Chereads / Segel Cinta Zayyan / Chapter 18 - Jangan Sebut Nama Egoo

Chapter 18 - Jangan Sebut Nama Egoo

"Dina lo pulang sama gue juga ya?" Anjani lagi kemaruk karena dikasi bawa mobil walaupun bukan mobil yang biasa ia pake kalau diluar sekolah.

"Ngga deh! gue di jemput, lagian mau nemenin mama ke bandara abis ini."

"Ngga asik banget sih lo! Yaudah besok pulang sama gue, kita quality time besok! jangan lupa bawa baju ganti, kata ibuk gue gak boleh nongkrong pake baju sekolah." Kemaruknya emang gak ada obat nih Anjani, kegirangan kali padahal biasanya mereka juga sering jalan bareng setelah pulang ke rumah dan ganti baju.

"Yaudah terserah lo deh, nanti kita ngobrol lagi di roomchat ya ni gue mau balik luan takut mama gue telat ntar! bye!" Dina buru buru ninggalin kelas.

"Lo pulang sama gue aja Ta, mau?" ucap cowok yang dari tadi udah gundah sambil ngeliatin Dhita, ia mutusin buat jadiin ini waktu untuk nanya semua penjelasannya ke Dhita.

"Lang! jangan usil deh, gue udah minta luan Dhita buat pulang sama gue!" Ketus Anjani pada pria bernama Gilang itu.

Seorang pria dengan setelan rambut bagian kanan dan kirinya yang hampir di cukur habis dan pupil mata yang sedikit kecoklatan, Warna rambutnya juga sedikit pirang karena ia keturunan Inggris.

"Maaf, tapi gue sama Anjani aja! masih ada urusan lain soalnya, yuk!" Dhita segera menarik tangan Anjani, siapapun tau kalau dia sedang menghindari pria itu.

"Oke--" gilang hanya bisa menatap kepergian Dhita dalam keheningan.

*

Dhita menghubungi mama dan mengatakan kalau dia dan Daffa akan pulang dengan Anjani hari ini jadi tidak perlu menjemput.

"Kak kalau kalian mau pergi main antar gue pulang dulu ya!" ucap Daffa dengan wajah datarnya.

Sebenarnya ia masuk kedalam mobil ini dengan berat hati karena biasanya kalau kakaknya udah gabung dengan bestie lupa waktu, jadi jangan sampek dia terjebak dalam mobil dengan 2 wanita ini.

"Kita langsung pulang, tenang aja!" jawab Anjani dengan santai sambil melirik Daffa dari spion, Cuma keliatan matanya karena ukuran kaca yang kecil. Tapi masih berasa gantengnya ni adik orang.

"Lagian kalau kita mau pergi main dulu kan gapapa, kalau kamu ikut kan lebih seru!" Dhita menggoda adiknya, ia tau Daffa paling benci kalau jalan bareng dia sama temennya.

"...." Daffa hanya menghembus nafas dengan malas, ia sama sekali tidak tertarik bergabung dalam sircle ini.

Karena pernah dulu dia diajak ikut jalan bareng mereka bertiga, awalnya gak mau tapi setelah bujukan panjang ia akhirnya ikut mereka jalan jalan.

Mereka pergi ke mall buat makan, nonton dan belanja. Tapi Daffa sama sekali tidak menikmati perjalanan yang dirasa seru oleh ketiga kakaknya saat itu.

Semua itu karena dia merasa jadi kacung oleh ketiga gadis ini! salah satunya di suru temenin Dina ke toilet sampek dimarahi satpam karena masuk toilet cewek, padahal Cuma depan pintu.

Abis itu dia juga yang bawa semua barang belanjaan 3 orang itu keliling mall! makan gak tenang karena bentar bentar di ajak foto, makanya dia gak pernah mau lagi kalau di ajak.

"Eh Ta, jadi lo beneran diemin tu orang? udah berapa hari loh ini." Anjani memecah keheningan, ia bertanya soal Dhita yang seolah berusaha menghidari Gilang beberapa hari terakhir.

"Udahlah lo tau kan gue ga pernah punya rasa sama dia?" wajah Dhita langsung cemberut.

"Tapikan gak gitu caranya Ta! udah 1 tahun lo dia nungguin lo, sejak dia pindah kesini waktu naik kelas 2." Anjani terus ngobrol tapi tetap fokus dengan jalan raya.

"Ya itu artinya udah waktunya buat dia cari orang lain kan? lagipula dia harusnya tau kalau gue udah punya....!" Dhita sedikit kelepasan pas ngomong, sampek gak sadar dengan apa yang dia bilang barusan, untung bisa rem dikit.

"Jadi lo beneran mengakui hubungan lo sama Zayyan?" kalau ada lalat dalam tu mobil mungkin udah buat sarang dalam mulutnya Anjani saking lamanya dia mangap, lama gak mingkem mulutnya.

"Jangan sebut nama egoo!" Dhita menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kenapa sih sahabatnya selalu ceroboh di saat yang tidak tepat.

"Lah enak aja dia gak ngakuin hubungannya dengan kak Zayyan, orang dia yang nembak kok!" Daffa nyambar dengan cepat.

Gak terima dia kalau idolanya sampek di jelek jelekin.

"Eh Daffa! ini urusan cewek, gak usah ikut campur! lagian gue gak nembak dia pas di podium tempo hari." wajah Dhita merah padam udah, adiknya emang suka cari gara gara dengan kedok wajah polosnya itu.

"Udahlah kak, dia tu orang baik! lo liat sendiri kayak mana dia bantuin mama kemarin kan? kalau gak ada dia uang jajan kita udah pasti jadi korban buat benerin mobil papa."

Gak tau beneran atau engga, tapi mama sempat ngomel gitu sebelum keluar dan berdebat dengan bapak berjas tidak punya nyali itu.

Anjani yang nutup mulut rapat rapat abis keceplosan mengerutkan kening, "maksudnya orang yang nolongin tante kemarin si Zayyan? kok lo bilang orang gak dikenal sih? parah banget lo Ta!"

Dah lah, Dhita jadi penjahat yang di salahkan dari segala kubu dalam mobil ini.

"Dih parah banget lo kak, kemarin gue juga lo suruh diem biar mama gak tau kalau itu pacar lo!" parah sih kakaknya ini, orang sebaik itu kok masih di jelek-jelekin,

"Bukan gitu ya Daffa ya! gue Cuma gak mau kalau mama jadi heboh sama dia." Dhita menekankan, walaupun dia juga gak punya argumen yang jelas yang penting dia gak terlihat salah aja dulu.

"Terus kenapa lo gak cerita kalau dia orang yang nolong kemarin sama Anjani, sama temen temen lo?" denger Daffa nyebut namanya gak pake tutur 'kakak' Anjani yang naik darah.

'Bisa gak sih nyebut nama gue pakek tutur kakak biar berasa sopan dikit? Anjani lagi Anjani lagi, kayak ga ada beban banget sih nyebutnya.

Kita beda 2 tahun lho, jauh itu!' kesel banget dia dalam hati.

"Ya ngapain, gak penting juga!" Dhita melempar tatapannya ke jendela, melihat kendaraan yang lalu lalang.

Gini nih adiknya kalau udah suka sama orang, suci banget dah tu orang di mata dia, gak tau aja Zayyan aslinya brengsek minta ampun, sampek gak bisa di ampunin lagi pun.

Daffa bukan Zayyan yang punya banyak tenaga buat ngeladenin Dhita berdebat, dia hanya memilih diam ketika semuanya sudah terasa perlu untuknya, tidak menuntut jawaban lebih dan tidak menyanggah yang tidak perlu.

Sepanjang perjalanan langsung kaku sejak pembahasan itu, padahal masih butuh waktu 10 menit sebelum sampai ke rumah Dhita dan Daffa.

Anjani selaku tuan rumah yang menawarkan tumpangan merasa bersalah melihat wajah cemberut Dhita.