Di sisi lain. Di kediaman sepi keluarga Glenn.
Sepasang suami istri masih mengkhawatirkan kondisi putri tunggal mereka yang belum juga memberikan kabar keberadaannya pada mereka.
"Ayah, bagaimana ini? Apa ayah masih belum juga tahu kemana Rinna pergi? Dua hari sudah berlalu. Anak nakal itu seharusnya memberikan kabar terkininya pada kita."
Erick dibuat kesulitan memberikan jawaban positif.
"Aku juga tidak tahu, Sayang. Rinna sungguh tak memberi kita kabar. Jangankan kabar. Menerima panggilan telepon dari kita saja, dia tak sudih melakukannya."
Yolanda diliputi rasa bersalah dan cemas yang teramat sangat. Dia tahu bagaimana putrinya. Arianna tidak bisa hidup susah. Semua itu karena mereka sudah terlalu manjakannya. Jadi, jika Arianna harus hidup di luar rumah seperti sekarang. Bagaimana kiranya dia bisa bertahan menjalani kehidupan mandirinya yang gersang?
"Ayah, aku tak mau sampai terjadi apa-apa pada Rinna. Dia tidak boleh sampai menjalani hidup sulit demi Edward!"
Erick mengangguk setuju. Dia tak bisa juga membiarkan putrinya menderita bersama laki-laki yang belum mereka restui.
Duk! Duk! Duk!
Ketukan pintu mengejutkan Erick dan Yolanda yang masih menantikan kabar terkini tentang putri mereka. Yolanda melirik suaminya dengan harapan besar.
"Apa itu Arianna? Putri kita sudah kembali? Dan dia sudah menyesali seluruh keputusan nekatnya?"
Erick tak berani menjawab. Dia ragu jika itu adalah Arianna. Karena jika itu Arianna, putri manja mereka tak mungkin repot-repot mengetuk pintu. Arianna seharusnya langsung masuk dan menghampiri kedua orang tua-nya. Namun, segalanya bisa jadi berbeda jika Arianna ingin mengejutkan mereka demi sebuah pengampunan.
Sosok pria lain hadir sebagai tamu mereka sepagi ini. Mengenakan kemeja putih dan lengan panjang yang dilipat rapi hingga menyentuh siku. Mereka sudah mengenal pria tampan itu dengan baik.
Namun, raut wajah cemas Erick dan Yolanda berubah menjadi semakin kacau.
"Vincent! Kamu kemari untuk mencari Vana?" kepanikan terdengar jelas dari suara bergetar Erick.
Sepasang suami istri itu selalu menyukai cara Vincent bersikap sopan pada mereka. Namun, akankaj kesopanan dan keramahan Vincent bertahan lama setelah dia mendengar kabar terbaru tentang Vana, kekasihnya?
"Ya. Om. Tante. Saya datang untuk bertemu dengan Vana. Saya ingin memberi kejutan."
Yolanda merasa kepala-nya berputar hebat. Dia tidak tahu bagaimana sebaiknya menjelaskan situasi Savvana pada Vincent. Gelagat yang tak biasa ini membuat Vincent merasa tak nyaman.
"Om. Tante. Ada apa ini? Kalian terlihat kusut. Apakah sudah terjadi masalah besar?"
Yolanda menangis sesunggutan setelah tak sanggup menahan perasaan bersalahnya.
***
Di sisi lain. Di tempat yang kiranya damai dan jauh lebih baik daripada kurungan penjara rumah besar Nicholas. Savvana menemukan kesenangan kecilnya ketika dia bisa sampai di kantornya tepat waktu.
Menemukan tak hanya kebebasan dan perasaan leganya untuk tidak perlu lagi mendekap terlalu lama dalam rumah tahanannya di kediaman Nicholas.
Maka, menurutnya. Kembali bekerja adalah solusi terbaik untuknya mengurangi aktivitas tak berguna sekaligus membosankannya dengan anggota keluarga barunya. Meskipun pekerjaannya sebagai costumer service, bukanlah pekerjaan yang ringan dan bisa diremehkan.
Savvana lagi-lagi harus menahan segudang kekesalan saat menghadapi keegoisan seorang pelanggan yang pintar bersilat lidah dan bicara ketus.
Dulunya pun, Savvana bahkan pernah beberapa kali memutuskan ingin berhenti dari pekerjaannya. Namun, setelah dia mempertimbangkan ulang betapa sulit mencari pekerjaan di era penuh kompetisi ini. Lalu peruntungannya yang malang setiap kali mengikuti interview di berbagai perusahaan.
Savvana menekan kuat keinginan besarnya untuk memberontak dan menyerahkan surat pengunduran dirinya.
Tiara, teman seperjuangan Savvana, menyenggol lengan Savvana.
"Ada apa lagi kali ini? Apakah pelanggan VIP kita mengomel lagi tanpa henti dan berkata kasar?"
Savvana mengangguk lemah. Dia sudah tak punya banyak tenaga untuk merespon pertanyaan Tiara. Namun bila hanya menjawab sekedarnya, dia masih sanggup.
"Dia mengeluhkan lagi bagaimana produk yang dia beli tidak sesuai dengan contoh gambar yang diberikan padanya sebagai refrensi. Padahal pihak marketing sudah menjelaskan berulang kali bahwa terdapat kemiripan sekitar 80 persen dengan produk yang akan mereka re-pack."
Tiara mengeluhkan masalah yang tidak jauh berbeda dengan Savvana.
"Aku pun begitu. Aku bertemu dengan seorang pelanggan reguler aneh. Dia beberapa kali menanyakan keaslian dari produk yang kita jual. Dan meminta refund. Padahal dia sudah membuka kemasan dan menggunakan sebagian isinya."
Tiara dan Savvana kompak mendesah panjang bersamaan.
Tiara mengangkat kepalanya. Dia ingat kembali pada hal penting yang ingin dia tanyakan sebelum jam kerja. Namun, terlanjur terhalang oleh instruksi mendadak yang diberikan oleh kepala bagian CS.
"Aku hampir lupa menanyakan ini padamu! Apa benar kamu sudah menikah dan suamimu adalah calon suami Arianna, saudara angkatmu? Dan kini wanita itu kabur bersama kekasih tercintanya?"
Savvana menghindari tatapan menjurus Tiara. Dia juga malas membahas masalah Nicholas. Setelah dia pikir bisa lepas dari bayang-bayang suami kontrak-nya di luar rumah.
"Siapa yang memberitahukanmu tentang berita ini, Tia? Darimana kamu mendapatkan gosip murahan itu?"
Tiara menjawab jujur dan polos.
"Ibuku. Dia hadir di pernikahan kalian. Dan dia sangat terkejut dengan berita itu. Begitu juga dengan aku yang memilih tidak hadir bukan karena membenci saudara angkatmu. Namun, aku sedang dipaksa bekerja lembur oleh Si Gurita bermulut lancip, Pak Tius. Kepala bagian kita."
Savvana menelan salivanya. Dia hampir lupa bahwa keluarga Glenn mengundang keluarga Tiara yang kebetulan tinggal berdekatan dengan komplek perumahan mereka, sekaligus sahabat Savvana.
Savvana kehilangan kesempatan untuk menghindari pertanyaan rumit Tiara.
"Rinna kabur bersama Edward. Dia meninggalkan calon suaminya untukku. Lalu, kami putuskan untuk menikah demi nama baik keluarga."
Tiara membulatkan mata. Dia hampir saja tersedak ketika minum dari botol airnya sendiri.
"Apa? Menikah hanya demi nama baik dua keluarga dan sebagai pengganti?"
Tiara awalnya tidak terlalu percaya dengan apa yang ibunya ceritakan ketika pulang dari resepsi pernikahan Arianna. Dia bermaksud untuk menghubungi Savvana setelahnya dan mencari tahu. Namun, lagi-lagi karena kesibukan lain yang harus Tiara urus terkait pacarnya yang ketahuan berselingkuh dan menghancurkan seluruh hatinya.
Kini, Tiara jadi ingat kembali pada masalah pelik hatinya. Hingga terpaksa membolos seharian untuk menangisi penderitaannya.
"Oh, astaga. Betapa tidak adilnya dunia ini. Rinna begitu beruntung bisa kabur bersama dengan Edward dan mempertahankan cinta mereka. Sedangkan, aku? Aku justru harus terperangkap dalam siksaan batin setelah melihat Ruben bermesraan dengan wanita berdress lolipop itu!"
Hati Tiara sepenuhnya hancur. Dia merasa terabaikan. Dia juga merasa telah dibuang dan dikhianati dengan kejam tanpa belas kasihan. Tiara secepat kilat menghapus air mata derasnya. Menyingkirkan tangan lembut Savvana yang berusaha menepuk punggung Tiara untuk memberikan kekuatan sekaligus penghiburan.
"Sudahlah. Aku sudah sadar tak ada gunanya menangisi pria bodoh dan tukang selingkuh itu. Aku hanya perlu mengganti-nya dengan pria yang lebih baik. Lalu, menyingkirkan sifat lemahku ini di hadapan siapapun. Termasuk, diriku sendiri."
Savvana terkejut mengetahui kecepatan Tiara menyembuhkan luka hatinya. Padahal Savvana tahu sangat baik bagaimana Tiara begitu menyayangi Ruben.
"Aku bangga padamu! Kamu ternyata lebih hebat dan kuat dari bayanganku."
Mereka berdua kemudian berpelukan. Saling meratapi nasib malang masing-masing. Dan seolah sepenanggulangan.
"Jadi, bagaimana awal pernikahanmu dengan calon suami Arianna? Apakah dia marah atas kenakalan Rinna dan melampiaskannya padamu? Atau dia justru lebih dulu jatuh cinta padamu dan menginginkanmu, sehingga dia mengajakmu menikah?"
***