Anna buru-buru lari ke kelas. Soal ingin melabrak Dewa sudah terlupakan sejak ia bersembunyi dengan cowok bernama Prince. Rasa-rasanya Anna memmabg sudah jatuh hati pada pria itu, jantungnya sering tidak tertahan saat dekat dengan Prince.
Saat Anna masuk ke dalam kelas, semua pasang mata tertuju padanya. Sorotan sinis dari mereka membuat Anna merasa redaksi nyaman.
Claudia menelungkupkan tangannya, seolah memberi pertanda bahwa dia tak bisa berada di sisinya sekarang. Claudia juga tak mau dijauhi oleh mereka, takutnya nanti akan kebawa-bawa dan bisa jadi dihadapkan kepada Dewa lalu masalah yang lainnya bermunculan. Claudia akan membantu Anna secara diam-diam saja.
"Lho, kok kusri gue ada di belakang?"
"Menurut lo, harus ada di mana? Lo nginjekin kaki di sini aja gak pantes! Entar yang ada kalau lo deket-deket kita, kita bisa kena HIV lagi. Jauh-jauh sana!"
"Maksud kalian apa ya? Kalian pikir gue cewek apaan?" Anna mencengkram roknya kuat-kuat. Mulut mereka terlalu pedas.
"Males banget deh berdebat sama orang so suci. Usah ketahuan bunting juga masih aja so suci! Najis!" Marisa memutar bola matanya malas.
Perdebatan mereka harus terhenti saat Bu Marina masuk untuk memulai pelajaran. Anna masih memendam rasa kesal, kesal pada anak-anak dan terutama Dewa, karena cowok itu yang menyebarkan aib tidak benar ini.
***
Rupanya Anna sudah tak peduli dengan keadaan yang ada. Di mana telinganya sudah cukup panas mendengar cacian dari mulut ke mulut. Umpatan yang begitu mengena di hati, Anna sudah tak acuh.
"Wisss santai!"
Anna tak peduli, ia tetap berjalan lurus setelah tadi menabrak seseorang dengan begitu kerasnya. Bahu Anna yang mustinya merasa ngilu, malah menjadi kuat.
Tujuan gadis itu adalah pergi ke kelas senior, XIIPSE yang berada di lantai dua. Tak peduli dengan siapa pun yang nanti menghalanginya, Anna akan tetap menuju ke sana. Dewa harus bertanggung jawab.
Di tempat lain, Glen dan Digo akan bersiap mencari keberadaan Anna untuk dihadapkan kepada Dewa sesuai permintaan cowok itu, sebab hari ini seharusnya menjadi hari pertama Anna melakukan tugasnya sebagai pelayan Dewa untuk satu minggu ke depan.
Baru saja Glen dan Digo akan beraksi, secara tiba-tiba pintu terbuka dengan lebar. Kemudian muncul seorang cewek dengan rambut terikat memasang wajah tegas sedang menuju ke arah mereka.
"Wah, wah! Baru aja kita mau–" Glen terjungkal saat Anna mendorongnya secara refleks.
Plak!
Tangan Anna mendarat dengan mulus di pipi Dewa. Cowok itu mengusapnya, sedikit agak ngilu, namun pura-pura tak merasakan apa pun.
"Cukup yah drama lo! Lo pikir gue ngga tahu, lo kan yang buat seolah-olah gue kayak orang lagi hamil?!"
Dewa yang secara tiba-tiba tertawa membuat semua orang bingung sekaligus takut.
"Emang lo hamil kan?" bisik Dewa tepat di telinga Anna.
"Fitnah! Gue gak hamil!" sergah Anna sepontan.
"Lo itu hamil. Udah deh, ngaku aja kalau lo hamil. Buktinya udah ada, lo mual-mual dan lo megang tespact di toilet!" cetar Dewa tak mau kalah.
"Najis banget si, kok bisa cewek murahan alias jalang ini bisa lolos masuk ke sekolah internasional kayak Guaradana ini?" imbuh Zea yang sudah muak dengan keberadaan sampah macam Anna. Baginya Anna patut dikeluarkan, selain sudah membuat citra buruk di sekolah, Anna itu juga benalu karena sering sekali terlibat masalah.
Anna mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rasanya ingin sekali meninju wajah pria itu hingga bonyok. Namun Anna harus menahannha, jika tidak maka masalahnya akan bertambah.
"Gue tegaskan sekali lagi! Gue gak hamil!"
"Lo hamil!" ujar Dewa membuat Anna melotot tajam.
"Apa buktinya? Kalau gue hamil lo bisa tunjukan di mana orang yang udah hamilin gue, hah? Tahu lo?" Anna mencengkram kerah Dewa.
Dewa hanya tertawa. Menurunkan pelan tangan Anna dan menepuk bahunya.
"Mana gue tahu bapaknya yang mana. Lo kan terlalu sering tidur sama cowok?"
Bugh!
Semua orang yang ada di sana tidak percaya dengan apa yang sudah Anna perbuat pada Dewa. Glen dan Digo pun ikut menganga.
"Bakal gue buktiin kalau gue ini masih perawan!" Anna pergi dengan amarah yang masih meledak-ledak. Tak peduli dengan keadaan Dewa yang sedang pingsan, Anna tetap meninggalkan kelas.
***
"Sutt!"
Anna masih tak sadar jika Juna tengah memanggilnya.
"Woi!" Juna bersuara membuat Anna akhirnya menoleh.
"Manggil gue?"
"Siapa lagi?" Juna membalas sinis.
Anna menggaruk belakang kepalanya. "Ada apa ya kak?"
"Disuruh ke ruangan Bu Angel," kata cowok yang sekarang nyelonong begitu saja. Juna kembali merogoh kedua saku celakanya dan berjalan ke arah ruang guru. Anna cepat-cepat mengikuti langkah Juna dari belakang.
Tak ada keberanian untuk Anna menyamai langkahnya. Selain takut melihat matanya, Anna juga tahu diri, Juna ini adalah majikannya.
Setibanya di sana Anna langsung kena omel Bu Angel. Sementara Juna hanya mendengarkan. Diam-diam Juna memerhatikan Anna. Gadis itu sangat berbeda dari bentuk tubuhnya yang kecil.
Yang ada dipikiran Juna saat ini adalah bayangan anak itu ketika mengangkat beban berat di rumahnya. Tentu saja pernah sesekali Juna memergoki Anna bekerja keras di dapurnya, anak itu benar-bena kuat dari bentuk tubuhnya yang kecil.
Lalu setelah melihat video tadi, ketika Anna meninju perut Dewa, Juna juga bertambah terkejut dengan tenaga yang anak itu miliki.
"Semacam Cat Women?" Lirih Juna terdengar jelas di telinga Bu Angel.
"Ini lagi, malah nyambung Cat Women," keluh Bu Angel.
"Kamu dengar gak apa yang ibu bilang tadi Jun?"
"Memangnya apa, Bu?" Juna mengusap sisi kepalanya.
"Ajak Anna belajar di rumah kamu. Bimbing dia soal materi yang sempat tertinggal kemarin," ulang Bu Angel.
Penyesalan tinggalah penyesalan. Saat ini Anna tidak bisa memberikan alasan apa pun, karena Juna tahu, bahwa Anna bekerja di rumahnya. Akan tetapi bisa saja Juna menolak. Ya, Anna berkeyakinan bahwa pria itu akan menolak mengajak dirinya belajar bersama.
"Gak ada masalah," jawab Juna membuat pupil Anna menari-nari tak tenang.
"Oke, kalau begitu senin sampai rabu di sekolah dan kamis sampai sabtu di rumah Juna tanpa ada pengawasan ibu. Ibu percaya kalian orang yang serius." Bu Angel telah mantap merubah jadwal latihan mereka untuk olimpiade yang sebentar lagi akan diselenggarakan. Olimpiade ini sangat penting, karena setiap tahunnya perwakilan dari Guaradana selalu kembali membawa tropi.
"Kak Juna ngga bercanda kan? Di sana gue juga harus kerja, tahu sendiri ibu orangnya kayak gimana. Gue gak mau bikin keributan," batin Anna. Tak ada yang bisa Anna lakukan selain pasrah dan lihat ke depannya akan seperti apa.