Chapter 9 - 009 Teh

Sepasang mata terus mengawasinya dengan ketat dari samping. Tidak melepaskan pandangannya kemanapun Savvana melangkah dan meletakkan barang-barang yang dibutuhkan. Savvana diam-diam mendumel.

Ada apa dengannya? Apa dia takut aku akan melakukan sesuatu pada pakaian dan air mandi di bathtub?, dumelan ini sayangnya harus Savvana keluhkan sepelan mungkin agar tidak sampai ke telinga Nicholas.

Savvana dibuat terkejut oleh susunan rapi kemeja, kaos dan piyama tidur Nicholas di wardrobe. Segera. Setelah dia selesai menyalakan keran air hangat di kamar mandi dan bersiap untuk mengambil baju ganti untuk suami tak pernah dia cintai.

Nicholas yang terus mengikutinya dari belakang menyadari tatapan takjub dan hampir tak bergeming Savvana. Hingga dia mulai tergelitik untuk menggoda istrinya sekali lagi.

"Kenapa? Apa kamu tidak pernah melihat lemari pakaian serapi ini dan sontak jadi terkesima?"

Savvana membenarkan ekspresi terkejutnya. Dia hampir lupa bahwa Nicholas terus mengawasinya dengan mata elang. Savvana akhirnya menarik asal satu pakaian Nicholas dan menutup lemari. Nicholas yang tak menyukai sikap dingin Savvana, berucap.

"Aku tidak suka mengenakan kaos itu. Aku tidak ingat bagaimana kaos itu masih ada di sana padahal aku sudah menyuruh bibi Emma untuk membuangnya."

Savvana melihat kesungguhan Nicholas. Dia terpaksa berbalik dan mengambil pakaian lain untuk memuaskan hati Nicholas. Lagi-lagi Savvana bersikap acuh. Dia mengambil asal pakaian mana saja yang menurutnya layak.

Nicholas kembali menghalangi akses keluar Savvana.

"Kaos itu terlalu tipis di cuaca sedingin ini. Jadi, carikan aku kaos yang lebih baik."

Savvana mendesah.

Dia sadar Nicholas sengaja melakukan itu untuk menguji kesabarannya. Savvana pun tak mau tersulut. Dia membuka lebar satu bagian lemari pakaian Nicholas yang menyimpan berbagai macam jenis kaos berdasarkan warna dan modelnya.

"Silahkan Anda pilih berdasakan kemauan Anda!"

Savvana menggeser posisi berdirinya. Membiarkan Nicholas memilih sendiri pakaian yang ingin dia pakai. Nicholas bergerak maju. Sengaja mendekatkan tubuhnya pada Savvana yang berada diantara dirinya dan sang lemari.

Nicholas mengambil acak salah satu kaos yang inginkan. Sambil memusatkan pandangan matanya pada Savvana.

Tep!

Savvana terkejut melihat kedekatan mereka. Tanpa sadar menahan napas. Kemudian bengong sejenak saat menemukan kaos pilihan Nicholas ternyata tak berbeda jauh dari kaos yang dia ambil secara acak. Lalu, mungkin hanya berbeda soal warna.

Savvana meletakkan rapi pakaian ganti Nicholas di atas keramik kokoh di samping wastafel kering dalam kamar mandi. Memastikan air mandi hangat Nicholas sudah hampir penuh dan mematikan kran.

"Semua sudah kukerjakan. Anda pun bisa berendam sepuasnya di bathtub."

Nicholas masih berdiri dan tidak langsung bergerak. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan memperhatikan raut wajah Savvana.

"Apa kamu masih marah atas kejadian semalam?"

Savvana tersentak. Dia belum siap mengungkit kejadian semalam. Dia sudah ketakutan setengah mati membayangkan malam akan segera tiba. Dan kejadian semalam mungkin akan terulang kembali.

Savvana secara reflek menghindari Nicholas. Menjaga jarak darinya seolah dia memiliki penyakit menular. Savvana tidak bisa menutupi ketakutannya yang berlebihan. Lalu, demi untuk melindungi dirinya, Savvana menyilangkan tangan di depan dada. Dan bersikap waspada.

Nicholas melengos.

"Kau tidak hanya marah tapi juga jijik padaku?" tersinggung dan tidak suka diperlakukan bagai hama. Nicholas ingin sekali menyeret Savvana naik ke atas tempat tidur sekali lagi untuk menyiksanya.

Savvana diliputi kebingungan hebat dalam menjawab pertanyaan sepintas Nicholas. Dia sebenarnya bukan sekedar jijik. Tapi sudah menganggap diri adalah seorang idiot dungu!

Pandangan mata Nicholas yang awalnya netral, berubah suram. Dia melangkah maju untuk masuk ke dalam kamar mandi. Namun agar dia bisa masuk ke kamar mandi, dia harus melewati Savvana. Reaksi waspada dan takut Savvana menambahkan kekesalan di keningnya yang sudah berkerut.

"Turun ke bawah. Dan siapkan aku minuman. Aku tidak suka yang terlalu panas dan hangat. Terlebih bila itu dingin."

Kini giliran Savvana yang mengeryit. Bingung terhadap aturan derajat teh yang harus dia buat.

Nicholas sudah berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan menghilangkan kesempatan bagi Savvana untuk bertanya lebih jelas tentang seleranya demi menghindari kesalahan.

Savvana yang tak beruntung, berjalan gontai turun ke bawah. Tidak sengaja bertemu dengan Emma. Dan mencari bantuan darinya.

"Bibi Emma, bisa tolong Anda beritahu saya minumam teh seperti apa yang Tuan Nicholas biasa minum?"

Emma mengelap tangannya setelah selesai mencuci piring.

"Apa Tuan meminta Anda untuk membuatkan teh?"

Savvana mengangguk kecil. Emma menggunakan kesempatan itu untuk mengambil satu cangkir teh di laci gelas dan kotak teh.

"Kalau begitu, saya akan membuatkannya untuk Nyonya."

Savvana menghentikan keinginan spontan Emma.

"Tidak. Jangan. Biar aku saja. Karena sepertinya dia ingin aku yang membuatnya sendiri."

Emma tampak ragu. Dia paham betul bagaimana selera unik teh kesukaan Nicholas. Maka dia cemas bila racikan Savvana nantinya gagal atau sedikit berbeda dari biasanya. Savvana mengingat lagi ucapan Nicholas.

"Dia barusan mengatakan hal yang sedikit membingungkan. Dia ingin teh yang tidak terlalu panas, hangat dan dingin. Jadi aku harus membuatnya seperti apa?"

Emma tak punya pilihan lain, selain membantu.

"Saya akan mengajarkan Anda dan mengawasi."

Savvana terlihat sangat berterima kasih. Dia mengikuti setiap arahan Emma. Dan mendengarkan dengan serius.

"Tuan lebih suka teh yang diseduh mendidih lebih lama. Lalu membiarkannya dingin secara alami agar panas yang dia inginkan tercapai."

Savvana mengajukan pertanyaan baru.

"Kalau begitu. Berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk selesai berendam dan mandi? Maksudku, kita harus menyesuaikan waktu Tuan kita selesai mandi dan suhu teh ini."

Savvana menyayangkan pikiran bodohnya yang harus bergulat memikirkan berapa lama waktu mandi Nicholas dan suhu teh aneh ini.

Emma berpikir keras untuk memberikan jawaban terbaik. Meski biasanya dia tidak pernah menghitung berapa lama Nicholas berada di dalam kamar mandi.

"Em... mungkin, sekitar 10 atau 15 menit."

Savvana mengangguk pelan. Kemudian mengukur waktu.

***