Chapter 27 - Menginap

"Apa salahnya Mom bertanya begitu," tanggapnya.

"Itu tidak sopan menanyakan hal yang privasi," dalih Danique.

"Lebih baik bertanya daripada menduga-duga saja. Iya 'kan, Rachel," perempuan itu tetap ngotot.

Rachel hanya mengangguk sembari tersenyum.

Tidak ada tujuan penting Mrs. Van Berend datang ke perusahaan selain menengok Danique dan bertanya tentang hal receh itu kepada Rachel. Selanjutnya perempuan itu meninggalkan mereka setelah pembicaraan tidak penting itu selesai.

Danique kembali bekerja, begitu pun Rachel. Ia membaca satu persatu berkas dengan sangat teliti sebelum menjelaskan kepada Danique apa isi berkas tersebut dan kemungkinan jebakan yang disembunyikan klien. Sesekali, Ia juga mendampingi Danique pergi ke pertemuan-pertemuan. 

"Kau bisa menginap 'kan, malam ini?" ujar Danique saat mereka di tengah perjalanan ke mansion lelaki itu.

"Danique, aku sangat lelah. Aku butuh istirahat," Rachel mendesah frustasi.

"Di rumahku Kau juga istirahat. Apakah aku mempekerjakanmu di malam hari?" ujar lelaki itu.

"Aku butuh ketenangan dan aku merasa lebih tenang berada di tempatku sendiri," Rachel tetap menolak.

Ia merasa tidak enak hati karena tahu bahwa lelaki itu sebenarnya merasa tenang saat dirinya tinggal di mansionnya. Perasaan Danique tidak bisa dibohongi, hanya saja kepala batunya selalu menyangkal takdir perjodohan mereka. Rachel hanya bisa berdoa semoga ada jalan lain yang bisa menyadarkan lelaki itu untuk menerimanya.

Keesokan paginya, Danique seperti orang yang tidak tidur semalaman. Sembari membersihkan bulu-bulu di selimut dan springbed-nya, Rachel menanyakan apa yang terjadi. Namun tak ada jawaban dari lelaki itu. 

Tidak biasanya juga lelaki itu tidur dengan memilih wujudnya sebagai serigala. Padahal semenjak Rachel mengetahui jati diri masing-masing, Danique justru lebih sering tidur dengan wujud manusianya.

"Hai, ada apa denganmu," Rachel mendesak lelaki itu ketika melayani makan siangnya.

"Entahlah," jawabnya dengan nada tidak yakin.

Rachel menghela napas karena lelaki itu nampak sekali sedang berbohong.

"Pesankan aku hotel untuk tidur malam ini," ujar Danique.

"Dana perusahaan tidak bisa digunakan untuk kepentingan pribadi, Dan," Rachel tidak habis pikir dengan kelakuan Danique yang cukup parah.

"Pakai rekeningmu," sahut Danique.

"Apa? Enak saja!" enak saja membiayai lelaki itu tidur dengan jalang-jalang di luar sana.

"Pakai rekeningmu dan pesan dengan datamu, aku akan menggantinya. Tenang saja," ujar Danique dengan wajah frustasi.

"Mengapa harus begitu, ribet sekali," gerutu Rachel.

"Aku sedang tidak ingin pulang ke rumah, kalau pakai dataku pasti keluargaku bisa melacak keberadaanku," Danique menjelaskan.

Mendengarnya, Rachel langsung mengerti bahwa Danique sedang ada masalah keluarga. Padahal hari kemarin Ia masih damai-damai saja dengan ibunya. Secepat itukah atmosfer keluarga Van Berend berubah? Rachel tidak tahu karena Ia tidak pernah memiliki keluarga di dunia modern ini. Dengan terpaksa, Rachel memesankan kamar hotel bintang lima untuk lelaki itu.

Seandainya Danique mau menerima takdir perjodohan ini, Rachel bisa saja memberikan Danique yang lebih baik. Ia tidak akan perhitungan pada uangnya yang dipakai lelaki itu. Tetapi karena tabiat Danique yang belum bisa diampuni, Rachel lebih memilih untuk menggunakan uangnya dengan lebih irit. Ia sadar sebagai makhluk immortal dirinya membutuhkan uang lebih banyak.

Ada panggilan masuk di telepon apartemen Rachel,

"Hallo, dengan Rachel di sini. Mohon maaf ini siapa?" Rachel mengangkatnya dengan ramah. Tidak biasanya Ia menerima telepon dari luar apartemen.

"Ini Mommy-nya Danique. Apakah Danique sedang bersamamu, Rachel?"

Rachel terkejut mengetahui siapa yang menelponnya. Ia hampir mengumpat karena lelaki itu menyeretnya ke dalam urusan keluarganya.

"Tidak, Bu. Saya sedang di apartemen. Tadi siang Pak Danique memang meminjam kartu identitas saya tetapi saya tidak tahu untuk apa," papar Rachel. 

Ia tidak mau mengungkapkan bahwa Danique sedang kabur secara gamblang, perempuan itu pasti tahu apa yang dilakukan oleh anaknya.

"Ah, anak itu. Ya sudah, mohon maaf mengganggu malammu, Nak. Selamat istirahat," tanggapnya.

"Iya, Bu. Terima kasih," jawab Rachel.

Bibirnya tersenyum miring mendapati berita ini. Sepandai-pandainya Danique melompat, suatu hari Ia pasti akan terpeleset juga. Apalagi menurut kabar burung dari para pelayan di mansion Danique, Mrs. Van Berend memiliki pengaruh yang besar di keluarganya. Semua anak-anaknya patuh kepadanya.

Rachel tak perlu menjemput lelaki itu ke hotel karena demi menghindari gosip miring mereka berdua. Sebenarnya tidak masalah bagi Rachel, tetapi Danique berteriak histeris saat Rachel menawarkan diri untuk menjemput.

Keesokan paginya, Danique masih juga muram seperti hari sebelumnya. Hari ini malah lebih parah. Ia selalu menaikkan suaranya setiap kali bicara.

"Ada apa denganmu?" Rachel memberanikan diri bertanya. Dari ribuan karyawan, hanya Ia yang punya nyali untuk menanyakan kondisi lelaki itu.

"Gara-gara dirimu aku dipaksa keluargaku untuk menikahimu!" teriak Danique.

Sontak, Rachel tertawa terbahak-bahak. Ini lucu sekali baginya. Danique yang garang dan sok berkuasa kini terpojok hanya karena tekanan dari keluarganya sendiri.

"Mengapa Kau tertawa? Kurang ajar! Keluar dari ruanganku!" teriak Danique.

Rachel melangkah keluar dengan masih tertawa, Ia sengaja tidak menutup pintu ruangan Danique dan membuatnya lebih marah.

Resepsionis yang melihat keributan itu mendongak dan melemparkan tatapannya kepada Rachel. 

"Ada apa, Miss Juvenil?" bisiknya.

"Ssst, Pak Danique kena razia," bisik Rachel namun sengaja dikeraskan supaya Danique mendengarnya.

"Rahasia apa?" tanggap resepsionis.

Kini saatnya Rachel membuka aib bahwa Danique memaksanya untuk meminjamkan kartu identitas untuk tidur di hotel karena identitasnya sendiri sudah diawasi oleh polisi. Resepsionis itu mengangguk-angguk percaya dan Rachel semakin senang. Rachel yakin prasangka perempuan itu ke mana-mana karena di zaman sekarang jarang sekali lelaki yang tidur di hotel tanpa didampingi wanita.

"Malam ini aku tidur di apartemenmu," putus Danique.

"Tidak bisa, apartemenku bukan penangkaran satwa liar," tanggap Rachel.

Resepsionis tidak bisa menahan tawa dan berakhir mendapat tatapan tajam Danique. Rachel yakin jika bukan dirinya yang menyebabkan tawa, perempuan itu pasti sudah dipecat saat itu juga.

Saat Danique menyodorkan kartu unlimited ke wajahnya, Rachel langsung mengatakan 'ya'. Danique memang pandai menyuap, padahal sebenarnya Rachel tidak serius untuk menolak lelaki itu. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan Danique sampai lelaki itu dengan sukarela mengakuinya sebagai pasangannya.

Apartemen yang Rachel sewa tidak besar, mungkin satu banding lima puluh jika dibandingkan dengan mansion Danique. Tetapi tempat itu sungguh nyaman. Balkonnya langsung menghadap ke alam terbuka dan memperlihatkan bulan ketika malam hari. Semua peralatan lengkap dan tidak membuat Rachel terpaksa keluar demi makan malam ataupun ke penatu untuk membersihkan pakaiannya.

"Apa ini?" Danique mengerutkan dahi saat memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan etalase berisi benda-benda aneh.

Berbagai pakaian dari tahun ke tahun dan asal negara yang berbeda dipajang di etalase. Ada juga peralatan seperti bakul, lesung, dan alu. Pakaian kerajaan pun juga terpajang di sana. 

"Kau kolektor fashion dari zaman ke zaman?" tanya Danique lagi karena belum mendapatkan jawaban.

"Ini baju-bajuku, tidak akan kubuang demi mengingatkan diriku betapa jauhnya perjuangan yang kutempuh demi dirimu," ucap Rachel.

Danique tidak menanggapi apapun yang Rachel katakan. Tidak ada gunanya memaksa lelaki itu, jika hatinya telah terbuka pasti semuanya akan berubah. Rachel hanya menjawab yang Danique tanyakan, jika tidak ditanyakan tidak akan dipaparkan.

"Lebih tepatnya demi Cuon, dan aku bukan Cuon yang Kau kejar," koreksi Danique.

Sudah ratusan kali Danique membantah kebenaran yang Rachel katakan, Danique tetap mengaku bahwa dirinya bukan Cuon. Sedangkan Rachel yakin bahwa lelaki itu sudah pasti tidak mengingat siapa dirinya di kehidupan sebelumnya.

"Kau menolak takdir. Kita lihat saja bagaimana kebenaran itu datang kepadamu. Orangtuamu saja sudah tahu siapa yang akan menjadi pasanganmu," ucap Rachel.

***