Savvana melamun sejenak dalam kamarnya seorang diri ketika Nicholas lebih memilih untuk berkonsetrasi kerja di ruang kerjanya yang ada di lantai bawah daripada di kamar mereka.
Savvana sibuk memikirkan alasan kuat baginya untuk membolos. Dia masih saja sulit untuk berdalih. Sehingga dengan terpaksa, dia mengirimkan pesan darurat pada Tiara untuk meminta pertolongan darinya.
[ "Tia, bisakah kamu membantuku? Besok, aku berhalangan untuk hadir. Jadi bisakah kamu temukan alasan kuat untukku menghindari perhatian khusus pada Pak Tius?" ]
Pesan balasan masuk ke inbox Savvana. Tiara menunjukkan rasa terkejutnya.
[ "Hei! Apa yang terjadi? Kamu sudah tak butuh pekerjaanmu lagi setelah berhasil menjadi nyonya kaya? Kenapa kamu harus menyuruhku untuk beralasan? Lalu, aku. Aku bisa mengalami pencernaan yang sulit jika bicara panjang lebar dengan Si Gurita!" ]
Julukan gurita bukan sekedar julukan tanpa alasan untuk Tius. Omelannya bagaikan tinta hitam yang membuat seseorang menjadi gelap mata karena ulahnya.
[ "Dia bisa saja men-skors-ku jika aku ketahuan telah berbohong!" ]
[ "Tia... please... bantu aku carikan solusi terbaik, ya? Aku harus pergi ke suatu tempat besok. Aku tak bisa memberitahu siapapun kebenaran ini selain padamu." ]
Tiara terpaksa mengalah. Dia bisa mengerti bahwa Savvana pasti punya alasan kuat untuk membolos.
[ "Baiklah. Aku akan bilang pada Pak Kepala Tius kalau kamu sedang diare dan hipertensi." ]
Dua penyakit ini pernah Tius alami sehingga dia tidak masuk kerja. Jadi wajar jika Savvana menggunakan alasan yang sama untuk membolos.
Savvana mengembangkan senyum tipisnya.
[ "Kamu memang yang terbaik! Dan setelah aku masuk, aku akan mentraktirmu!" ]
Permintaan Savvana berakhir dengan separuh baik.
[ "Bukan masalah. Namun, berjanjilah padaku. Ceritakan padaku apa alasan Vincent mencarimu tadi?" ]
Savvana menghindari pertanyaan Tiara. Dia hanya mengirimkan emotion smile pada Tiara. Dan menyudahi chatting mereka. Lantaran belum ada seorang pun di kantor mereka yang tahu kalau selama ini mereka pernah berpacaran.
Malam itu, Savvana tidur dalam keadaan tidak nyaman. Dia memikirkan dengan ketat kesedihan Vincent akibat dirinya.
***
Hari telah berganti. Matahari sudah mulai terbit terang.
Savvana ternyata telah tertidur lebih nyenyak daripada apa yang dia bayangannya. Dia mengucek matanya sebentar setelah sadar. Kemudian memperhatikan keadaan di sekitarnya yang telah sedikit berubah setelah dia membuka matanya lebih lebar.
Savvana terjelembab jatuh dan bangkit dari mimpi anehnya. Dia memang sempat merasa melayang di udara. Kemudian jatuh di tempat empuk yang bisa membuatnya merasa jauh lebih baik. Kini, Savvana mulai bisa menghubungkan dunia mimpinya dengan kenyataan.
"Sejak kapan aku ada di atas kasurmu? Kamu yang mengendongku?"
Savvana mengajukan pertanyaan ini setelah sadar Nicholas sedang memperhatikannya dari dekat. Sempat membuatnya jantungan karena berpikir semalam mereka mungkin telah melakukan hal yang sama seperti malam pertamanya. Savvana merasakan sekujur tubuhnya baik-baik saja. Tanpa terlihat baru saja disentuh atau dilecehkan.
Nicholas langsung saja menatap Savvana begis antara puas melihatnya sudah bangun. Dan kesal melihatnya meremehkan sang suami yang sekuat tenaga mulai bersikap lebih bermoral demi sebuah perjanjian diantara mereka.
"Apa yang sebetulnya kamu bayangkan tentangku? Lalu, bisakah kamu hapus pikiran burukmu yang terlihat jelas itu?"
Savvana mencoba menenangkan diri. Dia yakin tidak terjadi apapun semalam.
Namun benarkah bukan tanpa alasan Nicholas membawanya naik ke atas tempat tidur?
Nicholas mengubah ekspresi wajahnya menjadi angkuh.
"Kita sudah telah 10 menit. Jadi segera bangun dan ikut Rebbeca pergi ke salon."
Savvana kembali ingat janji paginya hari ini. Dia akan ditemani oleh Rebbeca, sekretaris Nicholas untuk mempercantik diri dan membuat dirinya segar untuk dipandang oleh banyak mata yang penasaran tentang sosok istri Nicholas.
Setelah selesai berbenah dan turun ke bawah. Savvana melihat seorang wanita berkacamata rose gold bulat tipis menunggunya. Mengenakan setelan formal berupa blouse putih ketat dan celana kulot panjang serta jas pink pastel. Tampilan wanita itu terlihat elegan. Hingga Savvana yakin, wanita ini terlihat lebih cocok memerankan peran sebagai istri Nicholas ketimbang dirinya.
"Nyonya Naddeline," suara Rebbeca bahkan terdengar sangat terpelajar. Tidak heran dia berhasil menjadi orang kepercayaan Nicholas.
Namun, tanpa bisa dia pungkiri. Savvana merasa sedikit aneh ketika mendengar seseorang menyebut nama belakangnya sesopan ini untuk pertama kali. Hingga tanpa sengaja dia menunjukkan sikap kikuknya di hadapan Rebbeca.
"Hallo. Saya Savvana Naddeline. Kamu boleh memanggil saya Savva atau Vana."
Rebbeca tetap mempertahankan prinsip awalnya.
"Nyonya Naddeline, jika Anda telah siap. Mari ikut saya keluar."
Savvana memperlihatkan tatapan ragunya pada Nicholas. Tatapan ragu itu dibalas yakin dan tenang oleh Nicholas. Savvana akhirnya berjalan lebih senyap mengikuti Rebbeca keluar dari rumah dan naik ke mobil hitam yang dia kendarai seorang diri.
Rebbeca membawa Savvana pergi ke sebuah salon. Mendadaninya dengan berbagai pakaian, aksesori simple, serta make-up tipis. Savvana terkejut sendiri melihat bagaimana penampilan cantiknya di depan cermin.
Dia bahkan berulang kali takjub sambil menyentuh wajahnya yang bagaikan porselin.
"Inikah aku? Benarkah ini aku?"
Rebbeca menyatakan konfirmasinya dengan yakin.
"Itu benar, Nyonya. Itu Anda. Jadi, jangan ragukan kecantikan Anda sekarang."
Rebbeca menunduk sedikit. Dia dengan sopan mempersilahkan Savvana melangkah keluar. Menuntunnya sampai ke depan pintu mobil. Lalu membukakan pintu.
Savvana terkejut ketika menemukan Nicholas sudah berada di dalam. Dan sedang duduk rapi di kursi penumpang.
Savvana mengerjap bingung. Dia yakin mereka tidak dalam perjalanan yang sama ke salon ini. Hingga akhirnya Savvana memperhatikan lebih jauh mobil yang saat ini akan dia masuki.
Mobil hitam ini ternyata berbeda dengan mobil yang Rebbeca gunakan sebelumnya?
Rebbeca menunduk sekali sebagai bentuk salam.
"Semuanya sudah siap. Jadi, mari bertemu kembali di kantor, Tuan dan Nyonya."
"Reb..."
Savvana gagal menghentikan kepergiaan Rebbeca. Wanita itu sudah menghilang di balik pintu. Dan meninggalkan awkwardness cukup besar diantara mereka. Supir pribadi Nicholas bahkan mengendarai mobil dalam keheningan yang membuat Savvana kesulitan, bahkan hanya untuk menelan salivanya
Savvana menunduk dalam setelah kepercayaan dirinya meredup akibat penampilan barunya yang mungkin akan diejek. Atau dianggap kurang spesial seperti yang Nicholas harapkan. Pujian Rebbeca ketika melihatnya tampil cantik, seolah hanya mirip seperti pujian seorang pegawai SPG kepada pelanggan terhormatnya.
Suara pelan Nicholas mengejutkan Savvana. Ketika dia masih saja sibuk berkutat pada keraguannya untuk memulai percakapan.
"Kamu cantik. Jadi jangan kurangi rasa percaya dirimu dengan terus menunduk."
Mata caramel dan wajah super kaget itu sontak menoleh pada Nicholas. Savvana hampir berpikir dia berhalusinasi. Namun, tatapan tenang Nicholas menjelaskan lebih dari cukup tentang beberapa hal. Namun demi keyakinannya, Savvana melakukan konfirmasi ulang.
"Apa yang baru saja Anda katakan?"
Nicholas mengerling.
"Bicaralah unformal padaku. Apa kamu lupa?"
Savvana mengatup bibirnya rapat-rapat.
Nicholas bagaikan karakter menarik dalam novel. Duduk sambil menaikkan satu kakinya di atas kaki lain. Lalu memangku wajahnya di samping jendela mobil dengan satu tangan. Sambil memberikan tatapan menjurus padanya.
***