Chereads / Pernikahan Paksa : Pengantin Pengganti / Chapter 3 - 003 Aku Bersedia

Chapter 3 - 003 Aku Bersedia

Bisikan demi bisikan menjalar ke segala penjuru, saat proses pernikahan Nicholas dan calon istrinya masih berlangsung. Beberapa tamu bertanya-tanya bagaimana mungkin pengantin wanita sang mempelai pria berganti secepat ini. Namun karena kedua keluarga telah setuju. Tidak ada seorang pun berani mengemukakan kebingungan mereka secara terang-terangan.

Sedangkan Yolanda yang terjebak dalam ketidakberdayaannya melihat Savvana harus menikahi Nicholas, menyentuh kepalanya. Dia mendadak terserang pusing akut. Hingga sempat terhuyung lemas karena kehilangan banyak tenaga dan pemahamannya terhadap situasi aneh ini.

Yolanda beruntung, Erick menahan tubuhnya tepat sebelum dia jatuh lalu mencemaskannya.

"Sayang, kau baik-baik saja?"

Yolanda mengangguk pelan.

"Ya, Ayah. Aku baik-baik saja. Namun bagaimana ini? Karena kita, Savvana jadi harus menggantikan putri kita, Arianna, untuk menikah dengan Nicholas."

Erick hanya bisa membalas dengan lemah tanpa daya.

"Ya, Yolan. Kita tidak punya pilihan lain selain memberikannya pada Savvana. Sehingga, aku berharap. Semoga saja ini akan menjadi pernikahan yang baik untuk putri kedua kita."

Savvana dan Nicholas berdiri sejajar. Menghadap ke depan altar dan sang pemberi berkat.

"Savvana Naddeline. Apakah kau bersedia membawa Nicholas Muis untuk menjadi pendamping hidupmu? Baik dalam suka maupun duka. Baik saat sehat ataupun sakit. Dan baik kaya maupun miskin. Kau akan mencintai dia selamanya dan akan melanjutkan hari-hari bersama dengannya, sampai kematian memisahkan?"

Dengan sangat ragu dan lama, Savvana akhirnya menjawab.

"Ya. Saya bersedia. Menerima dan membawa Nicholas Muis hidup bersama dengan saya. Dalam suka maupun duka. Dalam senang ataupun sedih. Dan dalam kondisi baik maupun buruk. Sampai maut memisahkan kami."

Savvana mendadak terdiam. Menyesali sumpahnya yang terlalu lengkap dan hampir mencangkup segalanya. Padahal Savvana sudah sengaja tidak menyebutkan kata mencintai. Tapi bagaimana dengan sumpah untuk selalu bersama sampai maut memisahkan mereka?

Akankah, sumpah itu didengar oleh para malaikat dan langsung dicatat?!

Sumpah dan janji ini membuat Savvana luar biasa tertekan. Ingin menariknya kembali. Tapi jelas tidak mungkin. Jadi apa yang akan diucapkan oleh Nicholas Muis? Calon suaminya yang bahkan baru Savvana ketahui nama lengkap dan juga bentuk wajahnya beberapa detik yang lalu?

Memiliki rahang yang tajam dan juga lebar. Wajah tegas dan juga tubuh tinggi sekaligus bidang. Semua itu menegaskan bagaimana calon suami Savvana dapat menjadi satu-satunya pria paling tampan dan menawan di resepsi pernikahan ini. Namun masih belum sanggup membuatnya terkesima dan bersorak atas pernikahan mereka.

Sang pemberi berkat kembali membacakan kotbahnya.

"Nicholas Muis. Apakah kau bersedia membawa Savvana Naddeline sebagai pasangan hidupmu? Baik dalam suka maupun duka. Sehat ataupun sakit. Kaya ataupun miskin. Kau akan mencintai dia selamanya dan akan melanjutkan hari-hari bersama dengannya, sampai kematian menjemput?"

Demi apapun. Pada saat itu, Savvana masih sangat berharap dan berdoa dengan tulus, bahwa seluruh keyakinan Nicholas untuk menikah dengannya adalah hanya gertakan atau ancaman sambal untuk sekedar menghukum atau menakutinya.

Namun seluruh pikiran dan harapan semu itu tidak terjadi. Nicholas dengan fasih melafalkan seluruh ayat-ayat janji yang harus dia patuhi dan tanamkan dalam masa depan mereka.

"Saya. Nicholas Muis. Bersedia menerima dan membawa Savvana Naddeline ikut bersama dengan saya. Sebagai pasangan hidup dan menjalani hidup kami bersama-sama untuk selamanya, sampai maut menjemput kami. Baik dalam hal baik dan hal buruk. Suka atau duka. Dan sakit atau miskin."

Janji dan sumpah itu seolah memalu kepala Savvana dengan cukup keras. Dibarengi dengan sebuah suara yang semakin mempertegas hubungan keduanya.

"Nicholas Muis dan Savvana Naddeline. Mulai hari ini dan saat ini juga. Kalian resmi menjadi sepasang suami istri dan terpaut pada janji sehidup semati yang kalian ucapkan. Dengan ini juga aku memberkati kalian."

Sorak sorai tamu bergema dan menyebar. Mereka menyukai bagaimana proses pemberkatan ini berjalan sangat lancar dan berlalu hanya dengan insiden kecil. Perpisahan singkat antara Savvana dengan kedua orangtua angkatnya, Erick dan Yolanda, tak bisa membuat hati Savvana menjadi lebih damai dan ikhlas.

"Savvana. Maafkan kami. Kami berjanji akan menjemputmu setelah semuanya telah membaik."

Tangisan Yolanda mengantar kepergiaan Savvana yang tidak bisa berbuat apapun saat dia ditarik pergi oleh Nicholas.

Ericko dan Yolanda tak berhenti menatap kepergian mereka sebelum benar-benar menghilang di balik ujung jalan. Erick berulang kali mengusap lengan istrinya.

"Doa kita selalu menyertainya. Dan setelah ini, kita harus menemukan Arianna secepatnya."

Anggukan Yolanda menjadi akhir dari keputusan bersama mereka.

***

Savvana tidak tahu perjalanan ppulangnya menuju ke rumah Nicholas akan memakan waktu berapa lama. Situasinya sudah berubah menjadi serba cepat. Nalar pun sulit untuk dia ajak berkompromi. Savvana tanpa sadar sudah tiba di kediaman megah Nicholas yang berada di salah satu kawasan elit.

Sebuah rumah bergaya eropa dan modernis. Kalimat demi kalimat yang Nicholas ucapan seperti detak jam yang sampai ke telinga Savvana. Tapi belum cukup untuk bisa meresap masuk melewati sel otaknya yang kosong selama beberapa waktu. Setelah insiden pernikahan menyesakkannya hari ini, dijalaninya.

"Kita harus tinggal bersama setelah menikah. Aku akan meminta seseorang untuk mengurus kepindahanmu. Kemudian setelah ini, kita buat surat perjanjian tertulis."

Savvana duduk lemas di atas lantai kamar barunya. Dia masih tidak bisa memahami situasinya dengan baik. Dia seolah masih terombang-ambing antara dunia nyata dan mimpi buruk.

"Aku harus tinggal di rumahmu?" gumam Anggun masih dengan kesadaran tidak penuhnya. Jantungnya pun mempompa lebih cepat, "Tapi kenapa? Bukankah yang kamu butuhkan hanya status pernikahan? Kita sudah melangsungkannya. Jadi berikan aku surat cerai."

Nicholas menatap ke bawah dengan pandangan aneh.

"Apakah kamu sebenarnya memang adalah gadis yang lugu? Bagaimana mungkin setelah semua situasi ini selesai kita lalui, pikiranmu menjadi begitu pendek? Kamu pikir aku akan langsung menceraikanmu di hari pernikahan kita?"

Berapa kali pun Savvana memikirkannya, dia pikir hal itu tak masalah. Karena toh, mereka menikah hanya demi mempertahankan nama baik Nicholas di depan semua koleganya.

Nicholas mendesah. Dia mengeluarkan ketegasannya sekali lagi. Dia tak ingin pernikahannya menjadi ricuh.

"Aku memang menikahimu hanya demi sebuah status dan harga diri. Tapi bagiku, pernikahan tetaplah pernikahan. Kita harus menjalaninya paling tidak selama beberapa bulan ke depan. Namun, percayalah. Kamu tak pernah ada dalam rencanaku!"

Savvana merasakan hatinya tertohok. Dia dengan sungguh-sungguh mengimbangi pernyataan jujur Nicholas.

"Anda pun tak pernah ada dalam rencana saya. Saya menyetujui pernikahan ini hanya karena terpaksa. Jika bukan karena desakan keras Anda. Saya tak akan pernah mungkin menginginkannya!"

Nicholas berjongkok di depan Savvana.

"Aku sungguh tak mengerti dirimu. Sejak awal kamu begitu percaya diri dan berani menggantikan posisi Arianna, sahabat terbaikmu yang bahkan mungkin sudah kamu anggap sebagai saudara. Namun, ketika aku sungguh-sungguh meminta pertanggungjawaban darimu. Kau menunjukkan sikap seperti seekor kelinci yang ketakutan akan dimangsa hidup-hidup oleh seekor serigala."

Savvana menyukai perumpamaan itu. Nicholas memang terlihat seperti serigala. Segala bayangan positif dan negatif tentang Nicholas semakin berkurang dan bertambah akibat tabuat aslinya terkuak. Savvana perlahan berdesis.

"Anda benar-benar tidak sesuai dengan apa yang Arianna ceritakan," Savvana sudah terlalu lelah. Dia tak punya tenaga lebih untuk berdebat. Meski pernyataannya ini mungkin akan memulai perdebatan.

"Apa saja yang sudah dia ceritakan padamu? Apa dia, sama seperti kedua orangtua-nya, terlalu meninggikan kepribadianku?"

Savvana tak ingin mengungkapkan apapun. Dia hanya ingin beristirahat. Dia juga hanya ingin melepas seluruh bebannya di bawah guyuran air dingin yang deras. Namun, demi tatapan yang tidak berhenti menatap lurus ke arahnya sembari menantikan jawaban. Savvana terpaksa membuka tipis bibirnya yang lebih memilih bungkam.

"Aku hanya bisa mengatakan bahwa Arianna beruntung karena dia tidak jadi menikah dengan Anda."

Nicholas membalik kata-kata Savvana secara akurat.

"Jadi ini berarti, kamu menjadi sungguh sial karena telah menikahiku?"

Savvana meredam keinginan besarnya untuk memuntahkan seluruh isi hatinya. Dia sama sekali tidak takut jika harus menjawab jujur. Namun keinginan besar itu harus dia tahan demi emosinya yang sudah terkuras habis.

"Saya ulangi. Saya menikah dengan Anda hanya karena terpaksa. Jika bukan karena Anda mengancam saya dan meminta saya untuk memilih antara kehormatan saya atau keluarga saya. Saya tak akan mungkin bersedia untuk mengambil resiko ini."

Nicholas membenarkan pernyataan Savvana yang masuk akal. Menurutnya Savvana cukup cerdas. Hingga membuat Nicholas mengubah cara pandangnya terhadap Savvana. Nicholas menatap lebih dalam. Dia juga memperlihatkan tatapan yang menusuk.

"Jalani ini. Dan jangan rewel. Bukankah ini adalah pilihanmu?"

Nicholas bangkit. Dia pergi sambil membanting pintu. Setelah melihat kepedihan di wajah Savvana.

***