Chereads / Gejolak Cinta Wanita Simpanan / Chapter 3 - MEMORY BOX

Chapter 3 - MEMORY BOX

Secangkir jus jeruk segar dan beberapa camilan menemani Gendis yang sedang bersantai di taman belakang rumahnya, sembari menikmati suasana sore yang tenang.

Rumah begitu tenang tanpa ada teriakan si kecil Nehan karena Bhanuwati sedang membawanya berkunjung kerumah ibu Whidyastuti ibunya Aditya.

Terdengar suara ponsel Gendis berdering, Gendis yang sedari tadi duduk di kursi santai sambil memejamkan mata seolah sedang memanjakan tubuh dan pikirannya diusik oleh suara ponsel yang tak berhenti berdering.

Dengan sigap tangannya meraih ponsel yang terletak tepat di meja yang ada di sebelahnya, ia mengerutkan dahinya saat melihat ponselnya. Siapa ini? gumamnya dalam hati, karna tidak mengenali nomor yang menghubunginya, Gendis meletakkan kembali ponselnya.

Namun nomor tersebut tidak henti untuk terus menelpon nya seolah ada hal penting yang ingin di sampaikan. Dengan sedikit penasaran akhirnya dia menjawab panggilan itu.

"Hallo…," ucap Gendis.

"Hai…, Sorry aku mengganggu waktu kamu," terdengar suara seorang pria yang menyahut ucapan Gendis.

"Kamu siapa? Dan ada kepentingan apa kamu menghubungiku?!" ucap Gendis sedikit kesal karena dia merasa terganggu.

"Oh…, sorry aku belum perkenalkan diri, aku Roy Purnawan temannya almarhum Adit suamimu," sahut pria itu.

Dengan raut wajah terkejut Gendis menjawab,"Ah maaf tadi aku sedikit membentakmu," Ucap Gendis dengan nada suara sedikit menyesal.

"Ada apa kamu menghubungiku sampai berkali-kali seperti ini? apakah ada hal yang begitu penting untuk kamu sampaikan? atau suamiku memiliki hutang denganmu?" lanjut Gendis bertanya dengan sangat penasaran.

"Bukan…, Bukan begitu, aku menghubungi kamu justru ingin memberikan apa yang ditinggalkan oleh Adit untuk kamu," sahut Roy.

"Hah…, Apa maksudmu? Semua peninggalan dari suamiku sudah diurus oleh pengacara keluarga kami. Atau, apakah dia memeliki asset yang bahkan tidak diketahui oleh keluarganya?" Ucap Gendis yang merasa sangat bingung oleh perkataan Roy.

"Ini bukan berupa asset atau apa yang seperti kamu bayangkan, mungkin ini hal penting bagi Aditya. Namun, aku tidak tahu apakah ini sama pentingnya buatmu, tugasku hanyalah menyerahkan ini," jawab Roy dengan nada suara yang sangat serius, membuat jantung Gendis berpacu sangat kencang.

"Bisakah kita bertemu malam ini?" Lanjut Roy menyelesaikan ucapannya.

Gendis terdiam beberapa saat, "Emm..., Baiklah, dimana kita akan bertemu?" jawabnya setelah berpikir sejenak.

"Kamu saja yang menetukan tempatnya, aku akan menemui mu tepat pukul 8 malam," sahut Roy.

"Kalau begitu nanti akan aku kirimkan alamatnya," jawab Gendis.

"Ok, baiklah sampai ketemu nanti," ucap Roy.

Setelah Roy menyelesaikan ucapannya dia pun menutup ponselnya dan tenggelam dalam pikirannya, banyak pertanyaan yang tersimpan di benaknya saat ini. Wajah yang tadi tenang sekarang tersirat kekhawatiran yang sangat mendalam.

Ya Allah, apa lagi ini? Mas Adit, sebenarnya apa yang kau sembunyikan selama ini? Aku memang tidak pernah tahu dan tidak mau tahu apa yang kau kerjakan dan pikirkan selama ini namun, aku sungguh ingin tahu apa yang akan di sampaikan oleh temanmu. Batin Gendis.

Setelah menarik nafas yang dalam seolah menguatkan diri untuk mengetahui apa yang akan disampaikan Roy diapun mengirim pesan berisikan alamat tempat mereka bertemu.

***

"Hai…," terdengar suara seorang pria menghampirinya yang sedang duduk dengan hati gelisah di sebuah ruangan café.

"Hai.., apa kamu?" Gendis belum menyelesaikan ucapan nya

Namun pria itu langsung menjawab seolah mengetahui apa yang akan di katakana oleh Gendis. "Ya aku Roy, temanya almarhum Aditya,"

Setelah mempersilahkan pria itu duduk dia memandang pria tampan yang sekarang ada di hadapannya seolah mengusik memory yang mungkin terlupakan.

"Bagaimana kamu bisa mengenaliku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Gendis yang sudah sangat penasaran.

"Kita hanya bertemu sekali, saat orang tua Aditya membuat pesta Aniversary kalian di Villa saat itu," ucap Roy.

"oh…, Iya aku ingat tentang malam itu, tapi…, Aku tidak mengingat kamu sama sekali!" bagaimana mungkin Gendis melupakan malam dimana Adit melanggar janjinya.

"Ah…, itu bukanlah hal yang penting," sahut Roy sambil memberikan senyum manisnya dan tidak mempermaslahkan hal itu.

"Permisi mbak, apa anda akan memesan sekarang?" Tanya salah seorang waiter

"Kamu ingin minum apa?" Tanya Gendis kepada Roy,

"Condense cold brew coffe cuss," sahut Roy,

"Condense cold brew coffe cuss nya 2 ya mbak," ucap Gendis pada waiter.

"Baik, mohon ditunggu." Ucap waiter tersebut ramah setelah mencatat pesanan mereka.

"Ok…, Sekarang kamu bisa jelasi ke aku tentang segala hal yang kamu bicarakan di telpon tadi sore.", Ucap Gendis yang memang sudah tidak sabar ingin mendengar semuanya secara langsung.

"Memang itu kan tujuan kita bertemu?", Sahut Roy.

"Ini…," Lanjut Roy sembari menyerahkan sebuah kotak berwarna silver yang membuat Gendis semakin bingung.

"Apa ini?" Tanya Gendis bingung.

"Kamu buka dan lihat sendiri apa yang ada di dalam box ini," sahut Roy.

Gendis meraih box yang diletakkan Roy diatas meja dan menariknya tepat di hadapannya namun, hatinya masih ragu untuk melihat isi box itu.

Setelah berpikir sangat dalam, jemarinya yang lentik mulai membuka box itu dengan perlahan, seketika matanya terbelalak dan jantungnya berdetak sangat kencang sehingga membuatnya sedikit susah bernafas.

Ya, ternyata box ini berisikan foto-foto dirinya saat hamil ,melahirkan bahkan saat dia sedang santai sendiri di taman belakang rumah.

Bagaimana Mas Aditya bisa memiliki foto-foto ini?" Tanya Gendis dengan suara sedikit bergetar menahan sesak di dadanya.

"Sejak malam pesta itu dia dihantui rasa bersalah padamu, aku juga tidak mengerti mengapa dia merasa bersalah padamu istrinya sendiri, akan tetapi dia berpesan padaku. Jika, terjadi sesuatu padanya aku harus menyerahkan box ini," ucap Roy.

"Jadi, sebenarnya mas Adit sudah tau kalau dia ada penyakit jantung?" tanya Gendis dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.

"Ya, kami mengetahui itu saat dia berkunjung ke kantorku, saat itu dia tiba-tiba pingsan aku membawanya ke rumah sakit terdekat, disitulah dokter memvonisnya memiliki penyakit jantung." Sahut Roy dengan suara bergetar menahan tangis. Ia dan Adytia merupakan sahabat yang sangat dekat sehingga Roy merasa sangat sedih ketika mendengar kabar duka tersebut, di tambah lagi dia sedang berada di London saat temannya 'berpulang'.

Bagaikan di sambar petir dia mendengar semua perkataan Roy, hatinya hancur rasa sesal semakin menjadi dalam benaknya. Rasa benci yang begitu besar benar-benar menghancurkan hidupnya .

"Di dalam box itu juga ada surat yang mungkin bisa membuatmu sedikit memaafkannya, semua surat itu ditulis oleh tangan Aditya sendiri," Roy melanjutkan ucapannya.

"Baiklah…, terimakasih Roy kamu sudah menyampaikan amanah ini kepada saya,"ucap Gendis dengan terbata-bata.

"Saya akan melihat semuanya saat tiba di rumah! Maaf…, Sepertinya saya harus segera pulang karena Nehan sedang menungguku dirumah, silahkan nikmati minumanmu!" lanjut Gendis.

"Maaf jika aku membuatmu kembali merasakan duka, tetapi amanah ini harus aku sampaikan, do'aku sebagai sahabat Aditya semoga kau dan Nehan bahagia selalu," sahut Roy.

"Terimaksih atas perhatianmu Roy, dan aku tidak menyalahkanmu tentang ini." Setelah nengatakan itu, Gendis bangkit dari duduknya dan meninggalkan Roy.