Sebuah gerakan di pintu masuk membuat Akram memberi isyarat dengan tangannya. Beberapa anak buahnya, yang datang menggunakan setelan jas yang serbs hitam lengkap, masuk dengan segera, membuat gadis pembersih toilet itu terdorong menyingkir untuk memberi jalan.
"Bawa tubuhnya, buang ke jalan. Orang-orang akan menemukannya esok pagi dan menolongnya. Menahan kesakitan semalaman kurasa akan menjadi hukuman yang cukup untuknya." Akram berucap dengan suara tegas. Dan tanpa kata, para anak buahnya langsung melakukan apa yang diperintahkan, mereka bergegas mengangkat tubuh yang tak berdaya itu dan menggotongnya keluar ruangan.
Dan tinggalah Akram bersama gadis pembersih toilet yang masih berdiri menunggu di sana.
Akram membalikkan badan, dan matanya kembali terperangkap memindai keseluruhan diri gadis itu.
"Kurasa kau bisa mulai melakukan pekerjaanmu sekarang." Akram melirik pada noda darah yang begitu banyak ditinggalkan di lantai dan di dinding.
Gadis itu membungkukkan tubuh seolah memberi hormat, lalu berucap dengan sopan.
"Baik, Tuan," ujarnya dengan nada penuh hormat sebelum kemudian langsung bergerak, berlutut di lantai dan langsung menyiram noda darah itu dengan cairan pembersih, lalu mengusapnya dengan lap basah tanpa merasa jijik.
Akram melipat tangannya di dada, lama berdiam dalam keheningan sambil mengamati betapa cekatannya gadis itu bekerja.
"Siapa namamu?" Tiba-tiba Akram bertanya, memecah keheningan.
Tubuh gadis itu hampir terlonjak ketika mendengar suaranya, seolah-olah dia terlalu fokus bekerja hingga tidak menyadari bahwa Akram masih berdiri di sana. Kepalanya terdongak, menatap Akram dengan bibir terbuka yang membuat Akram harus menggertakkan gigi supaya tidak langsung menyergap gadis itu seperti serigala lapar.
"An... anda tidak perlu tahu nama orang rendahan seperti saya, Tuan." Dengan suara bergetar, gadis itu menjawab.
Sekali lagi Akram mengangkat alis. Tidak menyangka bahwa gadis itu akan berani menolak menjawab pertanyaannya. Jika gadis itu tahu dengan siapa dia berhadapan sekarang, mungkin dia akan membungkuk mencium sepatunya dan memohon pengampunan untuk nyawanya.
Tetapi, Akram tahu bahwa sekarang bukan saatnya. Dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, akan sangat mudah memburu dan mendapatkan identitas seorang gadis tak bernama sekali pun. Dan Akram bahkan sudah mematri wajah gadis itu dalam ingatannya. Dia akan mengurusnya perihal gadis ini nanti, setelah dia menyelesaikan urusannya yang tertunda di tempat ini.
"Menolak memberikan nama, heh?" Akram menegakkan punggung, lalu melangkah mendekat ke arah gadis pembersih toilet itu yang masih berlutut di lantai, menyadari betapa tubuh gadis itu gemetaran ketakutan seiring dengan langkahnya yang semakin dekat. Akram lalu berhenti tepat di depan gadis itu, dekat sekali hingga sepatunya hampir menyentuh lutut gadis itu.
"namamu, kucing mungil. Aku akan tetap menemukanmu meskipun kau memilih merahasiakan mengucapkan." Janji berbalut ancaman, sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan toilet itu, sengaja memberikan waktu pada buruannya untuk mempersiapkan diri lari sekencang mungkin sebelum nanti diburu habis habisan olehnya.
Ketika memasuki mobil dan meninggalkan kelab malam itu, Akram bersedekap dan menatap tajam ke depan. Supirnya mengendarai mobil dengan hati-hati, menembus jalanan yang masih ramai padahal dini hari sudah hampir habis berganti pagi.
Ponselnya berbunyi, dan Akram melihat nama Elios, asisten pribadinya di layarnya. Diangkatnya telepon itu, bersuara dengan nada dingin.
"Bagaimana?" Tanyanya singkat.
"Sudah dibereskan, Tuan." Elios menjawab dengan kalimat bersayap tanpa perlu menjelaskan semuanya.
Tetapi, Akram tahu maksudnya, pengkhianat yang dihajarnya tadi sudah dibereskan.
Pengkhianat itu masuk sebagai orang keuangan di salah satu perusahaan intinya, meniti karir dengan hati-hati dan pernuh prestasi sehingga bagian personalia yang menilai performa baiknya memutuskan untuk mempromosikan kedudukannya naik, ke posisi keuangan yang lebih inti dan memegang data-data yang lebih rahasia pula.
Sayangnya, godaan uang besar yang didapat dengan mudah membuat pengkhianat itu gelap mata, diam-diam, dia menjual data data keuangan, rencana-rencana penawaran tender dan segala hal krusial lainnya kepada pihak saingan bisnis, membuat perusahaannya kehilangan keuntungan sangat besar.
Uang mungkin perkara kecil bagi Akram, begitu dia kehilangan uang, dia bisa mendapatkan penggantinya dengan mudah dalam waktu cepat. Tetapi, bukan masalah uang yang membuat Akram turun langsung untuk memberi pelajaran pada pengkhianat itu dengan tangannya sendiri.
Semua itu karena Akram tidak suka dikhianati.
Ya. Pengkhianat akan mendapatkan hukuman paling keji dari Akram. Siapapun yang bekerja untuknya, harus bersedia setia dalam darah dan hati, kalau tidak mereka harus mati. Malam ini Akram sedang tidak enak hati dan kebetulan ada pengkhianat itu yang bisa menjadi pelampiasannya. Elios sudah menjalankan tugasnya dengan baik membuang tubuh pengkhianat yang babak belur itu ke tempat sepi dan tak terjangkau. Mungkin saat ini dia sedang meregang nyawa menuju kematian sebelum ada orang yang bisa menolongnya. Dibiarkan kesakitan dan sekarat sendirian tanpa harapan merupakan hukuman yang pantas diberikannya pada pengkhianat itu. Hukuman yang diberikan oleh Akram itu jelas lebih menyiksa dari pada kematian cepat tanpa rasa sakit.
"Tuan Akram?" Suara Elios di seberang sana membuat Akram lepas dari pikiran yang bergolak di kepalanya.
"Ya?"
"Nona Gabriella baru pulang dari Paris sore ini, dia mengontak saya untuk menginformasikan dirinya tersedia untuk Anda." Gabriela yang disebut oleh Elios adalah seorang aktris dan model terkenal yang sangat cantik, karirnya cukup mendunia dengan diundang menghadiri acara pakaia mode nomor satu di paris, dan dia adalah salah satu wanita yang berlutut di bawah kaki Akram dan sangat memuja Akram. Perempuan itu selalu mencari kesempatan untuk merangkak naik ke atas ranjangnya, dan Akram menerimanya dengan tangan terbuka.
Lelaki mana yang akan menolak santapan mahal yang menyediakan diri untuknya?
"Apakah Anda ingin memesan kehadiran Nona Gabriella untuk malam nanti?" Sambung Elios lagi bertanya.
Akram merenung sejenak. Berkelebat di benaknya sosok Gabriella yang luar biasa cantik, tubuhnya tinggi semampai dengan kaki jenjang yang merupakan aset pentingnya sebagai seorang model, pinggangnya ramping tetapi pinggulnya berlekuk menggiurkan, dengan payudara yang pas di genggaman tangannya. Itu semua masih ditambah dengan wajah Gabriella yang memiliki keturunan Yordania yang membuatnya memiliki pesona eksotis yang memesona, membuatnya pantas berada di dalam barisan wanita-wanita yang pernah naik ke atas ranjang Akram.
Sayangnya, seluruh kelebihan Gabriella itu, terasa tidak menarik di mata Akram malam ini. Yang memenuhi benaknya cuma satu. Seorang perempuan bertubuh kurus, dengan wajah polos tanpa pulasan make up sama sekali, menatapnya seperti kucing mungil yang ketakutan.
"Tidak. Aku tidak butuh Gabriella malam ini," jawab Akram singkat.
"Baik, Tuan. Saya akan menginformasikan pada manajer Nona Gabriella." Jeda sejenak sebelum Elios bertanya lagi. "Apakah Tuan ada permintaan lain?" Tanyanya kemudian.
"Ya. Aku ingin kau mengumpulkan seluruh informasi tentang seorang perempuan seterperinci mungkin."