pernah ada tamu yang menginginkan di temani oleh saya," ujarku, sambil tersenyum berusaha berdamai dengan suasana agar tak keruh.

"Hahaha, kamu bisa aja. Saya ini memang sering datang kemari, namun saat beberapa hari yang lalu ada beberapa teman saya yang mengatakan bahwa di Club ini memiliki pelayan yang cantic bahkan dia jauh lebih manis dari semua karyawan yang ada," jelas lelaki tersebut, menatap wajah wanita cantic yang berada di sisinya hingga sulit sekali untuk memalingkan pandangan.

Tangan yang semulannya berada di pangkuan masing-masing, kini tamu VVIP memberanikan diri untuk membelai wajah Elina dengan penuh kelembutan, lalu tangan kirinya mengusap paha yang mulus dan putih tanpa ada bulu satu pun.

"Om, jangan ini tempat umum saya tidak merasa nyaman," ujar Elina, dengan nada yang lembut. Namun, wajah tertekan sama sekali tak bisa di sembunyikan olehnya, dengan lembut tangan Elina berusaha menurunkan gerakan tangan yang lihay.

"Baiklah kalau begitu mari kita cari tempat yang sepi," dengan nada penuh semangat tamu VVIP menanggapi perkataan yang di utarakan oleh Elina.

"Sudahlah untuk malam ini saja cantic temani saya, kamu terlalu manis bila terbuang dengan sia-sia," bisiknya tepat pada telingan perempuan tersebut yang sedang menutup kedua matanya.

Ketika berada di posisi seperti ini yang menjadi rasa khawatir Elina selama ini, akan pekerjaan ini selama belum menemukan pengganti tak akan mudah untuk dirinya melepaskan begitu saja. Masih banyak biaya yang di butuhkan terutama untuk Sindy.

"Mari ikut saya," ajak lelaki tersebut sambil berdiri, wajahnya tak pernah lekat akan senyuman saat menatap gadis yang dirinya sukai.

"Kita mau kemana om, bukannya minum dan makanannya belum habis?" sedikit bingung dan takut.

"Katanya kau tak suka bila pada posisi keramain. Maka mari kita lakukan pada tempat yang sudah di sediakan," jelasnya, menarik dengan kasar tangan wanita tersebut.

"Hah???" gugup Elina dengan mata yang melotot dan jantungnya berdetak tak karuan. Pikirannya tak mampu lagi untuk membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

"Ya Tuhan sungguh suram sekali malam ini," ucapku dalam hati, sambil menelan saliva dengan berat.

Berjalan dengan mengikuti langkah lelaki yang ada di depannya saat ini dan perlahan menjauh dari keramaian orang dan music yang menggema, setiap langkah selalu teringat bila masa depanya masih panjang dan tak mungkin pula kesucian ini akan di renggut oleh lelaki paruh baya ini.

Selama menjalni hubungan dengan Bryan, ia memang tak pernah memberikan mahkota berharga ini meskipun terkadang dia sering meminta dengan terus menerus. Elina masih memikirkan bagaimana jadinya bila adiknya tau bila kakaknya tak lebih dari seoarang pelacur yang melayani berbagai macam pria hidung belang, dan betapa malunya adiknya itu dengan kelakukannya yang seperti ini.

*Krekkkk…..

"Silahkan masuk cantik," sambutan yang manis, tapi sayangnya wanita itu tak peduli.

"Om, kok kita ke kamar sih? Bukannya tadii,,,,"

"Hussttttt,,," dengan sigap jari telunjuk menempel pada bibir manis Elina.

"Yang saya butuhkan hanyalah sebuah ketenangan, belakangan ini saya penat sekali. Tolong buat saya merasa puas dengan permainan kamu," ucap tamu VVIP sambil tersenyum.

*Brakkk…

Pintu sudah terkunci dengan rapat-rapat, tak banyak hal yang dapat di lakukan oleh Elina. Matanya tercengan akan gerakan tangan lelaki itu saat mengunci pintu, berulangkali ia pula menelan saliva sambil melihat keadaan sekitar yang tertutup dan sepi.

"Aaa-aapaa maksud dari ucapan om?" tanya Elina dengan gugup.

Tak ada jawaba dari lelaki tersebut, yang membuat Elina tercengang yakni ketika lelaki yang ada di hadapannya ini membuka baju dengan mudahnya tanpa ada rasa malu atau pun sungkan.

"Omm, mau apa?" panik Elina, dengan wajah penuh ketakutan.

"Temani saya untuk malam, ini," jawabnya, hingga semua pakaian terbuka semua kini hanya tertingga CD saja.

"Astaga, Ya Tuhan kenapa mala mini buruk banget buat gua. Ini lelaki kenapa ngelepas semua bajunya apa sih mau dia, mana kunci di pegang lagi," dengus Elina, dalam hatinya dengan sebisa mungkin ia mengalihkan pandangannya agar tak melihat lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Sini, beranjaklah ke kasur. Jangan risau, bukannya kamu sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Kemarilah, jangan buat saya merasa kesal dan kecewa atas pelayanan kamu yang kurang baik,"

Dengan polosnya Elina, tetap berjalan menuju lelaki yang sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Apa kamu tak ingin melepaskan pakaian mu? Atau kamu menginginkan saya yang melepaskannya?" dengan satu alis terangkat.

"Emmm, om saya rasa itu tak perlu saya hanya ingin menjalani pekerjaan ini dengan semestinya tolong jangan minta yang macam-macam," celetuk Elina, dengan nada yang mulai meninggi.

"Loh! Apakah saya salah dengan permintaa saya saat ini, lagi pula pekerjaan seperti ini wajar di lakukan oleh orang seperti kamu ini," jawabnnya, dengan tubuh yang semulannya terbaring kini beranjak duduk.

Melihat keadaan yang tak baik membuat tamu VVIP merasa tak nyaman dengan pelayanan Elina.

"Tapi, saya ini wanita baik-baik om. Tolong hargai apa yang menjadi permintaan saya, disini juga saya memiliki hak, jangan paksa saya," pinta Elina, dengan sangat memohon.

Merasa tak setuju apa yang di katakan oleh pelayan ini tamu VVIP itu pun bangkit dari kasur dan berdiri tepat di hadapan Elina

"PLAKK!! " tamparan keras begitu melekat terasakan, hingga pipi pun seperti terbakar. "Dasar wanita sok suci apa susahnya hanya menurti apa yang menjadi keinginan lagi pula saya ini sudah membayar mahal!!" bentak tamu VVIP merasa terkabar emosi dengan perkataan Elina.

Baginya bila begini tak ada pilihan lain lagi kecuali dengan kekasaran agar dia mau menuruti apa yang menjadi permintaa dirinya.

"Tolong om, jangan paksa saya! Saya mohon om, saya mohon," teriak Elina dengan histeris dengan mengepalkan kedua tangannya, ketika lelaki tersebut memaksa agar wanita ini mau membuka seluruh bajunya tepat di hadapannya.