"Apa saja hal yang aku kuasai dulu?"
Tanpa berpikir Olivia langsung menjawab, "Berkuda, berdansa, dan menyulam."
Athanasia mendesah kasar, kenapa harus dansa dan menyulam? berkuda lebih baik daripada dua hal konyol itu. Batinnya frustasi,
Sedari kecil dia tidak pernah dikenalkan dengan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh wanita, lagi pula dijamannya jarang ada wanita yang suka menyulam. Kalau berdansa mungkin ada, karna disetiap pesta kalangan elit pasti banyak wanita yang berdansa dengan partnernya.
Maaf Putri, sepertinya saat Anda kembali akan ada banyak hal yang berubah. batinnya,
Athanasia bangkit dari duduknya, ia sedikit menepuk-nepuk gaunnya yang terdapat serpihan pohon. Ia sudah memikirkan apa yang akan ia lakukan.
Olivia yang melihat majikannya bangkit, ia pun melakuakn hal yang sama kemudian bertanya, "Anda ingin pergi ke suatu tempat?"
"Aku ingin menemui Yang Mulia Raja." ucap Athanasia pada pelayannya.
Olivia mengangguk lalu mempersilahkan Athanasia jalan lebih dulu.
****
"Ayah aku ingin berlatih pedang." ucap gadis cantik itu setelah memberi salam pada Ayahnya.
Dia adalah Putri Athanasia, sebenarnya ia sedikit gugup untuk bicara dengan Raja. Tapi apa boleh buat, ia tidak bisa melakukan hal yang diinginkannya tanpa seizin pria yang paling berkuasa di Arandelle itu.
Clude yang sedang memeriksa dokumen Kerajaan menaikkan pandangan untuk menatap putrinya.
"Kau terbentur lagi? kenapa tiba-tiba?" tanya Clude,
Athanasia menarik napas pelan, "Tidak, hanya ingin." jawabnya sambil tersenyum manis, berharap pria yang berstatus sebagai Ayahnya ini sedikit luluh.
Clude menatap lekat putrinya, kemudian kembali memeriksa lembaran kertas dimejanya sambil berucap, "Dulu kau bilang pedang hanya untuk pria."
Athanasia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Begitukah? mungkin saat itu aku belum tertarik." jawabnya asal.
Clude kembali menaikkan pandangannya, "Sekarang kau tertarik?" tanya pria itu dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Ya! Aku juga ingin belajar memanah." Seru Athanasia,
Clude mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jari telunjuk, ia sedang berpikir untuk memberikan izin pada Athanasia atau tidak. Lalu ia teringat sesuatu.
"Kau lebih memilih berlatih pedang dan memanah dari pada melatih sihirmu?" tanya Clude, tatapannya mengunci netra biru pertama milik Athanasia.
Athanasia yang ditatap seperti itu semakin gugup, "Sihir?" gumamnya pelan, dan masih dap didengar Clude.
"Benar sihir! Usiamu sudah delapan belas tahun seminggu yang lalu, seharusnya sihirmu sudah aktif dan mulai belajar untuk mengendalikannya."
Athanasia terlihat panik, dia tidak paham dengan sihir yang dimaksud pria dengan aura mengerikan didepannya ini.
Apalagi ini Tuhan? batinnya frustasi.
Clude yang melihat kepanikan putrinya, lantas bertanya. "Kau tidak tau?"
Menundukkan kepalanya, Athanasia menggeleng pelan. Berbohong pun tidak mungkin kan? apalagi ini tentang sihir yang dia benar-benar tidak tau tentang hal itu. Lebih baik jujur dari pada menyesal.
Clude memijat pelan pangkal hidungnya, "Bagaimana bisa kau tidak mengetahui hal itu? Jangan bilang kau juga melupakan tentang sihirmu?"
"Mu-mungkin?" cicit Athanasia, ia masih menunduk, tidak berani untuk menatap Clude.
Clude mendesah kasar, "Terlalu banyak yang kau lupakan, Athanasia." ucapnya dengan suara dingin.
"Tapi bagaimana mungkin kau melupakannya? kemampuan itu sudah ada sejak kau lahir, dan akan aktif saat usiamu delapan belas tahun." ucap Clude tidak percaya. "Yang hilang ingatan, bukan kemampuan." lantunya lagi.
Deg!
Tiba-tiba jantung Athanasia berpacu sangat cepat, perkataan Clude seperti mencurigainya bukanlah Athanasia. Ya meskipun memang benar, tapi gak mungkin kan pria ini tau? batinnya.
Ia meremas gaunnya untuk mengurangi rasa gugup dan takut. Seketiks ia menyesal menemui pria ini. Namun perkataan Clude selanjutnya membuat ia ingin kembali ke dunianya saat itu juga.
"Kita akan tahu sehari sebelum pelantikkanmu. Saat itu kau akan memilih siluman pelindungmu, bersama sepupumu yang lain. Jika kau berhasil memilih silumanmu, berarti kemampuan sihirmu masih ada dan tidak hilang." ucap Clude, "Sekarang kembalilah, Ayah akan mengirim Ksatria Felix untuk melatihmu berpedang dan memanah." lanjutnya.
Athanasia sedikit membungkuk, "Terimakasih Ayah." suaranya terdengar tidak semangat seperti awal kedatangannya tadi.
Sepanjang jalan kembali kekamarnya, Athanasia berkali-kali menghela napas. Ia memikirkan perkataan Raja tadi. Belum selesai ia memecahkan masalah tentang kemapuan sihir, sekarang harus memikirkan gimana caranya buat milih siluman pelindung. Apalagi ini? sebenarnya ia sekarang sedang hidup dijaman apa? Harry Potter? Sumpah demi langit dan bumi, Athanasia ingin kembali kekehidupannya sebagai Victoria.
Olivia yang melihat Tuan Putri-nya tidak berhenti menghela napas dengan sopan bertanya, "Ada yang mengganggu pikiran Anda Tuan Putri?"
"Olivia apa kau mengetahui sesuatu tentang sihir dan siluman pelindung?" tanyanya,
"Maksud Anda siluman pelindung yang akan Anda pilih sehari sebelum acara pelantikan?" mendengar perkataan pelayannya itu, seketika Athanasia berhenti dan berbalik. Dengan kesal dia berucap, "Kau tau tentang itu? kenapa tidak bilang?"
Olivia membungkuk, "Maaf Tuan Putri, saya kira belum waktunya."
Athanasia menarik napas kasar, memejamkan mata, ia memijit pelan dahinya, Kepaanya tiba-tiba terasa sakit.
Melihat itu Olivia langsung bertanya dengan nada khawatir yang kentara, "Anda baik-baik saja Tuan Putri? apa perlu saya memanggil tabib kerajaan?"
Gadis cantik itu membuka matanya, "Tidak perlu, aku baik-baik saja."
"Tapi Tuan Pu-"
"Aku baik-baik saja Olivia!" potong Athanasia cepat, "Lalu bagaimana dengan sihir? apa kau tau sesuatu tentang itu?"
"Kemampuan sihir Anda?" Athanasia mengangguk sebagai jawaban.
"Itu adalah kemampuan murni yang hanya dimiliki oleh keturunan kerajaan." jelas Olivia,
"Berarti hanya anggota keluarga kerajaan yang memilikinya?" gumam Athanasia,
Olivia mengangguk, "Benar! Bahkan Yang Mulia Ratu tidak memiliki sihir, karna sebelum menjadi Ratu, beliau merupakan bangsawan biasa."
Kalau begitu, apa Luisa juga bisa menggunakan sihir? batinnya. Karna gadis itu juga merupakan putri Raja.
"Berapa banyak sepupu yang kumiliki?" Athanasia ingat Jika Clude mengatakan kata sepupu tadi.
"Anda memiliki tiga orang sepupu, yang merupakan anak dari adik Yang Mulia Raja." jawab Olivia sopan.
"Apa aku dekat dengan mereka?"
"Tidak terlalu, karna kalian jarang bertemu jadi Anda sedikit menjaga jarak dari mereka. Berbeda dengan Lady Luisa, dan Lagi anda menganggapnya seperti kakak kandung Anda."
Athanasia mengangguk paham, kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia butuh istirahat sekarang.
***
"Apa yang kau lakukan?" ucap Athanasia saat melihat seorang gadis berada didepan meja riasnya. Gadis itu tampak terkejut dengan kehadiran Athanasia.
Athanasia yang tak kunjung mendapat jawaban kembali berkata dengan dingin. "Apa kau tuli?"
Luisa berbalik, "Eh..., oh, kau sudah kembali...., ah, maksud Saya, Anda sudah kembali?" gugup gadis itu, punngungnya terasa basah, bahkan keringat tampak membasahi dahinya. Aura Athanasia sangat menyeramkan, pikirnya.
Dengan langkah anggun dan angkuh Athanasia berjalan mendekati Luisa. "Ini ruanganku, ada masalah jika aku sudah kembali?" suaranya yang tenang, setenang air mengalir mampu membuat Luisa merasa terintimidasi.