Chereads / Pernikahan Paksa : Pengantin Pengganti / Chapter 11 - 011 Kerja dan Mandiri

Chapter 11 - 011 Kerja dan Mandiri

Savvana muncul di hadapan Nicholas dengan sikap tenang. Sambil menyerahkan surat perjanjian yang sudah dia tanda tangani dengan yakin.

"Lima tahun. Aku yakin bisa bertahan. Meski aku tak bisa memprediksi masa depan."

Nicholas melirik kertas perjanjian yang benar telah Savvana tanda tangani. Dia tidak terkejut mengetahui hasilnya. Dia hanya bersikap tenang di atas perasaan puasnya.

"Sarapanlah bersama jika kamu juga telah siap."

Nicholas melirik pakaian Savvana dari atas hingga ke bawah. Nicholas yakin dia pasti akan mengatakan sesuatu padanya.

Savvana menarik kursi makan untuknya. Terlihat lebih nyaman ketika Elsa ternyata tidak ikut sarapan bersama Nicholas. Dan entah sedang bersembunyi dimana.

"Saya harus tetap bekerja. Saya sudah menghabiskan cuti kerja saya. Dan harus kembali."

Nicholas menurunkan cangkir kopi hitam yang setiap pagi selalu dia minum.

"Pekerjaanmu, yang sebagai costumer servise itu?"

Savvana tak menunjukkan rasa malu terhadap pekerjaan sederhananya. Dia bekerja dengan tekun. Dia juga jarang melakukan kesalahan. Maka tak ada alasan bagi Nicholas meremehkan pekerjaannya yang dibutuhkan oleh banyak pelanggan. Termasuk Nicholas, bila suatu hari dia punys keluhan atau pertanyaan.

"Saya tidak tahu bagaimana Anda mengetahui pekerjaan saya. Tapi, saya serius ketika saya mengatakan ingin kembali bekerja. Saya hanya mendapatkan izin cuti selama 2 hari. Anda tentu tahu itu terlalu mendadak setelah apa yang tidak saya rencanakan."

Nicholas menemukan kembali hal yang tidak dia sukai.

"Bukankah setelah menikah denganku, kamu tak perlu bekerja? Aku bahkan sudah menuliskannya dalam surat perjanjian kita. Aku akan memenuhi seluruh finansialmu dan memanjakanmu dengan uang."

Savvana memperlihatkan tekadnya.

"Seorang wanita harus bisa mandiri. Terlepas seberapa kaya suaminya. Tak peduli apa pekerjaan Anda dan berapa gaji tahunan Anda. Saya sebagai istri kontrak harus tetap bisa berdiri tegak di atas kemampuan saya sendiri."

Mata gingerbread Nicholas berkilat. Dia menyukai perumpamaan ini. Dia menghargai seseorang yang sanggup mengatakan kalimat tersebut dengan percaya diri. Meski dia tak bisa memprediksi masa depan.

Nicholas pun bersedia memberikan imbalan bagi seorang istri yang bersedia menyetujui syarat pernikahan darinya.

"Oke. Itu bukan masalah. Namun, pastikan kamu pulang tepat waktu. Dan menyediakan keperluanku seperti kemarin."

Savvana memutar bola matanya.

Apa Nicholas adalah anak kecil? Kenapa dia butuh dilayani? Dan kenapa dia tidak melayani saja sendiri kebutuhannya tanpa bantuan seorang istri?

Savvana mencemaskan beberapa hal. Waktu kerjanya di kantor adalah sekitar pukul 8 pagi sampai 4 sore. Jika tidak ada pengecualian seperti kemarin dan Nicholas pulang sesuai jadwal kerjanya yaitu pukul 9 pagi hingga 5 sore.

Savvana pasti tak akan menemukan kesulitan untuk pulang tepat waktu sampai rumah saat dibutuhkan. Dia hanya perlu buru-buru pulang dan menghindari kemacetan lalu lintas dengan menggunakan kereta listrik. Lalu sampai di rumah paling cepat pukul 4.45. Waktu yang masih cukup jauh dari jam pulang kantor Nicholas.

Lalu. Jarak antara kantor Nicholas dan rumah setelah Savvana mencari informasi itu dari Emma, adalah sekitar 15 menit sampai 20 menit. Itu artinya, Savvana masih memiliki waktu longgar sekitar 30 sampai 35 menit untuk mandi dan mempersiapkan segala hal yang dia butuhkan dalam menyambut kepulangan sang suami.

Kesepakatan ini kembali Savvana ambil. Dia masih percaya diri bisa menghandle-nya.

"Baiklah. Aku akan berusaha menyanggupinya. Aku pun percaya pada semangat kerjaku."

Nicholas menghentikan kunyahannya. Dia melipat tangannya sejenak. Segera, setelah akhirnya dia menatap dalam istrinya yang masih bicara terlalu baku untuk beberapa saat lalu.

"Aku yakin aku sudah mengatakan padamu untuk tidak perlu bicara terlalu formal padaku. Suami istri tak pernah bicara 'Saya dan Anda' dalam percakapan mereka. Sebutan 'Tuan', juga harus dihapus dari benakmu saat sedang berhadapan denganku."

Savvana mengangguk paham.

Dia berdiri tanpa menyentuh sarapannya. Dia buru-buru mengambil tas setelah mengecek waktu di jam tangannya.

Pukul 6 pagi. Dia masih punya waktu banyak untuk bisa sampai ke kantornya. Namun, dia adalah penghuni baru di wilayah ini. Jadi wajar jika dia harus mempersiapkan waktu lebih banyak untuk mengetahui jalur ternyaman menunjuk ke stasiun kereta terdekat.

"Aku harus berangkat sekarang jika ingin mengejar kereta. Tapi, bolehkah aku meminta sesuatu dari Anda?"

Sorot mata Nicholas meruncing setelah dia yakin sudah memperingatkan Savvana untuk memperbaiki tutur katanya yang membuat tidak nyaman.

Savvana dengan cepat menyadari perubahan mood Nicholas yang menurun. Dia mengoreksi ucapannya. Dia juga tak berharap perubahan mood yang memburuk ini menyebabkan permintaannya tak bersedia dipenuhi.

Savvana berdeham pelan untuk mengatur pelafalannya.

"Apa aku boleh membawa motor-ku kemari dari rumah Bibi Yolan? Aku ingin menghemat biaya. Aku bisa kehabisan biaya ongkos jika terus bolak balik dari stasiun kereta menuju ke rumah. Jika aku punya sepeda motor. Aku bisa lebih banyak menghemat tidak hanya biaya. Tapi juga, waktu."

"Memarkirkannya di parkiran motor stasiun kereta bawah tanah ketika akan berangkat kerja menaiki kereta. Aku pun bisa pulang sebelum terlambat menuju rumah dengan motor itu. Tanpa khawatir menunggu terlalu lama bus yang akan lewat pada jam sibuk."

Nicholas merasakan kepalanya terhimpit bantal yang terlalu besar. Empuk dan tidak sakit. Tapi melukai harga dirinya. Setelah mengetahui istrinya harus melewati rintangan panjang untuk bisa bekerja dan pulang tepat waktu.

Savvana menatap Nicholas sekali lagi dengan lebih bersungguh-sungguh.

"Itu adalah motor kesayanganku. Dia sudah bersama denganku sejak lama. Paman Erick yang membelikannya khusus untukku xi hari ulang tahunku. Setelah tahu Arianna tidak pandai berkendara menggunakan mesin beroda dua," Savvana mengetatkan kembali sifat manisnya.

"Nicho... apa aku tak boleh mengajukan permintaan sederhana ini? Aku sudah bersedia menikahimu selama 5 tahun. Menuruti syarat sebagai istri yang kamu ajukan. Lalu, jika hanya sekedar meminta sebuah benda itu ke rumah ini. Apakah itu memberatkanmu?"

Nicholas terkejut.

Dia tidak tahu kemana perginya wanita malang yang menangis tersendu-sendu di sampingnya saat malam pertama mereka. Wanita yang berdiri dengan mata berbinar di depan matanya seperti orang lain dan telah menghapus jati dirinya yang pengecut.

Savvana hampir saja menyerah ketika dia pikir upaya keras percuma.

Nicholas berdeham sekali. Dia juga mengizinkan Savvana membawa motornya ke rumah.

"Hanya motor. Itu bukan masalah. Tapi, kenapa alih-alih meminta sebuah mobil beserta supir, kamu justru mengajukan permintaan aneh ini?"

Savvana tersenyum ceria setelah puas mendengar jawaban Nicholas. Savvana pun kini berpikir Nicholas mungkin tak seburuk pikirannya.

Nicholas ternyata masih menunggu jawaban dari Savvana atas pertanyaannya. Savvana buru-buru memikirkan jawabannya.

"Aku harus mandiri. Dan tak bergantung padamu!"

Savvana pergi setelah puas dengan prinsip teguhnya. Nicholas lalu melanjutkan sarapannya lagi setelah memasang wajah masam untuk sesaat.

***