Elina berusaha menenggelamkan dirinya dengan cepat supaya masuk ke alam mimpi. Waktunya tidur hanya sedikit dan dia harus memanfaatkannya sebaik mungkin. Nanti jam dua belas dia harus bersiap untuk menjalani shift pekerjaan yang satunya sebagai penjaga supermarket.
Elina membuka sebelah matanya, mengintip ke arah tasnya yang tergeletak di lantai dan menghela napas panjang. Baju seragam pembersih toilet itu belum lagi dicucinya. Dia harus mencucinya sepagi mungkin untuk memastikan baju itu kering sebelum dipakai bekerja malam nanti.
Dengan lunglai Elina memaksa dirinya bangun dari tempat tidur. Sekali lagi dia menghela napas ketika menarik baju seragam itu dari tasnya dan melangkah ke kamar mandi. Dia akan mencuci dan menjemur seragam ini sampai bersih, baru kemudian membiarkan tubuhnya beristirahat sampai waktu kerjanya berikutnya.
Di sebuah ruang kerja yang mewah, yang terletak di lantai paling atas dari gedung perkantoran megah yang memiliki tinggi hampir tiga ratus meter dengan lima puluh lantai di dalamnya, Akram duduk di kursi besarnya, di belakang meja kerjanya yang besar. Matanya tampak tajam mengawasi Elios yang baru saja datang menemuinya.
"Jadi?" Akram mengangkat sebelah alis, seolah tak sabar.
"Ini data yang berhasil kita dapatkan sampai saat ini, Tuan Akram." Elios, tangan kanan kepercayaan sekaligus asistennya, menyerahkan berkas-berkas yang cukup tebal ke tangan Akram.
Akram menerimanya, lalu membuka berkas-berkas itu dan memindainya dengan tajam, memastikan tidak ada informasi yang terlewat dari matanya.
"Jadi dia baru bekerja hari pertama di tempat itu." Akram menyimpulkan sambil terus merekam informasi tentang gadis yang ditemuinya kemarin dalam pikirannya.
Elina. Elina Mahesa yang Akram yakin nama belakangnya tidak merujuk pada nama keluarga melainkan nama pemberian dari pihak panti asuhan. Perempuan itu tinggal di panti asuhan sampai umur tujuh belas tahun. Tidak diketahui asal-usul orang tua kandungnya. Dan saat ini berusia sembilan belas tahun. Sepuluh tahun lebih muda dari dirinya.
Mata Akram menyipit ketika mengamati foto-foto yang didapatkan oleh anak buahnya ketika mengikuti Elina diam-diam sepanjang hari ini. Ada foto Elina baru keluar dari rumah reyot yang diindikasikan sebagai tempat tinggalnya saat ini, ada pula foto Elina yang bertugas menjaga bagian kasir di sebuah supermarket kecil pinggiran kota.
Di satu foto yang menampakkan wajah Elina secara jelas, entah kenapa jantung Akram langsung berdesir. Jemarinya yang panjang mengelus permukaan wajah Elina di atas foto, dan dalam sekejap, dia langsung merasakan gairahnya naik ke awang awang.
Obsesi anehnya yang muncul secara tiba-tiba pada gadis pembersih toilet yang baru ditemuinya itu terasa mengganggu. Apalagi Akram sama sekali tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Gadis itu jauh berbeda dari seleranya selama ini, wanita-wanita berpengalaman kelas atas yang cantik luar biasa dengan perawatan tubuh kelas satu yang selama ini ditidurinya hanya untuk bersenang senang.
Akram masih terpaku memandangi wajah polos Elina di dalam foto. Gadis itu bahkan tidak perlu mengaplikasikan make up pada wajahnya, tetapi tampilannya yang segar sudah berhasil membuat Akram terpesona.
Apakah mungkin kepolosan tak ternoda Elina yang menariknya bagaikan bunga segar menarik kumbang yang kelaparan ingin mereguk madu?
Mungkin memang seperti itu. Akram menyeringai. Yang pasti, dia harus segera menyingkirkan obsesi mengganggu ini dengan segera. Seharian ini pikirannya dipenuhi dengan keinginan untjm menyentuhnha dan melumat Elina dan seluruh imajinasinya itu mulai merusak konsentrasinya.
Dia harus segera mendapatkan gadis itu, memuaskan nafsunya lalu meninggalkan gadis miskin itu dengan sejumlaj kompensasi pengganti yang adil sebelum melenggang dengan puas dan tidak terganggu lagi dengan obsesi aneh yang berteriak minta dipuaskan.
Akram meletakkan berkas-berkas itu dan tersenyum tipis pada Elios yang masih menunggu instruksi.
"Malam nanti kita akan berkunjung kembali di kelab itu. Aku akan mengambil gadis itu malam ini." putusnya dengan nada ancaman yang mengerikan dan membuat bulu kuduk berdiri.
"Sepertinya Karel puas dengan pekerjaanmu." Sachil menghampirinya ketika mereka berganti shift di sore hari, perempuan itu tampak segar seperti habis mandi ketika datang tadi, tetapi make up tebalnya tak mampu menyembunyikan lingkaran hitam di bawah matanya. "Dia menanyakan tentangmu tadi, sepertinya ingin memastikan bahwa kau benar-benar datang malam ini. Aku bilang pada Karel kalau kau pasti akan datang, karena kau adalah pekerja keras." Sachi berdiri di samping locker Elina, menoleh pada Elkna di sebelahnya. "Kau tidak menyerah, bukan?"
Elina yang berdiri di depan lokernya setelah mengganti kemeja basahnya setelah mengepel area supermarket tersenyum lebar. "Aku pasti akan datang." Tawaran gaji yang menggiurkan adalah dorongan nomor satu bagi Elina, dia tidak akan menyerah semudah itu.
Sachi tertawa. "hahaba aku tahu aku telah menawarkan orang yang tepat ketika membawamu ke pekerjaan itu." Tangan Sachi menepuk pundak Elina. "Malam tadi memang sedikit ramai dan sangat kacau, pengunjung sangat banyak di malam minggu, tapi aku bisa memastikan bahwa malam nanti akan sedikit sepi. Kelab paling lengang di minggu malam, kau bisa sedikit bersantai santai malam ini."
"Kau tidak datang bekerja malam ini?" Elina bertanya cepat begitu mendengar perkataan Sachi.
Sachi menggelengkan kepala, menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada yang mendengarkan percakapan mereka.
"Tidak, aku mendapatkan tangkapan ikan besar semalam. Seorang pengusaha kaya yang tidak segan-segan mengobral dompetnya untuk memberikan apapun yang aku inginkan." Sachi mengedipkan mata. "Dia sudah punya istri, tapi istrinya sibuk menghabiskan waktunya hanha untuk berbelanja di luar negeri, jadi sekarang dia mencari kasih sayang dariku." Suara Sachi merendah ketika berbisik lagi, "Dia membookingku kembali malam ini. Siapa tahu karena puas dengan pelayananku, dia akan menjadikanku istri simpanannya, kalau itu terjadi, aku tidak perlu bekerja lagi di tempat ini. Tenang saja Elina, kalau aku sudah sukses nanti, aku tidak akan melupakanmu." Sachi tersenyum lebar, menepuk-nepuk ringan pundak Elina beberapa kali sebelum kemudian melangkah pergi menuju area depan supermarket untuk menjalankan tugasnya di belakang mesin kasir.
Elina masih tertegun mendengar semua perkataan Sachi tadi. Kepalanya menoleh, menatap ke arah Sachi yang saat ini sedang melayani pelanggan supermarket dengan senyum ramahnya yang khas. Sachi memang sangat cantik, tubuhnya bagus, tinggi dengan pinggul melengkung seperti biola klasik, tetapi Elina masih tidak menyangka bahwa Sachi memanfaatkan tubuhnya dengan cara-cara yang mungkin bertentangan dengan hati nurani Elina.
Seperti itukah kesuksesan menurut pandangan Sachi? Menjadi wanita simpanan seorang pria kaya sehingga bisa hidup bermewah-mewah?
Elina menghela napas panjang, dia tahu bahwa dia tidak berhak menghakimi keputusan orang lain dalam kehidupan mereka. Siapa yang tahu mereka berbuat itu karena ada alasan yang tidak mereka katakan pada orang lain?
Elina melirik ke arah jam di dinding. Sebentar lagi waktunya pulang. Elina harus pulang dulu untuk berganti seragamnya sebelum berangkat ke kelab malam ini. Dia harus berangkat lebih pagi karena malam ini tidak ada Sachi yang mengantarkannya sehingga dia harus mengandalkan kendaraan umum seperti biasa.