Setelah kalimat panjang Rachel terlontar, mereka berdua tidak ada yang berbicara satu sama lain. Semua bekerja dalam diam, Rachel pun dengan profesional tetap mendampingi Danique pulang dan akan menyiapkan segala sesuatu jika Danique ingin lembur.
"Mobil siapa?" gumam Danique menyipitkan pandangannya di tengah perjalanan mendekati mansionnya.
"Saya rasa mobil ayah Anda, Pak," jawab Samuel. Lelaki yang memegang kemudi mobil itu juga melihat sebuah mobil putih memasuki pintu gerbang mansion Danique.
"Ah, shit. Mereka datang tanpa kabar. Putar balik, Sammy," perintah Danique.
"Tidak sopan memperlakukan orangtua seperti itu," ucap Rachel dengan keras sampai mengagetkan keduanya.
"Mereka pasti akan menceramahiku," ujar Danique.
"Kalau Kau memang perlu diingatkan, mereka pantas melakukan itu," bantah Rachel.
Mobil masih melaju pelan-pelan karena lalu lintas sangat padat sehingga sangat susah untuk putar balik.
"Mungkin Anda perlu menemui mereka sebentar lalu beralasan pergi karena ada hal yang sangat penting, Pak," ide Samuel muncul.
"Hfffh, baiklah," Danique mengembuskan napas putus asa.
Wajah Danique cemberut seperti anak-anak yang tengah merajuk. Lelaki itu memang aslinya kekanakan, Rachel memutar bola matanya menyaksikan tingkah Danique. Di saat mereka tidak sedang berada di depan publik, Rachel bisa melihat dengan jelas bagaimana sifat asli Danique.
Lelaki itupun melangkah turun dengan malas saat Samuel berhenti di depan pintu masuk. Rachel mengikutinya di belakang, menghela napas lalu mendeham sekali untuk menyesuaikan tampilannya di sekitar Danique. Sebagai asisten pribadi, Ia harus berjalan dan berpenampilan dengan anggun.
"Eh, ini siapa?" perempuan yang rambutnya sudah beruban namun wajahnya masih menyinarkan kecantikan, langsung menunjuk Rachel dengan nada kagum ketika Danique dan Rachel memasuki ruang tamu.
"Asistenku, Mom," Danique memeluk ibunya, lalu ayahnya dengan singkat.
"Cantik sekali," lanjut perempuan itu tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Rachel.
"Ck, nenek lampir kok cantik," decak Danique.
"Siapa namamu, Nak?" sekarang ayah Danique mendahului bertanya.
"Nama saya Rachel, Pak, Bu," jawab Rachel dengan mengangguk ke masing-masing orangtua Danique.
"Danique, apa Kau perlu obat tetes mata?" sarkas ibunya Danique.
"Sudahlah, Mom. Ada apa Mom dan Dad kemari?" Danique tidak sedikit pun menunjukkan wajah berminat.
"Tentu saja untuk membicarakan keluarga tunanganmu, masa ibunya bergosip bahwa kita menggunakan pelet?" ucap perempuan itu dengan kesal.
"Mantan tunangan lebih tepatnya. Ia bukan lagi siapa-siapaku," koreksi Danique.
"Duduklah dulu, kita perlu kehati-hatian membahas ini. Walaupun menggosip seperti itu sudah jelas cara yang salah, tetapi kita perlu bijaksana menyikapinya," ujar lelaki yang juga beruban.
Mereka akan membahas urusan keluarga yang pada dasarnya disebabkan karena kecerobohan Danique. Andai Danique tidak menunjukkan wujud serigalanya, wanita itu mungkin tidak akan menyebarkan isu menggelikan ini. Rachel merasa harus undur diri dan langsung menuju ke kamar Danique untuk membereskan tugasnya.
"Pak, Bu, saya permisi," ucap Rachel pelan dengan sopan.
"Eh, mau ke mana?" ibu Danique menghentikan Rachel yang hendak berbalik.
"Mau ke... kamar Pak Danique," Rachel tidak tahu harus menjawab apa, tiba-tiba otaknya seperti membeku.
"Lho, ke kamar? Untuk apa? Danique, yang benar saja Kau!" perempuan itu mengomeli anaknya.
"Ia harus menyusun detail jadwalku untuk hari besok, Mom," Danique langsung mematahkan pertanyaan ibunya yang lebih pantas sebagai tuduhan.
Kedua orangtuanya selalu mencurigainya sebagai lelaki yang suka memainkan wanita, padahal baginya Rachel sama sekali tidak menarik.
Rachel menjalankan tugasnya dengan baik seperti biasa. Ia memeriksa dan mendata pekerjaan yang belum disentuh oleh Danique yang seharusnya sudah beres. Setelah dirasa cukup, Ia izin pulang saat keluarga kecil itu masih berembug.
"Hati-hati di jalan, Nak," ujar perempuan itu dengan tulus.
"Baik, Bu. Terima kasih," ucapnya.
Ia menunggangi motor matic-nya yang terparkir di parkiran Danique yang sangat luas.
Hanya mendapat fakta bahwa kedua orangtua Danique menerimanya, hati dan pikiran Rachel sedikit tenang. Ia seperti sedang berada di tengah-tengah keluarganya. Bibir perempuan itu mengatakan bahwa dirinya cantik, tetapi ada hal lain yang menyebabkan beliau mengatakan itu. Perempuan yang telah melahirkan Danique tertarik pada aura yang dipancarkan tubuh Rachel. Beliau merasa tenang saat berada di dekat Rachel.
"Semoga ini adalah cara Dewi Bulan menyatukan kami," gumam Rachel.
Keesokan paginya di kantor, saat Ia mengekor di belakang Danique menuju ruang kerja direktur utama, para karyawan melirik dan berbisik. Rachel langsung tahu apa yang mereka bicarakan, berita gosipnya dengan Danique kembali mencuat. Anehnya, lelaki itu malah diberitakan sedang dekat dengannya bukannya sedang galau karena kepergian tunangannya yang entah ke mana.
"Data jurnalis-jurnalis yang memberitakan itu," perintah Danique kepada Rachel.
"Halah, paling orangtuamu yang menyuruh mereka," ujar Rachel tanpa perlu berpikir.
"Sialan," Danique mengepalkan tangannya.
Sepertinya kedua orangtua Danique memiliki pengaruh yang sangat kuat meskipun pembawaan mereka nampak santai.
Dulu mungkin Danique menyukai hal itu, tetapi sekarang situasinya sangat berbeda. Danique memperlakukan Rachel seolah Ia jijik kepadanya. Namun anehnya, Ia memaksa Rachel untuk tetap bekerja padanya. Rachel begitu sabar menghadapi situasi yang menyakitkan ini. Danique bagai meludah di sumur sendiri. Bagaimana tidak? Ia menolak Rachel mentah-mentah tetapi mengemis ketika gadis itu pergi.
KECANTIKAN ASISTEN PRIBADI DIREKTUR UTAMA MENGUNDANG PERHATIAN MRS. VAN BEREND
Pop up artikel online recehan langsung muncul di layar handphone Rachel, mungkin juga di handphone Danique ketika lelaki itu menghidupkan sambungan internetnya. Tidak hanya satu artikel, tetapi berpuluh-puluh dari berbagai media masa online. Akun-akun gosip di media sosial pun tidak luput ikut memposting berita yang sedang hits itu. Foto-foto Rachel ada di mana-mana.
DANIQUE SI DINGIN TERSENYUM DI SISI RACHEL
Danique membanting pintu ruangannya saat masuk, Ia tidak memperdulikan tatapan aneh resepsionis dan orang-orang di sekitar. Sementara Rachel yang sudah biasa mendapati sikap Danique yang seperti itu hanya diam. Ia bekerja seperti bisa.
"Miss Juvenil, lihatlah. Anda dipuji-puji di mana-mana. Wartawan itu mendapat foto Anda dari mana ya?" sekretaris Danique mampir ke meja Rachel saat keluar dari ruangan Danique.
"Di internet, semua bisa didapatkan," sahut Rachel singkat. Ia tidak ingin lelaki itu mendekatinya, sudah beberapa kali lelaki itu sengaja mengajaknya mengobrol di luar topik pekerjaan. Bukan karena lelaki itu membosankan, tetapi karena Rachel tidak ingin terbiasa di dekat lelaki lain selain Danique. Ia ingin menjaga hatinya untuk lelaki yang sudah ditakdirkan Dewi Bulan sebagai pasangannya.
Siang hari saat Danique menikmati makan siangnya, suasana di lantai bawah riuh.
"Ada apa itu?" Ia panik.
Rachel mengetahui dari karyawan lain bahwa Mrs. Van Berend datang.
"Danique, ibumu datang," ucapnya dengan terburu-buru.
"Shit, singkirkan makan siangku," umpat Danique.
Rachel langsung mengamankan potongan daging mentah itu ke dalam lemari es. Danique menyeka bibirnya dengan tisu lalu menenggak air putih.
"Ah, Rachel. Kau benar-benar bekerja di sini rupanya," perempuan berpenampilan glamour itu menyapanya.
"Iya, Bu. Selamat datang," sapa Rachel dengan ramah.
"Ada apa, Mom?" sergah Danique.
"Mom hanya ingin bertemu Rachel. Kau sudah punya calon suami, Rachel?" tanyanya tanpa diduga. Baik Rachel maupun Danique terkejut, tetapi Rachel berlagak tersipu seolah perempuan itu tengah melontarkan candaan.
"Mom, apa yang Kau katakan!" Danique berteriak marah.
***