Lufat mengerutkan keningnya. Tanda tak suka.
"Ma, apa mama akan terus seperti ini? Masalah kita dengan Nicho sudah lama berakhir. Jangan ungkit masalah itu lagi dan memisahkan Nicho dari Cherril."
"Cherril anakku. Dia tak ada hubungannya dengan laki-laki itu. Jadi kenapa kamu berusaha menghubungkan mereka?"
Lufat berjuang mempertahankan kesabarannya.
"Selama belasan tahun, Cherril tidak pernah tahu bahwa dia punya kakak lain dari keluarga lain. Apa salahnya jika mereka saling diperkenalkan? Nicho juga tak akan berbuat buruk padanya. Cherril hanya perlu menyapa dia. Dan itu wajar."
Chaden merasa kepalanya berdenyut hebat.
"Lufat! Tolong bicara lebih baik dengan ibumu. Jangan bicara dengan nada tinggi. Kamu harus mengerti posisi ibumu."
Lestia mendekatkan wajahnya ke arah Lufat.
"Lufat! Kamu tidak boleh lupa bahwa aku adalah ibumu. Tak sepantasnya kamu menjadi anak durhaka hanya karena anak haram ini!"
Kata 'anak haram' yang begitu ditekankan lalu ditujukan pada Nicholas, mengejutkan Savvana. Dan beberapa orang.
Dia bisa melihat Chaden berusaha menutupi telinga putri bungsunya. Dia juga berusaha keras menenangkan istrinya.
"Lestia... hentikan itu. Kamu tak boleh bicara begitu. Apalagi di depan umum."
Naeswari dan Alex menonton dalam diam. Mereka tak berusaha melerai. Mereka juga belum mencoba memperkeruh keadaan. Namun Naeswari, atas inisiatifnya sendiri, meraih tangan cucu bungsunya dan berucap lembut.
"Cherril. Apa yang ibumu katakan adalah benar. Dia bukan siapa-siapa. Kamu hanya berhak memanggilnya dengan sebutan Om."
Savvana melirik Nicholas. Dia tak menemukan perubahan raut wajah baik atau buruk macam apapun darinya. Savvana menandakan ini sebagai sebuah kebiasaan yang selalu Nicholas pertahankan. Karena dia berharap sama sekali tak terpengaruh.
Nicholas menarik Savvana ke sisinya.
"Karena kalian sudah berkumpul di sini. Aku akan memperkenalkan istriku. Dia Savvana Naddeline. Wanita yang akan menjadi istri kedua dan terakhirku."
Semua mata tertuju pada mereka.
Lufat pun tak membahas lagi ucapan kasar ibu dan neneknya. Naeswari maju beberapa langkah untuk memperhatikan penampilan Savvana dengan cermat.
"Dia cantik. Tapi hanya sekedar cantik."
Savvana mengulum bibirnya. Dia percaya, Naeswari sengaja mengatakan kalimat datar itu untuk menekan Savvana. Tangan yang terus menjamah pinggang Savvana, mengerat. Savvana menoleh ke samping untuk mengetahui apa yang pemiliknya pikirkan.
Savvana lalu berusaha menenangkan diri. Dan mulai menyapa.
"Hallo, Nyonya. Saya Savvana. Senang bertemu dengan Anda dan semuanya."
Savvana mengedarkan satu persatu pandangan matanya pada anggota keluarga Nicholas untuk menyapa. Tatapan matanya pertama kali jatuh pada Naeswari yang hanya menatap lurus ke arahnya tanpa ekspresi. Tatapan kedua berpindah pada Lestia yang menunjukkan dengan jelas kebenciannya pada Savvana. Lalu, Alex yang tidak bisa diketahui apa isi pikirannya. Kemudian terakhir Chaden, yang berbaik hati membalas senyuman ramah Savvana dengan senyum tipis.
Tatapan mata Savvana terakhir berpindah pada Cherril.
"Hai!"
Savvana sengaja mengangkat satu tangannya untuk menyapa Cherril. Lestia buru-buru menyembunyikan Cherril di belakang punggungnya.
Savvana kembali berdiri tegak dan bersikap tenang.
"Kudengar dia hanya pengantin pengganti. Setelah pengantin aslinya kabur bersama laki-laki lain. Maka, bagaimana jika kita anggap nasibmu tak pernah baik terkait wanita?" Untuk pertama kalinya Alex memberikan respon. Namun respon yang dia tunjukkan begitu menohok. Hingga Savvana bisa merasakan suhu dingin dan panas yang menusuk kulitnya dari samping.
Alex memiliki tubuh lebih tinggi dari Nicholas. Dia memiliki postur tubuh yang juga kokoh dan jenjang. Sehingga ketika mereka disandingkan bersama. Kedua pria itu layak menjadi pusat perhatian karena tampilan mereka yang menonjol sejak awal.
Lalu saat diperhatikan kembali. Wajah Alex lebih kecil, tirus dan dingin daripada Nicholas. Tatapan matanya sangat misterius. Dan benar kata Lufat. Sosoknya yang sangat tak bersahabat, mengintimidasi kuat orang-orang lemah di sekitarnya.
Pria berjas hitam dan rapi itu menunduk sedikit untuk menyesuaikan tinggi Savvana yang bahkan tak sampai ujung pundaknya.
"Kamu adik angkat Arianna? Anak adopsi keluarga Glenn? Dan anak yatim piatu yang malang?"
Untuk beberapa waktu, Savvana merasakan napasnya menjadi sesak.
Dia terkejut mendapat serangan kuat hanya dari sebuah ucapan. Meski ini bukan pertama kalinya bagi Savvana mendengar penjelasan lengkap tentang jati dirinya di keluarga Glenn.
Nicholas mendorong mundur Savvana. Dia menghalangi Alex menargetkan istrinya.
"Kamu sepertinya sudah punya banyak waktu luang untuk mencari tahu hal yang tidak berguna, Lex. Sejak kapan kamu bertindak sebagai mata-mata dan wartawan?"
Lufat mendesah di belakang. Dia lega tidak berada di tengah-tengah kakak-kakaknya. Namun dia kasihan pada nasib malang Savvana yang terhimpit di balik wajah bingungnya.
Chaden menepuk pelan pundak Alex dan tertawa.
"Kamu pasti terkejut ya, Savvana. Alex memang suka bicara sesuatu yang terlalu ekstrim. Tapi percayalah, kalau maksud sebenarnya adalah baik."
Nicholas mendengus diakhir pembelaan Chaden.
"Paman, tidak baik terlalu membela putra tiri paman. Dia bisa menjadi besar kepala. Lalu, pada akhirnya lupa siapa yang seharusnya dia pedulikan dan tidak."
Savvana menarik lengan jas Nicholas. Dia tak bersedia menghadapi perselisihan keluarga yang alot ini. Dia merasa terjebak dalam situasi rumit yang belum sanggup dia hadapi.
Suara Naeswari ternyata tidak lebih baik dari cucu kesayangannya. Sehingga tidak perlu heran, darimana Alex mendapatkan kepercayaan diri untuk menjatuhkan harga diri seseorang lalu melukainya.
"Hah!" desahan ini menarik perhatian beberapa anggota.
"Tidak ada yang baik dalam hidupmu. Setelah kamu tumbuh sebagai anak haram. Kamu kini harus menikah dengan seorang anak yatim piatu yang miskin."
Nicholas mencengkram tangannya. Savvana buru-buru menghentikan amarahnya. Dia percaya Nicholas bisa saja menghancurkan sesuatu, tanpa peduli image-nya.
Chaden menyentuh kepalanya. Dia lalu meminta Lufat untuk membawa pergi Cherril. Lufat ingin menolak. Namun, dia percaya tidak ada satu orang pun, selain dia dalam keluarganya, yang bersedia melewatkan kesempatan untuk menghancurkan ketenangan Nicholas.
Lufat terpaksa menarik Cherril pergi.
"Cherril... ayo ikut dengan kakak! Kita hirup udara yang lebih bersih di luar sana!"
Cherril menurut. Dia menggandeng tangan kakaknya. Lufat pun sesungguhnya masih saja menunjukkan tatapan tak rela-nya. Untuk pergi dan melewatkan kesempatan berharganya, membela kakak tirinya yang malang saat dibutuhkan.
Cherril menarik lengan baju Lufat dan berbisik di samping telinga Lufat yang telah bersedia membungkukkan tubuh dan menunduk.
"Kakak, apa mereka akan baik-baik saja? Cherril merasa mereka akan perang. Atmosfer di sekitar mereka sedikit menyeramkan!"
Lufat hanya tersenyum pahit. Mengajak adik kecilnya untuk menyingkir dan mencari udara segar di luar ruangan.
Lufat diam-diam memberi kode pada Rebbeca untuk mengawasi keluarganya. Rebbeca menangguk kecil. Kemudian memperhatikan sekitar. Sambil berharap pertengkaran alot ini berhenti sampai di sini. Sebelum masalah lebih besar datang tanpa diundang.
Jumlah orang yang berkumpul di ruang tiga semakin berkurang. Sebagian besar dari mereka telah merasakan semacam firasat buruk. Jadi, banyak dari mereka berharap tidak punya kesempatan untuk ikut campur atau terlibat. Dan akhirnya kena masalah.
Rebbeca mengawasi dari tempatnya dan menatap khawatir. Ketika Nicholas hanya bisa melawan seorang diri begitu dia sedang dikepung.
***