Savvana menelan susah payah salivanya.
Senyum yang Nicholas tunjukkan bukan berarti dia sedang memuji kebaikan hati Savvana yang bersedia menggantikan Arianna tanpa peduli dengan konsekuensi apa yang akan dia hadapi.
Bukan juga senyum senang karena telah berhasil dibohongi dan ditipu dengan sangat mudah. Melainkan, sebaliknya. Nicholas mengamggap semua tindakan Savvana begitu konyol dan tidak seharusnya terjadi di hari pernikahannya.
Nicholas lalu berpaling menatap orang tua Arianna dengan tatapan dingin dan menuntut penjelasan.
"Bukankah kalian mengatakan bahwa pernikahan ini sudah disetujui oleh semua pihak? Bahkan Arianna sendiri sudah sangat menantikan pernikahan ini? Namun dia ternyata tidak sabaran untuk menggagalkan pernikahannya? Dan, kabur bersama dengan pria lain?"
Penuturan Nicholas jelas menjatuhkan harga dirinya sendiri. Dan semua orang akan tahu bahwa calon istrinya berusaha kabur dan menggagalkan pernikahan. Erick tak bisa berbuat hal lain, selain berulang kali menatap cemas ke arahnya.
"Tuan Nicholas. Maafkan atas ketidaksopanan dan kelancangan putri kami, beserta sahabatnya. Mereka pasti melakukan semua ini karena terbawa suasana dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah."
Nicholas mencemooh.
"Anda sebut ini sebagai tindakan dua orang yang belum dewasa? Dan apa Anda lupa berapa usia putri Anda? Menyebut mereka masih sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Jelas itu hanyalah sebuah alasan semu yang tidak punya arti, Tuan Erick!" ucapan Nicholas berubah menjadi sangat menekan dan mencekam.
Ketika semua hadirin sudah menatap lurus ke arah mereka. Menantikan moment indah sang mempelai pria akan mengucapkan janji pernikahan dan menyematkan cincin pernikahan mereka ke tangan calon istrinya.
Seluruh imajinasi indah dan sakral mereka tentang pernikahan tampaknya harus tercerai berai. Tentang kabar sang pengantin wanita yang ternyata adalah pengantin pengganti. Dan pengantin yang asli sekarang ini entah berada dimana.
Nicholas yang tak ingin mendengar desas-desus mengganggu itu, langsung saja menatap tajam Savvana.
"23 tahun. Itu artinya, umurmu juga sama dengannya. Bukan begitu?" Nicholas masih mencoba untuk mengorek informasi yang harus dia pastikan.
Savvana menjawab dengan lemah dan bimbang.
"Ya, Tuan. Dan saya minta maaf atas seluruh kekacauan ini. Saya benar-benar hanya berniat untuk membantu Arianna. Sama sekali tidak ingin merugikan Anda."
Nicholas menganggap permintaan maaf Savvana tidak tulus.
"Tidak ingin merugikanku? Namun bagaimana jika aku justru merasa dirugikan? Sudah menyusung pernikahan besar dan mengatur segalanya dengan sempurna. Namun kamu dengan mudah malah mengatakan bahwa kamu tidak ingin merugikanku?"
Kontras dan sangat tidak konsisten. Savvana menyadari kesalahannya. Tapi masih mengharapkan sikap lapang Nicholas.
"Saya minta maaf. Saya sadar tindakan saya sudah menyakiti Anda. Namun, saya hanya datang untuk menggantikan Arianna. Dia tidak ingin menikah dengan Anda. Dan dia juga sudah memiliki pria lain di hatinya," kalimat pengulangan Savvana mengandung duri. Sampai akhirnya mendorong Nicholas untuk mengambil tindakan impulsif yang belum pernah terpikirkan olehnya sebelum ini.
"Lakukan sampai tuntas! Jika kamu ingin menggantikan Arianna menikah denganku. Maka lakukan itu sampai tuntas dan jangan setengah-setengah!"
Savvana membulatkan mata. Dia terkejut dan panik.
Nicholas menilai hal itu sebagai balasan yang pantas. Lalu melanjutkan.
"Kita menikah. Dan langsungkan pernikahan ini sesuai jadwal dengan pengantin baru yang tersedia!"
Seluruh keringat dan ketegangan meluncur deras pada raut wajahnya yang tidak berdaya. Dia ingin menolak usulan itu dan melarikan diri. Namun situasi saat itu sangat mendesak. Dan tidak memberikannya celah untuk bisa menjauhkan dirinya dari calon suami yang tidak juga dia inginkan.
"Tuan, Nicholas. Tolong, sadarkan diri Anda. Apa Anda tahu bagaimana situasinya? Anda sadar ketika berkata begitu?"
Nicholas tak bisa menarik kata-katanya kembali.
"Aku sadar dan tahu bagaimana situasinya. Aku sudah terlanjur mengalami segala macam kesulitan, kerugian, lalu bahkan dipermalukan di depan umum. Aku tidak ingin mereka menggunjingkanku. Terlebih lagi karena aku adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya."
Hati nurani Savvana tersentak. Dia iba mendengar bagaimana situasi buruk ini memberikan pengaruh kuat bagi Nicholas. Namun bagaimana pun itu, Savvana tetap saja tidak bisa menyanggupi permintaan mengada-adanya.
"Kita tidak saling mengenal, Tuan. Jadi berhenti membicarakan omong kosong dan relakan masalah ini hanya sampai di sini!"
Nicholas yang sudah kepalang tanggung, bersikukuh pada keputusannya.
"Bagaimana jika begini? Aku akan memberikanmu alternatif? Menikah hanya sampai semuanya tenang dan kamu bisa menceraikanku? Atau kamu akan membiarkanku melaporkan keluarga penipu itu kepada yang berwajib?"
Mata Savvana mengepalkan tangannya.
"Apa baru saja Anda mengancam saya?"
Nicholas bersikap sangat santai. Dia percaya gertakannya ini akan berguna.
"Semua itu bergantung padamu. Terserah bagaimana kamu menanggapinya. Keputusan akhirku tetap sama."
Savvana kembali memohon belas kasihan setelah menghadapi jalan berduri.
"Saya mohon pada Anda, Tuan. Tolong jangan lakukan itu. Anda pasti akan menyesal jika Anda menikahi saya."
Nicholas tak peduli.
"Saya juga mungkin akan membuat Anda kesusahan dan mengalami kesialan."
Nicholas masih saja tidak luluh. Dia justru tergelitik.
"Benarkah? Jika begitu, aku justru semakin penasaran. Ingin tahu apa yang bisa terjadi padaku kelak jika aku menikah denganmu."
Savvana dibuat semakin tak berdaya dan ketakutan. Bahkan Ericko dan Yolanda yang sudah dia anggap sebagai orang tua kandungnya, tak bisa dia abaikan.
"Saya tidak mungkin mencintai Anda! Begitu juga, sebaliknya. Tidak ada ikatan cinta antara kita berdua. Namun Anda masih ingin menikah dengan saya?!"
Prinsip Nicholas masih sama seperti saat pertama kali dia menikahi mendiang istri pertamanya. Tidak pernah ada cinta dan hanya sebuah catatan pernikahan pada secarik kertas.
Nicholas lelah menghadapi perdebatan yang alot.
"Pilihan hanya ada dua. Menikah atau melewati jalur hukum!"
Savvana mengatup bibirnya super erat. Kali ini dia tidak bisa mengelak dan mencari alasan lain. Savvana diam-diam menyesali pilihannya.
"Saya akan menikah dengan Anda dan mengakhirinya secepat yang kita bisa!"
Ujung bibir Nicholas menukik naik. Dia puas dengan jawaban itu. Dia kemudian mengapit lengan Savvana dengan lebih hati-hati.
"Kalau begitu, undang walimu kemari. Dan minta mereka menjadi saksi."
Savvana tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Bahkan dia hanya menjawab pertanyaan Nicholas tanpa kesadaran penuh. Tapi bisa menjawab pertanyaan itu dengan benar.
"Saya anak yatim piatu. Sudah begini sejak 3 tahun yang lalu. Dan kedua orang tua Arianna yang sudah membesarkan serta menampung saya."
Nicholas menatap datar ke depan.
"Baik. Jika begitu situasinya akan lebih mudah. Kita bisa langsung menikah sekarang dan bertemu pendeta."
***