Chereads / Menikah dengan Om Genit di Masa Depan / Chapter 29 - Pertanyaan Jebakan

Chapter 29 - Pertanyaan Jebakan

"Kamu," ujar Genta mantap dan tegas. "saya tidak pernah mengatakan Mila cantik."

"Om …" Kania merengek. Seperti halnya perempuan pada umumnya, Kania tidak semudah itu percaya.

"Nahkan, kamu tidak percaya saya."

"Mungkin gitu, aku mau Om jujur." Kania bersungut-sungut.

"Bagaimana caranya saya jujur kalau kamu tidak percaya," Genta menggumam. "Kamu menginginkan apa dari saya? Bagaimana saya meyakinkan kamu hah?"

"Aku benar-benar ingin memastikan lagi apa aku cantik atau enggak. Nanti kalau aku buat om malu gimana?" Kania memutar bola matanya.

Genta menarik nafasnya. "Kamu cantik. Tidak akan membuat saya malu. Bahkan sejujurnya saya lebih suka kamu yang lebih berisi."

"Kenapa?" tanya Kania.

Genta mengalihkan tatapannya. "Kamu tahu jawabannya. Saya senang dengan sesuatu yang volumenya lebih besar."

"Om …" wajah Kania memerah.

"Maaf. Kamu membuat saya keceplosan terus."

"Kita lanjut jalan aja! Om Genta benar-benar enggak kekontrol. Genit terus." Perempuan itu bersungut-sungut.

"Tidak genit. Saya hanya mengatakan apa yang saya pikirkan."

Kania mengalihkan pandangannya keluar jendela. Menghindari wajah Genta. Perempuan itu tidak berkata apapun lagi sekarang. Tapi satu senyuman terbit di wajahnya. Mungkin dia merasa senang dengan Genta memujinya. Tapi dia berusaha denial. Dasar remaja tujuh belas tahun.

Mobil Genta akhirnya sampai juga. Dia turun dengan jantannya membukakan pintu untuk isterinya. Kania dengan suasana hati yang masih baik hanya bisa tersenyum. "Padahal aku masih punya tangan yang berfungsi dengan baik."

Bibirnya memang protes tapi wajahnya jelas berbanding terbalik. Dia suka ketika Genta memanjakannya seperti itu. Kode access menggunakan barcode untuk masuk. Kania masih suka terkagum-kagum dengan kecanggihan teknologi yang apa-apa menggunakan barcode. Lima tahun yang lalu –dalam dunia yang Kania tahu- penggunaan barcode belum sebanyak yang dia lihat sekarang. Tapi tidak sebanyak lima tahun ke depan yang apa-apa serba digital.

"Aku pikir kalian tidak akan datang, apa kabar Kania?" ujar Mila menyambutnya. Tidak lupa memeluk perempuan itu.

Kania menerima sambutan itu. "Aku baik. Selamat atas pamerannya tante."

Mila tersenyum. Ia kemudian menatap Genta dan tersenyum pada laki-laki itu. "Si kecil enggak diajak?" tanya Mila.

Kania menggelengkan kepalanya. "Dia sudah tidur tadi. Kebetulan ada papa di rumah, jadi minta tolong dulu sama papa."

"Jam segini sudah tidur? Apa nanti tidak begadang tengah malam?" tanya Mila.

"Iya sih, tan. Dia agak nocturnal gitu. Siang hari lebih banyak tidur, malam-malam baru bangun."

Mila menganggukkan kepalanya. "Apa enggak repot kamu, Kania? Maaf, aku hanya ingat pengalaman dulu."

"Lumayan sih, tan. Kadang Om Genta juga ikutan walaupun harus ngantor pagi besok harinya."

"Saranku jangan biasain tidur cepat-cepat. Mulai dari jam delapan atau jam sembilanan aja, Biar kamu enggak terlalu begadang malamnya." Mila sebagai orang yang berpengalaman memberikan wejangan.

"Iya deh, Tan. Nanti aku coba. Makasi sarannya."

Mila berdecak. Mengatakan dengan matanya hal tersebut bukan apa-apa. "Suami tante dan anak tante mana?" tanya Kania.

"Ehm … mereka tadi ada. Mungkin sedang bicara dengan kolektor."

Kania menganggukkan kepalanya kemudian.

"Kalian bisa menikmatinya dulu. Aku tinggal sebentar ya." Mila berkata pada pasangan itu.

Kania dan Genta kompak menganggukkan kepalanya. Tentu saja Genta hanya mengangguk tipis. Selanjutnya Kania menatap pada pria itu. "Tante Mila lebih cantik dariku," ucap Kania protes dengan sedikit berbisik. "Badannya lebih bagus."

"Itu kan pandangan kamu, bukan pandangan saya," balas Genta balik.

Kania mencibir sementara Genta menyerngitkan hidungnya. "Kamu bisanya hanya protes sama saya. Depan Mila tadi kamu baik sekali." Kania cengengesan mendengarkan penuturan Genta tersebut.

"Yuk, lihat-lihat Om!" ajak Kania.

Genta mendengus. "Kamu mengalihkan topik."

Kania tersenyum ketika Genta berkata seperti itu. Perempuan itu menjulurkan lidahnya membuat Genta menggeram kecil dengan isterinya itu. Kalau saja dia tidak menahan dirinya pada Kania, Genta tidak akan pernah malu 'menyerang' isterinya di tempat umum sekalipun.

"Ingat Genta, Kania sedang adaptasi. Jangan sampai lengah!" Genta memantrai dirinya sendiri. Pria itu sangat takut salah langkah. Benar-benar ketakutan.

"Tante Mila pintar ya Om memilih karya seni."

"Namanya juga kurator," ujar Genta apa adanya.

Kania menyipit. "Ish, enggak asyik."

"Lho, saya salah lagi nih?" Genta menggigit bibirnya.

"Memang salah pun."

Genta berdecak. "Saya minta maaf, Mommy."

Kania tersenyum lagi. "Aku nyebelin ya Om." Sekarang perempuan merasa bersalah dengan perbuatannya.

"Sayang, kamu ingin ngetes seberapa sabarnya saya sama kamu apa bagaimana?" decak perempuan itu.

Genta tidak menjawab hanya menyerngitkan hidungnya. "Katanya kamu mau lihat pamerannya. Dari yang saya lihat kamu hanya tertarik dengan saya."

"Idih, G-R!" ujar Kania. Genta malah tertawa kecil. Suka menjahili isterinya. Untuk candaan yang seperti itu tidak berbahaya untuk kania, Kan?

***

Kania hari ini mengunjungi kantor Genta. Ia membawakan makan siang untuk suaminya itu. Kania tidak tahu, dia merasa tidak sabar saja Genta mencicipi makanannya. Dia memasuki kantor Genta yang tidak asing baginya itu. Hanya ada beberapa tata ruang yang sedikit berubah yang membuat Kania percaya bahwa dia tengah menjelajahi waktu.

Kania mengerutkan keningnya ketika tidak mendapati wanita centil itu ada di mejanya yang terletak di depan ruangan Genta. Biasanya perempuan itu ada disana, menatap Kania dengan sinis. Orang lain yang pernah ditatapnya seperti itu selain Kania, tentu saja Mila. Sekretaris Genta yang sangat hobi menguji kesabaran Kania itu.

Kadangkala Tiara tidak hanya menatap Kania dengan tatapan sinis. Tetapi juga menghalangi langkahnya. "Pak Genta sedang tidak bisa diganggu." tidak lupa dengan wajah yang penuh dengan keangkuhan. Atau dia akan mengatakan, "hanya yang berkepentingan yang bisa memasuki area perkantoran ini." Pada saat itu Kania ingin mengumpati wanita itu rasanya. Tapi hari ini suasana seperti itu tidak ada. Membuat Kania sedikit bertanya-tanya.

Kania membuka pintu dan mematung mendapati apa yang terjadi di dalam ruangan. "Oh! Pantas enggak ada di mejanya," ujar Kania menginterupsi dua orang yang sedang berdekatan. Gentanya biasa saja. laki-laki itu sibuk melihat berkas yang ada dihadapannya tapi posisi Tiara membuat Kania panas. Pakaian mini perempuan itu, belum lagi dengan kancing kemeja perempuan itu yang sengaja dibukanya. Tidak lupa dengan posisi tubuh yang sedikit condong pada Genta. Kata centil yang Kania sematkan pada perempuan itu sepertinya memang tidak salah.

"Nanti kita lanjutkan," ujar Genta pada Tiara.

Kania memasuki ruangan. Melangkah angkuh lantas menyingkirkan Tiara dengan percaya diri. "Pak Genta ingin makan siang dulu," ujar Kania sinis mengusir perempuan itu dengan matanya.

Tiara hanya memandang perempuan itu dengan tatapan meremehkannya membuat Kania menganga tidak percaya. "Pak Genta sedang sibuk."

"Hell, enggak dengar apa tadi Om Genta ngomong apa? nanti dilanjutkan. Itu berarti yang tidak berkepentingan keluar." Kania mendengus judes pada perempuan tidak tahu malu itu. sementara Tiara menaikkan bahunya.