Charles memucat hingga dia hampir-hampir tidak mendengar perintah yang diberikan oleh Akram kepadanya.
"Maaf Tuan, bolehkah Anda mengulangi lagi?" Charles bertanya cepat dengan nada takut.
Akram menyipitkan mata, jelas sekali tidak suka karena Charles mengabaikan perintahnya sebelumnya, tetapi kemudian Akram memutuskan tidak memperpanjang masalah karena ada hal lain yang lebih penting.
"Kamar utama di atas. Siapkan kamar utama di atas. Sepertinya aku akan memakainya malam ini."
Setelah memberi perintah dengan nada dingin, Akram membalikkan tubuh, diikuti oleh Elios pergi bersama para bodyguard berwajah kaku yang mengikuti mereka.
Sementara itu Charles masih terpaku di sana semakin bingung.
Kenapa tuan Akram memintanya menyiapkan kamar utama di bagian paling atas kelab ini?
Kamar itu merupakan kamar mewah kelas VVIP yang dibangun sangat megah dan luas, hampir satu lantai di atas klab ini. Akram pernah membawa beberapa perempuannya tidur di kamar itu guna memuaskan diri, tapi sangat jarang sekali, mungkin hanya sekitar setahun sekali. Selebihnya, kamar itu tidak pernah digunakan dan selalu dikunci, hanya pembersihan dan perawatan berkala yang membuat pintu kamar itu terbuka sebelumnya.
Mungkin tujuan utama Akram menutup pintu kelabnya adalah untuk bersenang-senang dengan salah satu perempuannya. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan gadis pembersih toilet itu. Mungkin di saat Akram bersenang-senang di lantai atas, anak buahnya akan menangani dan membereskan gadis penjaga toilet itu.
Ya, pasti begitu. Charles hampir saja memukul kepalanya sendiri karena dia telah memberati pikirannya dengan berbagai dugaan kusut yang hampir tak mungkin terjadi.
"Apa?" Karel menjawab telepon Charles dengan nada terkejut. Bosnya itu menelepon dengan panik malam ini, tergesa menjelaskan keinginan pemilik kelab mereka yang berkuasa. "Mereka meminta kita menutup kelab dan memastikan hanya Elina yang masuk bekerja?" Sambungnya kemudian, bertanya dengan nada tak percaya.
"Kau harus memastikannya, Karel! Kalau tidak aku akan kehilangan nyawaku!" Charles berteriak di ujung telepon, napasnya terengah seolah-olah ketakutan kehilangan harapan hidup. "Dia baru bekerja kemarin, bukan? Kau tahu siapa yang membawanya ke tempat ini?"
"Sachi yang membawanya." Karel menjawab singkat. "Ada alamat Elina di biodata karyawan, tetapi rumahnya ada di pinggiran kota, dan masuk ke dalam gang kecil. Akan sangat sulit menemukannya. Aku akan menghubungi Sachi untuk menemukan rumah Elina. Kemarin Sachi menjemput Elina untuk datang kemari, jadi aku yakin dia tahu alamat Elina."
"Bagus. Lakukan segera. Tuan Akram bilang akan datang kemari jam sebelas malam, dan saat itu, kita harus memastikan Elina benar-benar sudah tiba di kelab. Ketika dia tiba di kelab, lakukan semua sesuai rencana." Suara Charles merendah penuh kengerian. "Jangan sampai gagal, Karel. Kau tahu betapa kejamnya Akram, kita bertaruh nyawa malam ini kalau sampai gagal," bisiknya mendesak.
Karel menjawab persetujuan singkat, lalu mengakhiri panggilan telepon. Keningnya berkerut dalam ketika membayangkan kembali kembali perkembangan yang tidak disangka-sangkanya.
Akram enginginkan Elina untuk datang ke kelab?
Karel memang mendengar insiden semalam ketika Akram menghajar musuhnya di toilet lelaki, tetapi dia melihat sendiri rekaman CCTV bagaimana Elina menangani semuanya dengan baik, tidak panik dan tetap membersihkan toilet sampai benar-benar seluruh jejak darah dan kebrutalan Akram sebelumnya habis tak bersisa.
Kalau begitu apa yang salah dengan Elina? Kenapa Akram masih mengincarnya sampai sekarang?
Karel menggelengkan kepalanya bingung. Dia tidak menemukan jawaban atas pertanyaannya itu. Tetapi, itu bisa dipikirkannya nanti. Sekarang dia harus menjalankan perintah Charles, memastikan bahwa Elina harus benar benar datang malam nanti.
Nasib Elina mungkin akan berakhir malang karena harus bersinggungan jalan dengan Akram, tetapi itu bukan urusannya. Dia harus tahu mana yang harus dicampuri dan mana yan harus diabaikan kalau ingin nyawanya aman.
Dengan cepat, menghubungi Sachi ditekannya panggilan untuknya
Elina berhasil berangkat lebih pagi malam ini. Dia memutuskan langsung memakai seragamnya yang sudah kering dan menutupinya dengan jaket longgar warna hitam. Langkahnya ringan, siap bekerja lagi malam ini, dia hanya tinggal menunggu kendaraan umum di halte depan dan berharap waktunya cukup sehingga dia bisa sampai ke tempat kerja tanpa terlambat.
Ketika Elina menapak keluar dari gang yang menghubungkan jalan besar dengan rumahnya, sebuah mobil hitam yang terparkir di ujung gang tiba-tiba membunyikan klaksonnya. Elina mengerutkan kening, menatap mobil hitam yang tampak familiar itu dengan waspada. Langkahnya kaku, sedikit menjauh.
Dia pernah melihat mobil hitam itu, tetapi dimana?
Kaca gelap mobil itu tiba-tiba diturunkan, dan wajah Karel yang dikenalnya langsung tampak di sana, membuat Elina ternganga karena terkejut.
"Hai Elina." Karel menyapa ramah, senyumnya lebar bersahabat.
"H-hai juga." Elina menyahut cepat. Tapi tak urung dahinya berkerut dalam. Area rumahnya di pinggiran kota ini cukup jauh dari kelab malam di tengah kota tempatnya bekerja, bukan? Apa yang sedang Karel lakukan di sini?
"Aku tadi ada urusan dengan Sachi di supermarket tempat kalian bekerja." Karel menunjuk ke arah supermarket yang tak jauh dari lokasi mereka sekarang. "Lalu Sachi bilang kau tak ada yang mengantar, jadi aku memutuskan mampir dan sekalian mengantarmu, karena kita kan satu jalan." Karel menjulurkan tangan dari balik kemudi dan membukakan pintu penumpang untuk Elina, "Ayo naiklah, kalau tidak cepat kita bisa terlambat."
Sedetik Elina terpaku, bingung harus berbuat apa. Tetapi, Karel benar-benar tidak berbahaya, bukan? Lelaki ini adalah atasannya, lagi pula Karel menjemputnya atas permintaan Sachi.
Sedikit dibebani keraguan, Elina akhirnya melangkah memasuki mobil Karel, menutup pintunya dan menoleh ke arah Karel dengan canggung.
"Te-terima kasih," ucap Elina terbata kemudian.
Karel menganggukkan kepala, tersenyum lebar. Entah kenapa lelaki itu terlihat sangat senang ketika Elina naik ke mobilnya. "Pasang sabuk pengamanmu, aku akan sedikit mengebut malam ini," ucap Karel riang, lalu mulai menjalankan mobilnya menembus keramaian jalan.
Ketika mobil Karel sampai di tempat parkir, Elina menatap bingung ke arah parkiran yang kosong. Hanya ada beberapa mobil berwarna hitam yang terparkir di sana, sungguh berkebalikan dengan semalam dimana parkiran mobil yang luas itu tampak penuh sesak.
"Kita kecepatan, karena itu masih sepi. Lagi pula, Kelab sepertinya buka terlambat malam ini." Karel memberikan penjelasan singkat ketika membukakan pintu untuk Elina, lalu menghela langkah Elina supaya mengikutinya menuju ke arah pintu depan kelab.
"Kita... tidak lewat pintu karyawan?" Elina bertanya khawatir ketika Karel melangkah menuju lobby besar dan mewah kelab itu. Berbeda dengan kemarin, Sachi membawanya masuk ke kelab ini lewat pintu karyawan di basement, dia bilang di pintu depan dikhususkan untuk tamu yang membawa kartu pass khusus yang diperiksa oleh para penjaga di depan pintu. Tidak semua orang bisa memasuki klab mewah ini, mereka harus memiliki kartu keanggotaan eksklusif yang memiliki harga cukup mahal.
"Klab belum buka, jadi kita bisa masuk lewat sini." Tiba tiba saja senyum Karel hilang dan ekspresinya berubah.