"Itu karena Kau bersikap genit di dekat orangtuaku. Kau cari-cari perhatian," tuduh Danique.
Rachel membelalak tak percaya, Ia tidak yakin apakah Ia sebegitu genitnya di depan kedua orangtua Danique. Siapapun juga tahu sikap itu sangat memalukan, tidak mungkin Ia sengaja melakukannya.
"Aku biasa saja. Sikapku tidak kubuat-buat untuk mengundang perhatian mereka," bantah Rachel.
"Ck," Danique hanya berdecak kesal sembari menunjukkan wajah jijik kepada Rachel.
"Kalau mereka memang menyukaiku, bukan berarti karena aku bersikap genit," ujarnya.
"Mereka mengira aku telah menidurimu, makanya memintaku untuk menikahimu mumpung tampangmu masuk selera mereka," Danique mulai kesal karena harus mengatakan bahwa Rachel cantik di mata ibunya.
Dalam hati, Rachel tertawa. Danique tak ubahnya anak kecil yang dipaksa oleh ibunya untuk mengikuti les tambahan. Kini Dewi Bulan telah mengambil perannya dan Rachel tinggal mengikuti cara mainnya.
"Kita lihat saja apakah Kau bisa melawan takdir Dewi Bulan atau tidak," Rachel berkata dengan menekan kata 'Kau', merasa tersinggung dengan sikap Danique yang merendahkannya.
"Dewi Bulan tidak pernah menemuiku, aku tidak percaya pada takdirnya," ujar Danique.
"Tentu saja, Kaulah yang harus menemui Dewi Bulan," Rachel geram dengan Danique. Kesombongan lelaki itu sudah keterlaluan sampai-sampai tidak menemui Dewi Bulan, pantas saja Ia tidak tahu siapa takdir jodohnya.
"Tidak penting," decih Danique.
Rachel menghentikan aktivitasnya menyiapkan makan malamnya sendiri. Kali ini Ia benar-benar tercengang mendengar apa yang keluar dari mulut Danique.
"Aku tidak tahu apa yang ada di hatimu sampai Kau bersikap seperti itu, Danique. Hanya satu hal yang kusesali, Kau lahir kembali sebagai makhluk yang lebih buruk," ujar Rachel.
"Lebih buruk? Maksudmu jadi serigala?" Danique menyipitkan pandangannya.
"Serigala yang tidak memiliki rasa hormat pada Dewi bulan," sambung Rachel.
"Ya, aku makhluk yang buruk, Rachel. Tidak sepertimu yang ditakdirkan menjadi peri," Danique mendesis. Ia marah.
"Baik buruknya suatu makhluk bukan ditentukan oleh wujudnya, tetapi oleh bagaimana isi hati dan sikapnya," Rachel mencoba meluruskan pemikiran Danique.
"Buruknya wujudku menjadikanku seperti ini," lelaki itu malah dengan sengaja membenarkan sikapnya dengan menyalahkan apa yang sudah ditakdirkan kepadanya.
"Danique," Rachel memperingatkan lelaki itu supaya tidak meneruskan ucapannya karena percakapan mereka sudah pasti didengarkan oleh Dewi Bulan.
"Rachel, Kau pikir aku tidak menyesal ditakdirkan sebagai serigala? Aku membenci diriku sendiri, aku bukan manusia biasa yang memiliki kebebasan, aku bukan makhluk rupawan seperti kaummu, aku juga bukan jajaran yang dipercaya Tuhan untuk memimpin dunia ini," Danique meluapkan semua keluh kesahnya selama ini.
"Serigala masuk ke dalam jajaran makhluk terkuat di bumi ini, Kau tidak mensyukuri itu?" ujar Rachel.
Alih-alih menjawab, Danique malah meraih gelas yang ada di dekatnya dan membantingnya kasar. Ia sudah termakan emosi. Ucapan Rachel tidak dianggapnya sebagai pujian, melainkan hinaan. Gerungan lolos dari sela-sela bibirnya dan seketika tubuhnya beralih wujud menjadi serigala. Rachel tentu saja bisa menangkis serangan makhluk itu dengan secepat kilat, tetapi benda-benda di sekitar sudah terlanjur hancur detik itu juga. Etalase penyimpanan kenang-kenangan dekade demi dekade pun hancur.
"Kau tidak hanya melawan takdir perjodohan kita, tetapi melawan takdir tentang penciptaanmu. Dasar makhluk biadab!" Rachel menangkis serangan-serangan Danique dengan samurainya.
Cakar makhluk raksasa berbulu itu hampir mengoyak tubuh Rachel namun pendar-pendar kekuningan yang terpancar dari tubuh Rachel menghalaunya. Netra biru safirnya menyorot tajam ke manik topaz serigala Danique.
Rachel dan Danique terus saling menyerang, entah apa yang terjadi pada dirinya, Rachel juga kesal pada pemikiran Danique. Lelaki itu sudah tidak bisa ditoleransi. Kesabarannya kini habis. Bagaimana bisa Dewi Bulan menjodohkannya dengan makhluk seperti ini, makhluk yang tidak memiliki hati nurani.
Dulu, Rachel menganggap semua hal buruk yang terjadi pada hidupnya adalah hukuman bagi dirinya sendiri karena telah membunuh takdir jodohnya. Tetapi Danique lah yang ternyata memang bertabiat buruk. Jika Ia bisa menolak takdir, maka Ia tidak sudi dijodohkan dengan Danique.
Mereka baru berhenti ketika mendengar bel apartemen berbunyi. Rachel menyapu pandangannya ke sekeliling dan ternyata semua yang ada di ruangannya sudah hancur. Pecahan kaca dan kain perca berserakan di lantai, benda-benda terbuat dari kayu, plastik, dan keramik juga hancur.
"Manusia mendengar pertengkaran kita," gumam Rachel.
Auuuu
Bukannya sadar diri untuk segera mengendalikan energinya, Danique malah dengan sengaja melolong. Rachel mendelik geram. Ia memasukkan kembali pendar-pendar cahayanya beserta samurainya lalu menemui tamu yang membunyikan bel itu, tak peduli pada Danique yang nanti jika kembali ke wujud manusianya akan telanjang.
Petugas apartemen mengerutkan dahi di depan pintu, "Oh, Miss Juvenil. Anda mengecat rambut rupanya."
Siapapun pasti takjub pada rambut Rachel yang seperti dilapisi emas, bahkan petugas apartemen tidak luput mengomentari rambutnya terlebih dahulu sebelum menyampaikan peringatan tentang keributan yang terjadi barusan.
"Oh iya, Sir. Mohon maaf ada apa?" ujar Rachel harap-harap cemas. Ia harus mengeluarkan banyak uang jika terbukti membuat keributan dan mengganggu penghuni apartemen lainnya.
"Saya hanya memeriksa lantai Anda karena tadi sepertinya terjadi sesuatu di sini. Tetapi rupanya Anda baik-baik saja," lelaki itu nampak bingung.
"Ah, tadi hanya gelas yang pecah. Kebetulan saya juga sedang senam jadi lantainya agak bergetar. Apakah mengganggu penghuni lain, Sir?" Rachel mengarang cerita.
"Hmm, semoga tidak. Tetapi ngomong-ngomong barusan ada suara lolongan juga. Anda memelihara binatang buas, Miss?"
"Itu hanya suara rekaman, Sir," Rachel tersenyum.
"Oh," petugas itu menertawakan dirinya sendiri sembari mengelus dada bidangnya.
"Hmm, kalau begitu saya pamit, Miss. Maaf mengganggu," ujarnya sebelum berlenggang pergi.
Rachel mengangguk dan bernapas lega, Ia merutuk apa yang terjadi malam ini. Danique tidak bisa dimaafkan. Lelaki itu tak begitu jauh di belakangnya, tengah menikmati daging ayam yang Ia keluarkan paksa dari kulkas yang sudah hancur setengahnya. Sungguh tidak punya tata krama.
"Kartu ini tetap ada di tanganku sebelum isi rumahku beres," Rachel menunjukkan kartu unlimited Danique yang masih ada di tangannya.
Ia menghela napas, lagi-lagi pandangannya menyapu sekeliling sambil mengumpat. Semua hancur tak bersisa. Ia mendesah. Hati kecilnya marah karena benda-benda sangat berharga yang Ia rawat itu musnah. Tetapi logikanya menghiburnya bahwa semua tak ada gunanya lagi. Ia tak perlu mengingat perjuangannya untuk menunggu Danique karena ternyata lelaki itu tak ada gunanya sama sekali.
Pandangannya tertuju pada sebongkah potongan kayu berwarna biru muda dengan hiasan emas dan permata biru safir. Itu adalah peti bayi yang membawanya ke ibu asuhnya. Rachel berlari dan meraih puing-puing peti itu.
"Ibu, maafkan aku yang tak bisa membawa menantu idaman untukmu," Rachel tergugu.
Demi mengejar cinta Pangeran Cuon Ia meninggalkan kakaknya, demi memenuhi keinginan ibunya, Ia meninggalkan perempuan paruh baya itu sendirian di gubuk tua. Ibu yang mengasuh dirinya dan kakaknya dengan tulus harus berpulang tanpa satupun keinginannya yang tercapai.
Ibu berpulang ditelan bencana menggenggam impiannya supaya kedua putrinya menikah dengan lelaki-lelaki yang yang berkedudukan tinggi. Namun tak satupun dari mereka yang berhasil mewujudkannya. Bahkan si sulung kemungkinan besar juga telah tewas ditelan bumi setelah memutuskan untuk menghentikan perjalanan.
"Oh, Ibu. Semoga surga menjadi tempatmu berkat kemuliaan hatimu."
***