Chapter 8 - 008 Penjilat

Savvana lagi-lagi bersikap tenang dan kuat. Sebagaimana dulu dia sering diajarkan oleh almarhum ayahnya untuk menyikapi masalah apapun dengan kepala dingin.

"Tante, tante tidak perlu khawatir. Nicholas memperlakukan Vana dengan sangat baik. Dia mungkin bisa menjadi pria idaman para wanita. Hingga mungkin suatu saat, Rinna akan menyesali keputusannya untuk menggagalkan pernikahan ini."

Savvana bertahan kuat di bawah rasa perih hatinya harus berbohong dan memuji suami yang tak layak dia puji atau sanjung.

"Vana..." Yolanda memanggil putri angkatnya dengan lembut, "Kamu tahu betul betapa kami sangat menyayangimu, Vana. Kamu tetap berharga meski tidak berkorban untuk kami. Karena itu, jika ada yang tidak kamu suka atau mengganggu pikiranmu. Kamu boleh cerita pada tante. Tante bersedia melakukan sesuatu dan menebus rasa bersalah tante pada almarhum ibumu akibat kejadian ini."

Savvana menguatkan hati agar tak mudah dibujuk. Dia masih ingat bagaimana Nicholas mengancam akan menuntut keluarga Arianna bila mereka mencoba mempermalukannya. Savvana pada akhirnya, dengan keteguhan hati, ikhlas meski berat.

"Semua berjalan baik, Tante. Sangat baik. Hingga Vana percaya. Almarhum ibu yang di atas sana pasti akan ikut bahagia melihat Vana. Dan dibandingkan itu semua. Vana hanya bisa berharap, Om dan Tante menjaga diri dengan baik. Vana mungkin akan sulit menengok kalian. Vana juga akan bertahan di sini semampu Vana."

Yolanda ingin bicara lebih lama. Namun, Savvana lebih dulu mengakhiri pembicaraan mereka lantaran tidak mau lebih banyak berdusta dan terlihat kuat.

Setelah, selama ini. Tempat tinggal, biaya kuliah dan semua keperluan hidup Savvana, telah keluarga Glenn berikan padanya secara cuma-cuma. Tidak menuntut balasan dan memperlakukan Savvana hampir setara dengan putri semata wayangnya.

Pembicaraan mereka mendadak harus berakhir ketika sepasang mata buas ternyata sudah mengawasi Savvana sejak awal. Berdiri dengan bersandar pada dinding dan memasang wajah datar di balik sorot matanya yang tajam.

Savvana buru-buru mengucapkan pamit.

"Tante! Vana tutup teleponnya dulu ya, Tante. Vana perlu bersiap-siap!"

Emma yang melihat Tuan Mudanya datang, memberikan salam. Memberi kode akan meninggalkan Savvana dan Nicholas berdua. Savvana merasakan jantungnya berdetak kencang karena gugup. Dia tidak tahu sejak kapan Nicholas berdiri mematung di sana. Dia juga tidak tahu dari dan sampai mana, Nicholas mendengar pembicaraannya dengan Tante Yolanda.

Ingatan jelas tentang apa yang terjadi semalam dan betapa Savvana diperlakukan buruk, mendorong turun suasana hati Savvana yang sudah jauh lebih baik setelah mendapat perhatian kecil dari Emma dan Yolanda.

Samar-samar, Savvana melirik jam dinding di atas lemari panjang ruang tengah. Masih pukul 3 sore dan bukan termasuk waktu yang tepat bagi Nicholas untuk pulang dari kantornya.

Suara deep Nicholas membuyarkan lamunan Savvana.

"Nyonya Yolanda menghubungimu. Kamu pun masih bersikap baik padanya?"

Pertanyaan itu menggetarkan hati sensitif Savvana. Dia sudah terlanjur dipermalukan dan disakiti hingga mendalam. Kali pun, Savvana yakin Nicholas akan kembali menjatuhkan mentalnya.

"Tante sekedar ingin menanyakan keadaanku dan mencemaskanku. Aku tak mungkin mengadu padanya. Jadi jangan berpikir aneh tentangku!"

Nicholas maju dan mendekatkan wajahnya.

"Apa alasanmu berkata itu?"

Savvana mengernyit. Dia baru sadar kalau Nicholas punya alis mata yang tebal. Sorot matanya memang sudah tajam sejak pertama kali mereka bertemu. Namun kali ini, tatapan matanya tidak setajam sebelumnya.

Nicholas melengkapi ucapannya.

"Kau bisa saja menjelek-jelekkanku dan menghinaku. Tapi dengan sikap malaikatmu, kamu tidak ingin nama baik suamimu jadi rusak?"

Savvana menatapnya sinis sikap arogan Nicholas.

"Singkirkan pikiran konyol itu. Aku bukan penjilat. Dan tak merasa ada gunanya memuji Anda di depan orang lain."

Savvana benci menemukan dirinya terlihat lebih rendah karena sudah menutupi kejahatan suaminya. Dan memuji sifatnya yang buruk. Lalu, ketahuan.

Nicholas justru mengartikan sikap berbakti Savvana secara sepihak dan positif.

Sikapnya sejak awal dan hingga saat ini belum berubah. Wanita ini masih saja bersikap baik pada keluarga angkatnya setelah semua masalah yang membelitnya.

"Terkadang, naif dan bodoh itu beda tipis. Namun mungkin kamu adalah salah satu perempuan yang paling bodoh di dunia ini. Keluarga Glenn sudah menjerumuskanmu ke dalam pernikahan yang tidak kamu inginkan. Namun kamu masih saja peduli pada keluarga angkatmu?"

Nicholas telah menyelidiki bagaimana kehidupan Savvana sebelum ini. Dia tahu bagaimana Savvana bisa masuk dalam keluarga Glenn dan menjadi anak angkat mereka. Dia juga tahu kalau sejak kecil Savvana dan Arianna telah berteman akrab. Hingga kematian kedua orang tua Savvana mendorong keluarga Glenn untuk mengadopsinya.

Kejadian itu terjadi sekitar 3 tahun yang lalu. Munculnya ledakan besar akibat konsleting listrik di kediaman Horiston, ayah kandung Savvana. Kejadiannya dini hari. Memori itu pasti membekas dalam ingatan Savvana karena saat itu dia juga berada di tempat kejadian.

Selamat setelah ayahnya datang menolong dan membawanya keluar. Horiston yang gagal menemukan istrinya, masuk kembali ke dalam rumah dan berusaha menyelamatkan Silviara, istrinya, dari reruntuhan.

Api melahap habis rumah mereka dalam sekejap.

Pasangan suami istri yang seharusnya ikut selamat itu terjebak dalam kobaran api dan tak bisa diselamatkan. Tim pemadam kebakaran gagal tiba tepat ke lokasi kebakaran. Puing-puing besar yang menghimpit tubuh Silviara pun gagal Horiston singkirkan. Hingga keselamatan mereka menjadi korban.

Savvana menyadari tak ada yang salah atas tindakannya melindungi keluarga baru yang juga sangat penting baginya.

"Mereka adalah keluarga saya. Dan selama ini, mereka juga sudah banyak membantu. Sehingga selain saya bersikap baik dan tidak membuat mereka cemas. Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan mereka?"

Nicholas menggertakan giginya. Dia benci saat seseorang berlagak baik. Ketika kemalangan sedang menimpa dirinya.

Nicholas menjauhkan tatapannya. Dia berjalan naik ke atas menuju ke kamarnya. Namun, sebelum dia menginjakkan kakinya di anak tangga pertama. Nicholas sudah menoleh kembali pada Savvana. Menatapnya dengan sudut mata berbeda kemudian memerintah.

"Siapkan air hangat untukku dan segelas teh seperti layaknya istri yang teladan."

Savvana berdiri terpaku di tempat. Dia belum rela melayani Nicholas selayaknya seorang istri.

Nicholas memperlihatkan tatapan mengejek.

"Kamu keberatan? Dan tak bersedia melakukannya?"

Savvana dengan berat hati menghembuskan napas panjangnya. Melangkah naik mendahului Nicholas dan mempersiapkan segala kebutuhan Nicholas.

***