"Coba kamu lihat ini." Ucap wanita cantik berbadan mungil dengan rambut hitam terurai kepada sahabatnya sembari menyerahkan sebuah box kecil berwarna silver.
"Ada apa dengan box ini? Apa kamu ingin memberiku hadiah?" sahut Ayesha sedikit meledek.
"Sorry Ndis, memangnya apa yang ada di box silver ini sehingga membuatmu begitu tegang." Ucapnya kembali setelah melihat wajah Gendis yang tak suka atas ledekannya.
"Kau buka saja dulu, nanti kau juga akan tahu." Ucap Gendis dengan nada kesal.
Dengan sedikit penasaran Ayesha membuka perlahan box silver yang sudah ada ditangannya. Dan betapa terkejutnya dia setelah melihat isi yang ada didalam box itu.
"Ndis, bagaimana foto-foto kamu dan Nehan bisa ada di dalam box ini? Siapa yang diam-diam mengambil gambar kamu tanpa izin?" ucap Ayesha sembari menghampiri Gendis yang tengah duduk di sofa berwarna abu-abu yang ada di ruang kerjanya.
"Yang mengambil semua foto-foto itu adalah mas Aditya, dan dia juga menulis beberapa lembar surat didalamnya, namun aku belum memiliki keberanian untuk membaca isi surat itu," mata indah milik Gendis kembali mengeluarkan air mata yang sudah tak terbendung lagi.
Ayesha-pun dengan sigap memeluk sahabatnya itu untuk memberikan ketenangan dan juga menguatkannya.
"Apagunanya dia mengambil fotomu secara diam-diam sementara selama ini kalian selalu bertentangan dalam segala hal," ucapnya
"Lalu bagaimana caranya box ini bisa berada ditanganmu?" dengan mengerutkan dahinya dia menyelesaikan ucapannya.
"Itu juga yang ada dibenakku Sha, yang aku tahu selama ini dia membenciku begitupun denganku tidak pernah ada kata sepakat ataupun obrolan ringan selama aku hidup bersamanya," ucap Gendis sembari mengusap air yang sedari tadi membasahi pipinya.
"Roy menghubungiku dan membrikan box itu sebagai amanah dari mas Aditya." Lanjut Gendis.
"Tunggu! R O Y! aku tidak pernah tahu kalau kau memiliki kenalan bernama Roy?" Tanya Ayesha bingung.
"Dia bukan kenalanku melainkan sahabatnya mas Aditya, aku juga baru mengetahuinya kemarin saat bertemu dengannya." Jawabnya.
"Surat ini yang kau maksud Ndis?" Ucap Ayesha sembari memperlihatkan selembar kertas yang masih terlipat rapi dari dalam box.
Gendis menganggukan kepalanya tanda membenarkan perkataan sahabatnya.
"Ndis, mana tanganmu?" dia membuka telapak tangannya.
Seolah paham Gendispun meletakkan telapak tangannya diatas tangan Ayesha, dan ia pun meletakkan surat itu diatas telapak tangan Gendis.
"Kamu harus membaca surat ini, mungkin isi surat ini yang selama ini ingin disampaikan almarhum namun tidak pernah ada kesempatan," ucap Ayesha.
"Tapi Sha…,"
"Tidak ada kata tapi Ndis, kamu harus kuat,"
"Tapi aku takut setelah membaca surat ini aku semakin membencinya dan…," ucap Gendis dengan suara sedikit bergetar tak mampu menyelesaikan ucapannya.
"ketakutan itu yang harus kau buang jauh, mau sampai kapan kau membenci orang yang sudah meninggal!" ucap Ayesha dengan sedikit lantang,
"Ayolah Ndis demi Nehan kamu harus memafkan almarhum papanya" lanjut nya dengan suara halus.
Mendengar ucapan sahabatnya Gendis-pun menguatkan hatinya, dibukanya perlahan selembar kertas surat yang ada ditangannya.
'Dear
Kamu istriku,
Setidaknya biarkan aku memanggilmu istriku didalam surat ini, karena panggilan itu tidak akan pernah bisa aku ucapkan langsung kepadamu, melalui surat ini aku ingin meminta maaf kepadamu, atas semua kekasaranku selama ini. Terlebih lagi pada malam yang terjadi di villa.
Jujur aku merasa malu karena sudah melanggar janji untuk tidak pernah menyentuhmu, dan kejadian itu semakin membuatmu merasa marah dan jijik kepadaku. Setiap kali aku mencoba untuk mendekatimu untuk meminta maaf namun setiap itu juga kau menghindariku.
Sungguh, aku tidak tahu mengapa bisa menjadi buas seperti binatang, mungkin efek minuman yang ku minum pada malam itu. Seingatku setelah aku meminum air dari ibuku, aku begitu merasakan sangat panas di tubuhku dan melihatmu berbaring diranjang membangkitkan gairah kelaki-lakianku.'
Panas dingin tubuh Gendis membaca isi surat ini, kelopak matanya mengeluarkan air yang deras, tangannya bergetar serta wajahnya yang cantik terlihat sangat pucat.
Dengan jantung yang berpacu sangat kuat dia melanjutkan membaca surtnya kembali.
Ayesha yang juga dapat merasakan kesedihan sahabatnya itu berusaha menenangkannya.
'Walaupun kita tidak saling mencintai tetapi sebenarnya aku juga tidak membencimu.
Setelah kepergianku, hiduplah dengan bahagia… Kau harus mencoba untuk membuka hati.
Mohon terimalah permintaan maaf ku yang tulus ini.
Hiduplah dengan bahagia, karena kau layak untuk mendapatkannya. Aku akan melihatmu dari langit berharap akan dapat melihat senyummu yang selama ini tidak pernah terlihat.
Aditya'
"Tok…, Tok…," Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Memecah keheningan dalam ruangan itu.
Ayesha pun memalingkan wajahnya melihat kearah pintu dan disana sudah ada Manggala suaminya bersama seorang temannya. Pintu ruangan kerjanya terbuat dari kaca sehingga siapapun yang ada diluar akan terlihat olehnya dari dalam.
Sebelum beranjak membukakan pintu untuk dia memberikan tissue kepada Gendis untuk menyeka air mata yang sudah membanjiri pipinya yang mulus.
"Hai sayang," sapa Manggala sembari mengecup kening istrinya yang ada dihadapannya.
"Hai…," ucap seorang pria berwajah tampan, bidang dada yang lebar dan memiliki tinggi yang ideal untuk seorang cowok, sungguh laki-laki idaman wanita.
"Hai," jawab Ayesha yang sedang merangkul erat tangan suaminya,
Namun Gendis berusaha untuk membalikan badan, sehingga yang terlihat hanyalah punggungnya menandakan dia tidak ingin di sapa oleh siapapun.
"Sha aku keluar sebentar," Ucap Gendis sambil beranjak pergi meninggalkan ruangan tanpa menyapa Manggala dan temannya. Belum sempat Ayesha menjawab ucapannya dia pergi berjalan dengan langkah cepat.
"Sorry sayang, dia masih sangat berduka," ucap Ayesha
"Wajarlah…," Ucap Manggala,
Namun suasana menjadi sedikit canggung karena sikap Gendis yang tidak seperti biasanya.
"Sayang malam ini kita akan malam bersama, itulah mengapa aku kemari tanpa mengabarimu lebih dulu," lanjut Manggala menyelesaikan ucapannya.
"Baiklah, aku akan bersiap secantik mungkin," ucap Ayesha berusaha untuk mencairkan suasana yang sempat sedikit canggung.
"Kemana kamu pergi Ndis, semoga aja kamu masih di dalam gedung ini," batin Ayesha yang sangat mencemaskan sahabatnya.
"Kamu mau minum apa?" Tanya Ayesha kepada pria yang datang bersama suaminya,
"Tidak terimakasih, kami harus segera pergi untuk menyiapkan makan malam yang indah untuk para istri," Ucap pria itu dengan sedikit mengedipkan matanya ke pada Manggala sebagai isyarat untuk mengajaknya pergi.
Seolah dia mengetahui bahwa Ayesha sedang memikirkan wanita cantik yang pergi tanpa menyapanya tadi.
"Nanti malam aku akan menjemputmu sayang," Ucap Manggala sambil mengecup kening istrinya sebelum beranjak pergi.
Ayesha yang bergegas ingin keluar mencari sahabatnya namun terhenti setelah melihat Gendis sedang berjalan menuju ruangannya dan dia-pun merasa lega.
"Kenapa wajahmu tegang seperti itu," Ucap Gendis melihat Ayesha dengan keriasuan yang sangat ketara.
"Aku hanya pergi ke toilet sebentar saja kamu sudah seperti itu,"
Sha aku sebaiknya sekarang pulang dan kamu juga bisa melanjutkan pekerjaanmu, sampaikan maafku pada Manggala, mungkin tadi aku sudah bersikap tidak sopan padanya," lanjut Gendis menyelesaikan ucapannya.
"Manggala tidak marah kok dia paham situasinya, istirahatlah dirumah nanti aku akan mengunjungimu,"
"Sampai jumpa lagi," Ucap Gendis setelah memeluk sahabatnya dan beranjak pergi.