Ada perasaan gugup ketika membuka pintu. Elina mengerutkan kening ketika mempelajari wajah Karel.
Kenapa Karel berubah seolah ketakutan? Takut pada apa? Apa yang sebenarnya terjadi??
Pintu klab terbuka, dan terbentang di hadapan mereka pemandangan yang gelap gulita dari ruang klab yang sepi. Elina memandang ke sekeliling dengan bingung. Kenapa tidak ada satu orang pun? Bahkan para karyawan, bartender, pelayan bar yang seharusnya menyiapkan klab sebelum buka juga tidak ada sama sekali.
Elina menolehkan kepala bingung ke arah Karel, hendak bertanya kepadanya. Tapi, ekspresi Karel yang sedang menatapnya membuatnya terpaku. Mata Karel memandangnya tajam, dari ujung kepala sampai kaki, seolah menilai Elina dengan seksama.
Lalu sebelum Elina bisa membuka suara, Karel mendorong tubuh Elina hingga terjerembab jatuh ke lantai.
"Maafkan aku Elina. Kau sendiri yang memasukkan dirimu dalam masalah besar." Karel berucap pelan, lalu tiba-tiba saja lelaki itu membalikkan tubuh meninggalkan Elina, keluar kembali dari pintu depan dan menutup pintunya dari belakang.
Elina menoleh ke arah kepergian Karel dengan bingung, matanya menatap pintu yang kini sudah tertutup rapat, dengan cepat dia berusaha bangkit, mencoba mengejar Karel untuk mencari penjelasan, tetapi suara langkah langkah kaki yang terdengar di belakangnya membuat Elina menolehkan kepala kembali menuju ke arah sumber suara.
Matanya melebar ketika menemukan sosok yang dikenalnya, berpakaian jas serba hitam-hitam dengan beberapa anak buahnya yang memakai jas lengkap berwarna gelap yang sama di belakangnya.
Itu adalah penjahat yang menghajar orang kemarin di toilet lelaki...?
Lelaki berpakaian hitam dengan aura mengancam yang kuat itu memberi isyarat jari ke arah anak buahnya, dan tiba-tiba saja, beberapa lelaki berjas hitam tersebut langsung bergerak ke arah Elina.
Elina tertatih berusaha berdiri dengan panik, mencoba melarikan diri. Tetapi percuma, langkah kakinya yang lemah jelas kalah oleh para lelaki kuat yang tiba-tiba sudah mengelilingi dan meringkusnya.
"Tunggu dulu! Ada apa ini? Kenapa kalian melakukan ini?" Elina berteriak, mencoba meronta sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri.
"Bawa dia ke kamar atas." Lelaki beraura gelap itu memberi perintah, dan tubuh Elina tanpa daya diseret menaiki tangga menuju lantai atas kelab malam itu.
Para bodyguard bertubuh tegap itu mencengkeram tubuh Elina di kedua sisi, memegangnya dengan begitu erat sehingga Elina sama sekali tidak punya kekuatan untuk melawan. Meskipun begitu, dia tidak menyerah, dia meronta sekuat tenaga, menjerit, berteriak menunjukkan penolakan, meskipun itu semua sia-sia. Mereka tetap berhasil menyeret tubuhnya menaiki tangga melingkar lebar yang terletak di bagian tersembunyi di belakang bar besar klab malam itu, membawanya masuk melalui sebuah pintu besar menuju ruangan yang sangat luas di baliknya.
Napas Elina terasa begitu sesak, kehabisan tenaga untuk melawan. Tubuhnya masih meronta sebagai perlawanan terakhir ketika para bodyguard itu melemparkan tubuhnya dengan kasar hingga terbanting ke tengah ranjang besar yang mendominasi ruang tidur luas tersebut. Elina langsung melentingkan punggungnya dan mendudukkan dirinya di atas ranjang, berusaha bangkit dari sana bersamaan dengan pintu ruangan yang terbuka kembali.
Kali ini sosok lelaki bertubuh tinggi berpakaian hitam yang dikenal Elina sebagai penjahat yang memukuli orang di kamar mandi itulah yang melangkah memasuki kamar dan membiarkan salah satu bodyguardnya menutup pintu di belakangnya. Dari sikapnya yang arogan dan juga sikap seluruh bodyguard yang langsung memberi jalan sambil membungkuk hormat, Elina langsung tahu bahwa semua penganiayaan mengerikan yang terjadi kepadanya ini dilakukan atas perintah lelaki itu.
Lelaki itu mengawasi Elina dengan tatapan mata tajam seolah mengulitinya hidup-hidup, ekspresinya dingin, tak terbaca.
"Apa... apa yang kau inginkan?" Elina berhasil mengeluarkan suaranya, serak dan ketakutan, didera oleh panik karena saat ini dirinya berada di atas ranjang dengan banyak lelaki asing bertubuh kuat yang mengelilinginya.
Apa salahnya? Kenapa orang-orang asing ini memperlakukannya seperti ini? Apa tujuan mereka? Apa yang akan mereka lakukan kepadanya?
Seluruh tubuh Elina gemetaran ketika membayangkan orang-orang asing ini akan memaksakan kehendak terhadapnya.
Elina tidak sanggup memikirkannya, air matanya meleleh, tubuhnya yang lemah gemetaran, memohonkan belas kasihan dari manusia manusia tanpa ekspresi yang ada di sekelilingnya.
"Tolong.... tolong.... biarkan aku pulang... tolong...." Suaranya beriba-iba, menyayat hati.
Tetapi, sepertinya para penculiknya memiliki jiwa keras dan tak mudah tersentuh, karena tidak tampak belas kasihan sedikit pun di mata mereka ketika mendengar permohonan Elina.
Sosok lelaki yang menjadi pemimpin para penjahat itu bergerak maju mendekati Elina, langkahnya berhenti tepat di samping ranjang, berdiri di sana dan mengawasi Elina seperti predator yang sedang menilai mangsa, membuat Elina mengkerut ketakutan. Diseretnya tubuhnya bergeser sejauh mungkin dari posisi lelaki itu, tetapi gerakannya terbatas karena saat ini punggungnya sudah menempel ke kepala ranjang.
"Namaku Akram." Lelaki itu berucap dengan nada mengancam yang membuat bulu kuduk berdiri. "Malam ini kau akan menjadi milikku," ucapnya tanpa ragu, seolah olah pernyataannya itu sudah pasti akan terjadi.
Mata Elina melebar, bingung. Kenapa lelaki itu memperkenalkan diri kepadanya? Kalau begitu, bukankah jika nanti masalah ini dibawa ke pihak berwajib, Elina akan bisa langsung menuntut lelaki ini? Biasanya para penjahat atau seorang kriminal menggunakan nama samaran, atau bahkan menutupi wajahnya supaya identitas aslinya tidak diketahui dan tidak ada saksi yang bisa mengkaitkannya dengan kejahatan yang dia lakukan, bukan?
Atau... jangan-jangan lelaki ini tidak berniat untuk membiarkannya hidup sehingga dengan mudahnya bisa menyebutkan namanya kepada Elina?
Memikirkan itu semua kepanikan memenuhi nadi Elina, membuat aliran darahnya naik ke kepala.
"Aku... aku tidak butuh namamu! Dan aku bukan milikmu!" serunya kemudian dengan nada terbata, mulai putus asa mencoba memohonkan pengampunan atas nyawanya. "Tolong... tolong lepaskan aku... aku berjanji tidak akan mengganggu...."
Suara kekehan Akram membuat perkataan Elina terhenti. Lalu, tiba-tiba Akram naik ke atas tempat tidur, lututnya bertumpu di atas ranjang dan lelaki itu mendekati Elina dengan sikap mengancam seolah akan melahapnya.
"Ti... tidak, jangan mendekat! Jangan mendekat!" Elina panik, kedua lengannya diluruskan di depan tubuhnya, dengan telapak tangan terbuka lebar, menjadi satu-satunya pertahanan dirinya yang mulai kehilangan harapan.
"Kau akan butuh mengetahui namaku. Supaya kau bisa menjeritkannya ketika aku memberikanmu kepuasan." Lelaki itu berbisik dengan nada sensual yang gelap, menunjukkan dengan jelas apa maksud sebenarnya dari seluruh hal yang menimpa Elina secara tiba-tiba ini.
Elina beringsut, menempelkan tubuhnya ke kepala ranjang dalam usahanya menjauh. Jantungnya berdebar begitu kencang seolah olah hendak merobek rongga dadanya dan meloncat keluar dari sana.
Lelaki ini... akan memerkosanya?
Keterkejutan Elina yang membuatnya terpana sejenak dimanfaatkan Akram tanpa ampun. Tubuhnya bergerak cepat menindih Elina, membuat usaha Elina untuk menjauh menjadi sia-sia, tubuhnya kini terperangkap di bawah tubuh Akram, tertahan oleh tubuh keras yang jauh lebih kuat darinya.