"Nak, ini malam takziah terakhir buat almarhum Adhi suamimu, besok mama akan pulang , jika kamu tidak keberatan mama ingin mengajak kamu dan Nehan untuk ikut bersama agar kamu juga tidak merasa kesepian". Ucap mama Gendis.
Gendis tidak menjawab ucapan mamanya dia hanya menarik nafas dalam seperti sedang berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.
"Bagaimana sayang?" Tanya mamanya kembali.
"Aku akan tetap disini saja ma, aku baik-baik saja," ucap Gendis sembari menatap wajah mamanya dan memegang lembut tangan mamanya, seolah dia memberi tahu bahwa dia kuat dan tegar dalam menghadapi keadaan ini.
"Tapi Nak, setiap malam mama selalu melihat Nehan menangis, dan juga sering melihat kamu termenung! Mama khawatir dengan kalian," ucap kembali mama Gendis sambil menyeka air matanya yang sudah membasahi pipi, walaupun wajahnya keriput namun masih terlihat cantik.
"Kalau begitu, bagaimana mama saja yang menetap disini untuk beberapa hari lagi,"sahut Gendis sambil memberikan senyuman manjanya kepada sang mama.
Gendis adalah anak semata wayang dari pernikahan ibu Bhanuwati dan bapak Adika Wirya Utama sehingga mamanya begitu menyayanginya, walaupun sudah menikah dan tinggal jauh dari rumahnya namun dia tetap sering datang berkunjung.
Bhanuwati membesarkan dan merawat Gendis dengan penuh kasih sayang, walaupun kehidupan rumah tangganya tidak harmonis namun, Gendis tidak kekurangan kasih sayang dari seorang ibu, hanya saja sosok pria yang selalu disebut ayah tidak pernah memberikan kehangatan dan kasih sayang yang selayaknya dia dapatkan.
Sehingga, sekuat apapun ibunya mengisi kekosongan itu, Gendis tetap merasa kosong karena sejatinya seorang putri sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang seorang ayah yang akan menjadi cinta pertama seorang anak perempuan.
Kehidupan rumah tangga orang tuanya benar-benar memberikan dampak yang sangat negatif bagi kehidupannya, setiap perilaku ayahnya yang terpatri dalam ingatannya menjadi momok dalam benak wanita cantik ini.
Dia menjadi saksi hidup bagaimana menderitanya kehidupan yang dijalani oleh mamanya, tetapi ibu Bhanuwati selalu mengajarkannya untuk selalu menghormati ayahnya itu, bahkan Gendis menilai bahwa mamanya adalah wanita paling bodoh yang ada didunia ini. Karena walaupun sudah di sakiti sedemikian rupa dia tetap menghormati suaminya.
Hingga pada suatu hari hal yang paling menakutkan terjadi pada keluarga kecil itu, di malam yang senyap seharusnya semua orang beristirhat dan lelap dalam tidur namun Gendis kecil harus menyaksikan lagi dan lagi pertengkaran orang dewasa yang tidak dia pahami sama sekali pada saat itu.
Yang dia tahu, dia melihat ayahnya memasukkan pakaian kedalam koper sementara ibu menahannya sambil sesekali tangan ayahnya mendarat di wajah ibunya.
Namun, demi anaknya tumbuh dan memiliki keluarga yang utuh seperti teman-temannya ibu Bhanuwati mengalahkan rasa sakit dan amarah yang ada di dalam hatinya dengan tetap memohon pada suaminya itu untuk tetap tinggal bersama mereka.
Dan masih berharap suatu hari nanti suaminya itu akan berubah dan kembali mencintai dia seperti dulu.
Namun sepertinya, itu hanyalah harapan kosong yang tidak akan pernah terwujud. Gendis kecil yang sudah sangat ketakutan menatap kedua orang dewasa ini sambil menangis dan memanggil mereka namun, hanya ada satu orang yang menoleh dan merangkulnya dengan pelukan hangat dan itu tetap orang yang sama, mamanya.
Sejak malam itu ayahnya pergi meninggalkan mereka demi kehidupan yang lain. Dan sejak saat itu pula dia hidup berdua dengan mamanya, tanpa pernah mendengar kabar apapun tentang ayahnya, seakan akan bapak Adika Wirya Utama raib di telan bumi tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Pernikahan dengan dasar cinta ternyata tidak menjamin kebahagiaan didalamnya, itulah yang Gendis dan ibunya pikirkan.
Oleh sebab itulah ibu Bhanuwati menjodohkan anaknya kepada putra sematawayang sahabatnya, berharap putri cantiknya akan mendapatkan kebahagiaan setelah menikah dan tidak mengalami kehidupan yang tragis seperti yang dialaminya.
Namun, ibu Bhanuwati tidak pernah menyangka bahwa trauma yang dimiliki sang anak sangatlah dalam dan membekas.
Sehingga, Gendis tidak pernah percaya dengan yang namanya laki-laki termasuk suaminya sendiri. Dia berfikir semua laki-laki yang ada didunia ini sama seperti ayahnya yang jahat. Fikiran inilah yang membuat dia selalu mempunyai sikap dingin tehadap suaminya.
Tanpa di sadari trauma parah yang dimilikinya telah menghancurkan rumah tangga yang seharusnya harmonis dan bahagia.
Suami yang tidak peka terhadap apa yang dirasakan oleh istrinya membuat suasana semakin parah dan tidak terkendali.
Tetapi, mereka berdua mampu menyembunyikan konfilk itu dari keluarga besar mereka, sehingga keluarga besar mereka tidak ada yang mengetahui bahwa kehidupan anak mereka tidak seindah yang mereka lihat.
Bahkan sampai akhir hayat Aditya Bhanu Bagaskara tidak pernah tahu mengapa istrinya bersikap dingin. Sehingga dia pun bersikap lebih dingin dari es kepada istrinya itu yang membuat keyakinan Gendis kepada laki-laki semakin kuat.
Pernikahan yang mereka jalani tidak lain seperti neraka, tidak pernah terdengar suara canda tawa suami istri di dalam rumah itu, benar-benar seperti rumah kosong yang terasa hampa.
"Aku masih ingin tidur bareng oma," terdengar suara Nehan yang sedari tadi duduk di pangkuan omanya sambil memeluk dengan sangat erat sembari membujuk neneknya.
"Baiklah sayang, Oma tidak jadi pulang agar bisa tidur denganmu." Sahut ibu Bhanuwati sambil mengusap kepala cucu kesayangannya dan juga mengecup keningnya.
***
Pengajian malam terakhir suaminya sudah selesai dan berjalan dengan hikmat, terlihat orang tua dari suaminya sangat berduka karena kehilangan putra tercinta.
Namun, sahabatnya Ayesha tidak dapat hadir karena ada urusan bisnis yang harus di selesaikannya, sahabatnya itu termasuk wanita karir yang sukses Gendispun memaklumi kesibukan sahabatnya itu.
Setelah semua tamu meninggalkan rumahnya, tinggallah kedua oma dan seorang opah yang tampak sedang bercanda dengan cucu semata wayangnya.
"Ma… Pa… Gendis istirahat dulu ya, aku sangat lelah," ucap Gendis kepada mamanya dan juga mertuanya.
"Baiklah sayang tidur yang nyenyak, Nehan biar bermain bersama kami dulu" sahut ibu mertua yang sudah seperti ibu kandungnya karena memang beliau tidak memiliki anak perempuan.
"Terimakasih Ma… Pa…, kalian juga harus istirahat karena sudah lelah seharian ini menyiapkan semuanya," jawab Gendis.
"Iya sayang, sudah kamu sekarang langsung naik dan istirahat terus ya," ucap mama mertua sambil menghampiri Gendis dan mengusap kepalanya seperti sedang menenangkan seorang gadis kecil.
"Dan kamu Nehan sayang jangan nakal saat bermain bersama opa dan oma ya dan tidurnya jangan terlalu malam, oma dan opa juga sudah sangat lelah seharian, ok? " ucap Gendis kepada anaknya sambil berjongkok agar setara tinggi dengan Nehan anaknya.
"Ok mam.." sahut Nehan sambil mengecup pipi mamanya, kemudian Gendispun berjalan menuju kamarnya.
Tubuh dan pikirannya butuh istirahat demi kesehatan yang tetap harus terjaga. Bukan untuk dirinya dia menjaga diri melainkan untuk Nehan, sumber kehidupannya sekarang dan selamanya.