Elsa, ibu Nicholas, menghentikan kepergian putranya. Dia sudah menatap dengan sangat serius. Dia juga telah menunggu sangat lama, sampai dia berhasil bicara dengan putranya.
"Nicho, apa sebenarnya rencanamu? Kenapa kamu malah menikah dengannya dan bukan Arianna? Kau sengaja melakukannya untuk menentangku? Karena itu, kamu menggunakan wanita itu untuk membuatku kesal?"
Nicholas menatap sinis pada ibunya yang cerewet.
"Kenapa, bu? Bukahkah ini yang ibu inginkan? Ingin aku segera menikah lagi dan memiliki seorang anak untuk bisa ibu besarkan? Lalu sekarang, setelah aku sudah menuntaskan apa yang ibu inginkan. Kenapa ibu harus terlihat begitu kecewa dan kesal? Apa ibu marah karena masalah yang ditimbulkan oleh keluarga Glenn? Dan ingin melemparkan kesalahan itu padaku?"
Elsa menarik napas panjang. Mereka selalu tak pernah bisa bicara baik-baik.
"Nicho! Bukan dengan cara ini jika kamu ingin menyulitkanku. Kita tidak tahu bagaimana asal usul wanita itu. Kita juga tidak tahu bagaimana selama ini dia menjalani hidupnya. Namun, hanya demi mempertahankan pernikahan yang sudah salah sejak awal. Kamu malah menikah dengan wanita yang telah berkomplot untuk menipu kita?!"
Mereka berdua sama-sama telah melihatnya secara langsung. Bagaimana penipuan itu dilakukan demi Arianna, calon istri Nicholas yang sebenarnya. Komunikasi dan perintah dalam keluarga Glenn mungkin tidak berjalan secara lancar.
Namun, kini. Elsa sadar bahwa Nicholas telah melakukan sebuah tindakan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Nicholas pun tak mau menyesali keputusan yang sudah dia ambil.
"Intinya, aku sudah menuruti permintaan ibu. Aku menikah dengannya. Kami juga sudah terikat surat nikah. Jadi tak ada alasan lain bagi ibu untuk membuangnya."
Bibir Elsa mengkerut. Dia sudah bersusah payah bicara baik-baik dan menyadarkan putranya dari sebuah kesalahan fatal. Namun, penyakit keras kepala putranya masih saja tak ada obatnya. Elsa kembali mengangkat kepalanya dan bersuara. Ketika dia melihat Nicholas akan pergi meninggalkannya.
"Mau kemana kau? Dan apa yang ingin kau lakukan?"
Elsa masih punya banyak hal yang harus mereka bicarakan. Nicholas hanya melirik samar ibunya lalu menjawab enteng
"Mencari gundikku!"
Elsa seketika menyentuh dimana letak jantungnya berada. Dia terkejut dan syok menghadapi kelakuan kasar putranya. Elsa pun kemudian mengelus dadanya secara perlahan untuk mengontrol diri.
Entah apakah mereka menyadarinya atau tidak. Savvana diam-diam mendengarkan percakapan Nicholas dengan ibunya. Dia mendengar bagaimana ibu Nicholas meragukan status menantunya. Dia juga berulang kali menentang pernikahan ini.
Namun, mengapa? Mengapa Nicholas tidak luluh saja pada ucapan ibunya? Menyerah soal pernikahan yang sudah salah sejak awal. Lalu, membuangnya.
Savvana berjalan lemah menuju ke atas kasurnya. Di duduk sambil bersandar dan menekuk kedua kakinya. Bulir air mata perlahan jatuh dan membasahi pipinya.
"Ayah, ibu. Apa yang harus Savvana lakukan sekarang? Savvana sudah menikah. Namun bukan dengan laki-laki yang Savvana cintai. Menikah hanya demi ambisi orang lain. Lalu yang terburuk. Malam pertama kami harus Savvana lalui sendirian. Nicholas pergi menemui wanita lain dan meninggalkan Vana."
Savvana dengan cepat menghapus air matanya setelah menemukan sesuatu yang lebih berharga untuk dia syukuri.
"Ya. Palinh tidak, ini jauh lebih baik daripada aku harus bermalam dengannya! Lalu, mengharapkan kalimat cinta semu keluar dari mulutnya."
***
Nicholas yang telah mengembalikan kesadarannya bersembunyi di salah satu kamar hotel. Tidur bersama seorang wanita cantik dan seksi yang sengaja dia sewa untuk melengkapi malam panjangnya yang membosankan.
Irish Lauren. Atau biasa lebih sering dipanggil, Irish. Dia selalu kehilangan kendali, setiap kali dia sedang asyik bercumbu manja dengan Nicholas. Hingga baginya, Meski dia tak dibayar, dia bersedia menemani Nicholas melampiaskan nafsu terpendamnya kapan pun dia dibutuhkan.
Tangan-tangan nakal dan lembut Irish tak berhenti meraba dada polos Nicholas serta simbol kejantanannya. Irish menggila. Nicholas pun tak berhenti membuat Irish mengejang, mendesah erotis puluhan kali secara acak, dan terbuai oleh sentuhannya yang maha menggoda.
Selesai bercinta, keduanya memutuskan untuk berbaring sejenak. Berpelukan mesra dan mencari kehangatan di bawah selimut. Irish tidak mungkin tidak tahu bagaimana suasana hati Nicholas saat ini.
"Ada apa dengan moodmu hari ini, sayang? Kamu terlihat gusar. Kamu juga seperti sedang memikirkan sesuatu. Apakah ini adalah karena pernikahanmu hari ini?"
Irish dibuat cemburu oleh sikap dingin Nicholas yang tidak seperti biasa. Kemesraan mereka malam ini memang sangat memabukkan. Namun terlepas dari itu semua, Irish sadar Nicholas menunjukkan tabiat berbeda.
Nicholas melirik Irish. Dia mengagumi sedikit kepintaran Irish yang sanggup membaca moodnya. Sehingga jika dipikir, tidak sia-sia jika selama ini Nicholas lebih sering mencari Irish dibandingkan pelacur lain.
"Seorang wanita lugu mencoba menggodaku. Dia menggunakan trik murahan untuk bisa menikahiku."
Irish menunjukkan ketertarikannya. Dia penasaran tentang trik rendah apa yang wanita beruntung itu lakukan. Hingga dia berharap, dia mungkin saja bisa mengikuti jejaknya. Nicholas mengoreksi ucapannya agar tidak terkesan sedang membual.
"Dia menikahiku demi sahabatnya. Untuk menggagalkan pernikahan kami dan mempermalukanku."
Irish mendekap Nicholas lebih dekat. Dia terkejut ada seorang wanita yang berani melakukan itu pada Nicholas.
"Jika begitu, kenapa kamu harus menikahinya? Kenapa kamu tak batalkan saja pernikahan itu dan menuntut mereka?"
Nicholas terdiam.
Dia juga bingung terhadap dirinya. Sudah jelas dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk menghindari pernikahan. Nicholas justru mengancam sang pengantin pengganti untuk segera melangsungkan pernikahan mereka?
"Itu adalah hukuman dariku. Jika dia ingin membuatku malu. Maka aku pun bisa membuatnya lebih malu dan menderita."
Irish kurang paham beberapa hal.
"Jika kamu ingin membuatnya malu dan menderita. Apakah layak jika kamu menikahinya?"
Selain tampan dan kaya, Nicholas memiliki perangai yang misterius dan kelam. Tak sembarang orang bisa tahu apa yang dia pikirkan dan inginkan. Berapa banyak pun Irish berusaha memahaminya. Irish bergerak lebih lembut dan intens untuk menaikkan kembali mood Nicholas.
"Meski begitu, jangan cemas. Istri malangmu pasti sedang menangis sendirian sambil meraung-raung di kamarnya yang gelap."
Nicholas gagal membayangkan imajinasi itu. Baginya yang tahu bahwa Savvana menikahinya hanya karena terpaksa. Nicholas lebih percaya bahwa saat ini wanita malang itu mungkin sedang bersorak gembira karena tak perlu menghabiskan malam penuh siksaan bersama dengannya.
"Kupikir akan lebih baik begitu. Tapi, ada baiknya aku memastikannya sendiri setelah melihatnya."
Irish ikut bangkit kemudian duduk. Setelah melihat Nicholas turun dari ranjang dan berpakaian.
"Kamu akan pergi secepat ini?" Sambil menutup diri di balik selimut dan menatap dengan super heran. Irish menunjukkan ketidaksukaannya.
"Bukankah kamu tidak tertarik padanya? Itu sebabnya kamu lebih memilih tidur bersama denganku malam ini, dibandingkan harus bersama wanita licik itu? Lalu, apa yang ingin kamu lakukan sekarang?"
Padahal Irish sudah sangat berharap Nicholas akan lebih lama bersama dengannya. Namun ternyata, Nicholas lebih dulu melemparkan sorot mata tajamnya kepada Irish. Sebelum Irish mendesak manja padanya.
"Jangan lupa siapa dirimu di mataku, Irish? Kamu tak punya hak untuk mengaturku. Kamu juga sama sekali tak perlu punya andil untuk tahu apa yang akan aku lakukan!"
Irish tersentak. Dia sadar tak punya arti apapun di hadapan Nicholas. Irish menunduk dalam. Dia sudah menerima segepok uang bayarannya setelah Nicholas melemparkan sebuah amplop tebal ke padanya.
"Ambil itu sebagai bayaranmu. Nikmati fasilitas kamar hotel ini sampai besok. Dan jangan pernah hubungi aku lagi, sebelum aku yang menghubungimu!"
Irish terdiam di posisinya.
Dia tak punya kekuatan untuk melawan jika Nicholas sudah membuat keputusan. Irish dengan tenang menghitung uangnya. Membiarkan Nicholas pergi sambil memperlihatkan tatapan menghina ke arahnya.
Selepas kepergian Nicholas. Irish meremas uang yang dia sentuh. Irish juga memperlihatkan tatapan mendalam ke arah pintu keluar kamar hotel.
***