Chereads / Kelahiran Kembali Sang Manusia Serigala / Chapter 36 - Darah dan Rasa Sakit

Chapter 36 - Darah dan Rasa Sakit

PLAK

Tangan itu lagi-lagi mendarat di pipi Rachel, tatapan tajamnya tidak bisa dihindari. 

"Ini baru hari pertama menikah dan Kau sudah bersikap sesukanya sendiri," decih Danique.

"Jika seperti ini kelakuanmu, bagaimana bisa Kau dulu mengigau ingin menikah denganku?" lanjutnya.

Rachel tahu bahwa Ia salah karena keluar rumah tanpa izin Danique, tetapi tidak seharusnya lelaki itu langsung main tangan begitu saja.

"Apa yang orang-orang pikirkan di luar sana melihatmu berkeliaran di hari pertamamu menjadi pengantin?" Danique terus menggerutu.

"Danique..."

"Diam! Kau melawanku?" dengan cengkraman tangannya yang kuat, Ia meraih kerah baju Rachel.

BUGGH

Rachel terkesiap saat tubuhnya dihempaskan begitu saja ke ranjang, Ia tidak bisa menghindar karena tubuh kekar Danique ada di depannya, mencegah dirinya kabur.

Sreeek

Kemeja yang Rachel kenakan pun robek, lelaki itu bergerak dengan beringas. Degup jantung Rachel meningkat drastis dan Ia berusaha bangkit tetapi lagi-lagi Danique mendorong tubuhnya dengan kasar kembali ke ranjang. 

Helai demi helai kain yang menutupi tubuh Rachel pun terlempar ke sembarang arah. Rachel menutup tubuhnya dengan tangan sembari menatap Danique takut-takut. Ia bisa saja mengerahkan kekuatan istimewanya dan kabur dari sini. Tetapi bukan seperti itu yang Dewi Bulan kehendaki. Ia tidak bisa kabur dari pasangan hidupnya sendiri.

"Aaaa, sakit," jeritan lolos dari mulutnya saat tiba-tiba bagian paling privasinya dipaksa menerima jari Danique yang besar.

Lelaki itu berhenti, menatap wajahnya dengan menyeringai, lalu menggeleng seolah Rachel sangat menjijikan.

"Apa Kau memang terbiasa menjerit-jerit seperti ini?" decih Danique.

Rachel tidak menyangka akan seperti ini sakitnya. Ia tidak bisa pergi sekarang, Danique menindihnya. Rasa sakit yang jauh lebih dahsyat kembali datang saat sentakan benda tumpul menembusnya dengan tajam. Air mata Rachel luruh. Danique melakukannya tanpa bicara, tanpa kompromi lebih dulu, dan langsung bergerak dengan cepat. Ini pertama kali Rachel menerimanya dan sangat terasa menyakitkan.

"Lihatlah, Kau tidak berdarah," desis Danique dengan nada kesal.

Rachel juga bingung saat Danique mencabutnya, tidak ada darah sama sekali walaupun terasa sangat menyakitkan seperti teriris-iris.

"Aku... aku tidak tahu," cicit Rachel.

"Dasar pelacur!" tuduhan itu lolos dari bibir Danique.

Sebongkah bola es baru saja dilemparkan ke ulu hatinya, Rachel sangat ingin menangis. 

"Danique..."

Danique membuka pintu kamar dan membantingnya. Pergi meninggalkannya sendiri dengan tubuh telanjang dan kesakitan. Rachel cepat-cepat mengenakan baju ganti dengan terseok-seok, bagian pangkal pahanya masih terasa nyeri. Ia pun memaksakan diri meninggalkan kamar mengikuti kata hatinya.

Dengan berlinang air mata dan rasa sesak di dada yang sama sekali belum reda, Rachel menghidupkan kembali mesin motornya demi menyusul Danique. Lelaki itu kemungkinan menunggangi ducati-nya karena motor besar itu tidak ada di tempatnya. Instingnya berbisik bahwa lelaki itu tengah menuju hutan Green Moon.

Ia mengenakan jas hujan yang tergantung di sisi tempat parkir, kini sedang hujan deras dan orang normal sudah pasti memakai jas hujan ketika mengendarai motor. Bisa saja Rachel langsung menuju hutan Green Moon dalam sekejap mata tanpa melewati jalanan. Namun hal itu pasti akan mengundang rasa penasaran orang-orang sekitar terutama para maid.

Dengan hati-hati Ia menyusuri jalan yang licin dan gelap supaya tidak menabrak orang. Ia memarkirkan motornya di pinggir jalan setapak menuju hutan, Ia yakin tak ada orang yang berniat mencuri motornya karena jalan menuju hutan sangat sepi. Cahaya rambut emasnya mampu menembus tudung jas hujan yang Ia kenakan. 

Tak perlu memakai senter, kini Ia tidak lagi menutupi wujud aslinya sebagai seorang peri yang cantik jelita. Dari kejauhan tubuhnya bagaikan kunang-kunang raksasa yang sangat indah. Manik biru safirnya pun bisa melihat menembus kegelapan.

"Danique...." panggilnya.

Setelah beberapa langkah, Ia melihat serigala besar berbulu hitam legam duduk menekuk keempat kakinya. Ia mendekat, serigala Danique diam saja di sana, tatapan manik topaznya sayu. Sungguh berbeda dari biasanya yang selalu berloncatan dan berlarian setiap Rachel melihatnya di hutan.

Rachel menjulurkan tangannya, mengelus puncak kepala serigala itu dengan lembut.

"Tidak perlu bersedih, semua akan baik-baik saja. Apa yang Kau pikirkan?" ucap Rachel.

"Aauuuuuu, arrrgggh."

Serigala Danique melolong dan menggerung menggetarkan hutan. Ia meloncat dari tempatnya duduk lalu pergi meninggalkan Rachel yang masih berdiri. 

"Mengapa Kau menghindariku, Danique?" Rachel membuat suaranya bergema supaya bisa didengar oleh serigala yang menghindarinya. Ia berlari menyusuri bekas tapakan kaki-kaki besar itu.

"Arrrggh, arrrrgggh," gerungan itu terdengar lebih berat, mirip desisan.

Serigala yang dicarinya tengah mencakar-cakar hamparan tanah berumput secara asal-asalan. Kuku-kukunya yang tajam kini penuh dengan tanah dan rumput yang menyangkut di sana.

"Mengapa Kau selalu mengikutiku?!" gema pikiran Danique bisa dirasakan oleh Rachel.

"Karena aku peduli padamu, dan Kau bilang aku harus selalu ada di sisimu supaya siap ketika Kau membutuhkanku," papar Rachel dengan merujuk omelan Danique beberapa jam yang lalu.

Serigala itu berhenti mencakar-cakar tanah, Ia bernapas terengah-engah dan sesekali desisan lolos di antara taringnya. Hamparan tanah di bawahnya sudah amburadul dan rumput-rumputnya tercabut dengan akar-akarnya, teraduk menjadi satu dengan lumpur dan tanah. Serigala Danique kembali ke tempat semula yang berupa batu besar untuk duduk menekuk kakinya.

Mengetahui emosi serigala Danique mulai reda, Rachel menghela napas lega. Ia duduk bersandar di batang pohon besar untuk beristirahat. Fisik dan batinnya benar-benar lelah di hari pertamanya menjadi pengantin baru. Hari ini terasa sangat panjang, padahal masih terpatri di benaknya bagaimana hangatnya suasana sarapan pagi itu di hotel.

Rachel memejamkan mata, suara jangkrik dan binatang-binatang malam lainnya menjadi hiburan malam yang gelap di tengah hutan. Rasa lelah di tubuhnya pun perlahan Ia biarkan luruh. Ia mendapatkan tidur panjangnya di hutan dengan sangat nyenyak.

Kelopaknya mengerjap, cahaya matahari sudah tinggi, cahayanya menerobos di antara celah-celah rimbunnya hutan. Ia menolehkan kepalanya mencari-cari sumber suara tangisan anak kecil. Saat Ia mulai terbangun, Ia mendengar sayup-sayup seperti ada suara tangisan anak kecil.

Di sudut sana, tepat bekas Danique memarkirkan ducatinya, ada lelaki asing yang tengah menangis. Ia membelakangi Rachel, punggungnya telanjang dan terkena sinar matahari langsung. Nampaknya lelaki itu sudah remaja, mungkin tangisan itulah yang barusan membangunkannya dari tidur.

"Hai," Rachel mencoba menyapa dengan lembut.

Lelaki itu menoleh, masih tergugu dan terisak-isak.

"Aku Rachel," sapa Rachel. Lelaki itu hanya menatapnya tanpa menanggapi sapaan kepadanya.

"Bagaimana Kau ada di sini?" ini masih sangat pagi dan lelaki itu sudah ada di tengah hutan. Padahal hutan ini nyaris tidak terjamah oleh manusia kecuali dirinya dan Danique.

"Aku tidak tahu," jawab anak lelaki itu singkat.

"Tidak tahu? Bagaimana bisa?" Rachel mencoba menggali isi kepala anak itu. Ia tidak berbohong, pemikirannya sangat polos.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja aku berubah menjadi serigala dan aku diusir oleh warga. Masih beruntung aku tidak terbunuh oleh mereka," setengah kesal, anak itu memaparkan kejadian singkatnya.

Rachel terkesiap, anak ini adalah manusia serigala seperti Danique. Tetapi kapan Ia datang? Jika Danique tahu, kemungkinan besar Ia sudah diterkam olehnya. Ini sangat menakjubkan.

"Apa Kau melihat serigala lain di sini?" tanya Rachel.

"Tidak, aku baru saja datang," jawab anak itu.

Oh, pantas saja. Mungkin Ia datang setelah Danique pergi.

"Kau adalah manusia serigala seperti penguasa hutan ini. Mungkin takdir itu membuatmu syok, Kau tidak perlu takut pada dirimu," Rachel ingin sekali menghentikan kesedihan anak itu yang kini masih tergugu oleh tangisnya.

Lelaki remaja itu berhenti sejenak, Ia menatap Rachel.

"Apa Kau juga manusia serigala?" tanyanya dengan polos.

"Bukan," Rachel mengedikkan bahu.

"Pakailah jas hujan ini. Manusia normal tidak akan berkeliaran secara telanjang," Rachel melepas jas hujannya dan menyerahkan ke lelaki itu.

Ia harus membawanya keluar dari hutan ini sebelum Danique mengetahuinya. Emosi labil Danique bisa membunuhnya kapan pun.

"Oh, iya. Aku hanya ingin bilang bahwa penguasa hutan ini tidak suka jika ada manusia serigala lain memasuki wilayahnya," ucap Rachel.

"Lalu aku...."

"Ikutlah denganku, aku akan membawamu dari sini," potong Rachel.

Lelaki remaja itu menuruti ajakannya, Ia melangkah di belakang Rachel.

***