Chapter 31 - Penyatuan

"Aku pamit, terima kasih makan malamnya, Kek." Danique angkat kaki dari ruang makan yang sangat luas.

"Danique!"

"Danique..."

Panggilan-panggilan dari kedua orangtua, paman, dan bibi-bibinya tidak dihiraukan. Lelaki itu terus melangkah dengan cepat dan menutup pintu dari luar. Seketika makan malam berubah menjadi lebih riuh. Rachel sedikit ciut dengan situasi yang sedang Ia hadapi, Ia tahu Danique sangat marah. Jika sudah seperti itu, lelaki itu tidak bisa mengendalikan serigalanya lagi.

Rachel mengikuti acara makan malam sampai selesai termasuk obrolan-obrolan ringan keluarga besar Danique. Demi mengenal mereka lebih dalam, Ia sengaja menggunakan kekuatan istimewanya untuk membaca isi pikiran mereka. Paman-paman dan Bibi-Bibi Danique ada yang benar-benar tulus kepada orang lain ada pula yang pandai bermuka dua. Dari sini Rachel tahu bahwa salah satu di antara mereka adalah orangtua dari Michael Van Berend, lelaki saingan berat Danique. Lelaki itu sekarang sedang berada di luar negeri menjalankan bisnisnya.

Masa kecil Danique sangat mewarnai kehidupan keluarga besarnya. Ia adalah cucu kesayangan sang kakek di samping Michael. Mereka berdua sama-sama tumbuh dengan sempurna. Namun Kakek memilih Danique sebagai direktur utama meskipun saham terbanyak dimiliki oleh Michael. Bukan karena pilih kasih atau kasihan kepada Danique, Kakek memilihnya karena Danique jauh lebih jujur dan bertanggung jawab. 

Michael memang cerdik, sedari kecil lelaki itu sudah menampakkan kecerdasannya, tetapi terkadang lelaki itu tidak memiliki adab sampai kecerdikannya kebablasan menjadi kelicikan. Michael akan melakukan apapun demi mendapatkan apa yang diinginkannya, termasuk dengan kecurangan. Oleh karena itulah menurut Kakek yang lebih cocok menjadi pemimpin adalah Danique.

Sayangnya, kisah cinta Danique dengan para wanita yang pernah singgah di hidupnya tidak pernah berakhir dengan baik. Lelaki itu selalu saja dikecewakan. Kakek dan semua orang di sana kasihan pada lelaki itu. Hidupnya tidak sempurna hanya karena masalah percintaan.

"Rachel, Mom mohon, maafkan kelakuan Danique, ya, Nak," ucap Mrs. Van Berend kepada Rachel saat Rachel pamit pulang karena sudah sangat malam, beberapa anggota keluarga pun sudah ada yang pulang.

"Iya, Bu. Saya mengerti bagaimana kondisi Pak Danique," jawab Rachel.

"Begitulah, Danique barusaja putus dengan Rhea," lanjut perempuan itu dengan suara prihatin.

"Perempuan itu yang bersalah bukan Pak Danique, Bu," ujar Rachel.

"Memang, kami juga sangat kecewa padanya," Mrs. Van Berend menggeleng.

Biiip biiip

Suara klakson yang akan mengantar Rachel pulang terdengar keras di depan pintu masuk.

"Ah, mobilnya sudah siap rupanya, hati-hati di jalan, Nak," mereka pun berjalan beriringan menuju pintu keluar.

"Ibu, saya pamit pulang," Rachel mencium tangan perempuan itu sekali lagi.

"Ah, mulai sekarang panggil aku Mom saja, seperti Danique memanggilku," Mrs. Van Berend menepuk pundak Rachel.

"Baik, Mom," Rachel membiasakan lidahnya.

Mobil mewah yang sama dengan yang menjemputnya pun melesat membawanya pulang. Keluarga Van Berend benar-benar kaya raya dan Danique sangat beruntung terlahir di dalamnya. Selain terpandang di mata masyarakat, internal keluarga tersebut juga memang membudayakan anak-anaknya untuk hidup berkelas. 

"Sir, bolehkah saya turun di sini saja?" Rachel menginterupsi sopir yang membawanya.

"Lho, ini sudah hampir tengah malam, Miss. Apakah tidak apa-apa?" tanyanya. 

"Tidak apa-apa, kebetulan saya ada janji untuk menemui seseorang. Untung saya mengingatnya," Rachel mencari alasan.

Dengan sangat terpaksa sopir itu menurunkan Rachel di tengah jalan, tepatnya di persimpangan menuju hutan Green Moon. Setelah mobil itu putar balik dan tidak nampak lagi, Rachel memejamkan mata untuk berpindah tempat secara instan menuju hutan Green Moon. Firasat tajamnya mengendus bahwa Danique ada di sana. Dalam hitungan detik, tubuhnya sudah berada di hutan itu.

Aauuuu

Lolongan panjang beserta gerungan memenuhi hutan yang sunyi dan gelap. Beberapa pohon telah roboh sampai ada juga yang tercabut dengan akar-akarnya. Danique mengamuk di sana. Hewan-hewan kecil menciat ketakutan, suasana hutan semakin mencekam karena awan mendung menghalangi cahaya bulan.

"Danique," panggil Rachel sembari menoleh kesana kemari tidak menentu.

Ia pun memutuskan untuk memunculkan wujud aslinya untuk mengantisipasi Danique menyerang tiba-tiba. Sorot mata tajamnya menembus kegelapan, Ia langsung tahu di mana Danique berlari tak tentu arah. Serigala itu menabrak pepohonan dan seketika yang ditabraknya tergoyang-goyang, ada pula yang langsung roboh.

"Danique," sekali lagi Rachel memanggil nama lelaki itu, kini suaranya menggema karena kekuatannya dikerahkan.

Serigala Danique berhenti berlari, secepat kilat Rachel pun mendekatinya.

"Mengapa Kau menyusulku?" suara pikiran lelaki itu menggema.

"Tidak ada gunanya mengamuk, Kau hanya akan membuat makhluk hidup di sini ketakutan dan kehilangan habitat," ujar Rachel.

"Aku tidak peduli," serigala mengeluarkan geraman.

"Tenangkan dirimu sepuluh detik saja, tarik napas dan hembuskan perlahan," pinta Rachel.

Suasana di dalam hutan pun kembali sunyi, jangkrik kembali mengerik meski dengan takut-takut, dengungan nyamuk terdengar dengan jelas. Sorot manik biru safir Rachel memberitahukan bahwa serigala yang besar di depannya sudah sangat putus asa, Ia benar-benar kehilangan arah. Jiwanya kehilangan kebahagiaan dalam urusan masa depan. Ia sudah lelah hidup sebagai manusia maupun serigala. Ia merasa dipermainkan.

Perlahan awan mendung bergeser, menampakkan cahaya bulan tipis-tipis. Dewi Bulan memancarkan energinya memberitahu Rachel bahwa dirinya sedang hadir di antara mereka. Semua yang ada di hutan berhenti melakukan aktivitas, tidak ada hewan yang bersuara ataupun angin yang berembus, semua seolah berlutut pada Dewi Bulan. Serigala Danique secara alami pun menekuk ke empat kakinya demi menghormati pimpinan mereka.

"Selamat datang, Dewi. Salam hormat kami sampaikan kepada Dewi," ucap Rachel dengan penuh hormat.

"Putri Emas, Pangeran Cuon, kita bertemu lagi. Aku sengaja datang di antara pertemuan kalian," suara lembut itu menggema.

Ulu hati Rachel berdesir ketika Dewi Bulan menyebut nama itu, nama pertama jiwa pemilik tubuh Danique dan serigalanya.

"Sudah kukatakan berkali-kali bahwa aku Danique, namaku Danique," serigala itu jengkel tetapi Dewi Bulan mengabaikannya.

Rachel melirik tajam pada serigala di sampingnya karena bersikap sangat tidak sopan.

"Putri Emas, Dewa Langit ingin sekali Kau berpindah ke tempatnya. Tetapi aku memberitahunya bahwa Kau belum siap. Hidupmu di bumi masih sangat panjang, aku lebih memilihmu bahagia bersama jodohmu daripada tinggal di istana yang penuh dengan lelaki itu," tutur Dewi Bulan.

Rachel tidak mengerti apa maksudnya, ini adalah pesan tersirat yang disampaikan oleh Dewi Bulan.

"Apakah Dewa Langit ingin Rachel mati?" serigala Danique menebak dengan sangat lancang.

"Bukan, lebih tepatnya adalah mengambil ruhnya supaya tinggal bersama mereka," Dewi Bulan meluruskan pikiran Danique yang sangat frontal.

"Ck, sama saja," decih Danique.

Rachel membeku, situasi ini terasa seperti sidang penentuan jalan hidupnya apakah Dewi Bulan akan mengubah keputusan atau tidak, apakah Dewa Langit akan mencabut keistimewaan sekaligus kutukannya atau tidak. Semua ada di tangan mereka.

"Kalian akan segera menikah, menjadi pasangan resmi yang bahagia," Dewi Bulan sangat berbunga-bunga ketika menyabdakannya.

"Tetapi bagaimana dengan kutukan putri kecilmu ini, Dewi? Putri kecilmu akan tetap hidup kecuali telah melahirkan keturunan. Di sisi lain, putrimu tidak akan bisa melahirkan keturunan darinya," sergah Rachel.

Tidak ada jawaban dari Dewi Bulan, kekuatan interaksi di antara mereka putus begitu saja, Rachel melirik serigala Danique dengan kesal. Hanya ada seringaian di antara taringnya yang tajam. Danique benar-benar tidak peduli. Ia bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang ngawur beberapa hari ke depan. 

Ia akan bersandiwara di panggung beratap langit ini.

***