"Enggak tahu, buburnya masih dibikin juga. Nanti aja kalau gitu!" ujar Kania menaruh lagi obat Genta. Kania berdecak pada laki-laki itu. "Katanya semalam kuat, enggak bakalan sakit, tapi kenyataannya apa. Makanya jangan takabur Om!" Kania menceramahi Genta lagi.
Genta hanya bisa memajukan bibirnya. "Iya saya salah!" ujarnya seperti bayi. Entah mana sekarang yang berusia empat puluh tahunan lebih dan mana yang anak tujuh belas tahun. Kania terlihat mendominasi Genta sekarang.
"Apa yang terasa?" tanya Kania.
"Kepala saya agak sakit rasanya."
Kania menarik nafasnya. "Siniin kepalanya aku bantu pijitin." Genta menurut meresapi pijatan dari isterinya itu.
Tok, tok! "Maaf Non, buburnya bapak!" bibi bersuara di balik pintu. Kania berdiri membuka pintu untuk bibinya tersebut.
"Makasi, Bi!" ujarnya menerima nampan dari bibi lalu meletakkannya di dekat Genta.
"Ka' sejujurnya saya enggak nafsu makan!" ujar Genta memelas.