Chereads / Segel Cinta Zayyan / Chapter 24 - Apa Dia Marah?

Chapter 24 - Apa Dia Marah?

Farrel sama keponya jadi ia melanjutkan pertanyaan saat Yuda melangkah ke kantin untuk pesan makanan.

"Ngapain dia ngajak lo ketemuan jadi?" keponya gak ketolong emang si Farrel ini, udah kayak cewek hobinya mengghibah.

"Ya gak ada lain lah, ngomongin Dhita dia!" jawab Zayyan yang sontak mengejutkan Dhita.

'Kenapa jadi gue? apa hubungannya?.' pikir Dhita dalam hati, gak nyangka banget Zayyan mau nemuin orang terus ngebahas dirinya.

"Kan udah gue bilang, dia gak suka lo jadian sama Dhita." Farrel memetik jarinya seakan ia telah meramalkan jawaban ini.

"Bukan urusan gue, lagian gue gak pernah ganggu hubungan dia sama Dhita kan? mungkin aja Dhitanya yang memang gak suka sama dia," sahut Zayyan sambil makan tempe goreng.

Pokoknya kalau udah ke kantin harus ngemil tempe goreng yang super crunchy.

Di belakang Dhita semakin kepo karena ini berhubungan dengan dirinya.

"Memang Dhita udah ngejauhin dia sih, tapi kan lo tau sendiri dia udah ngejar tu cewek sejak masuk ke sekolah ini. Miris brooo!" Farrel menebalkan intonasi di kata terakhir, rada nyembur ludahnya itu.

"Masih ngomongin Gilang? gak sadar pacar lo duduk di belakang lo?" Yuda kembali dan mengungkap keberadaan Dhita, padahal dia lagi nyaman banget sambil nguping.

Mana lagi seru serunya pembahasan mereka.

"Loh? gak duduk di pojokan lagi kak?" kata Zayyan begitu ia sadar kalau Dhita ternyata duduk di belakangnya.

"Duluan gue kali duduk sini, gak usah kegeeran!" Dita langsung pasang muka jutek, terus pura pura ikut nimrung ngobrol bareng Dina, Anjani dan dua teman lainnya.

Padahal dari tadi dia minim banget ngomong karena fokus sama Zayyan.

"Din, geser dikit gue mau duduk sini!" ucap Zayyan sama Dina yang dari tadi asik ngobrol bareng temannya.

"Ganggu aja sih lo Za! heran banget gue, udah Din jangan geser," Dhita mendumel kesal, tapi tetap aja si polos Dina nurut sama Zayyan, kan minta di jambak! untung bestie.

"Masih pagi udah marah aja sih? Dina kan memang orang baik loh," sahut Zayyan sambil menoleh ke Dina.

"Za lo cowok sendiri di sini, gak malu apa?" Anjani berusaha membela, karena rame ni di mejanya jadi kalau dia lawan Zayyan banyak yang bela pasti.

"Gapapa lah, kan duduk di sebelah pacarnya," temannya yang lain menjawab.

'Bisa bisanya belain Zayyan, padahal gue udah ngarep kalian buat bantu gue lho!' guma Anjani dalam hati. Kesel banget kawannya malah belalin Zayyan.

"Nah Sari aja tau, ngapain malu ya kan Sar?" Zayyan melempar tatapannya ke Sari, teman sekelas Dhita yang membalas perkataan Anjani barusan.

"Ehhh kalau mau pacaran di luar sekolah kali!" sahut Dina tiba tiba, kalau yang ini memang suka asal kalau ngomong. Memicu ide buat orang lain.

"Boleh juga tu, Dhita! yok nanti pulang sekolah!" tuh kan bener, gara gara Dina nih Zayyan jadi kepikiran.

"Ah ogah gue! ngapain juga sih, ga bakal romantis tau gak?" Dhita menyuap nasi dengan kesal, punya kawan gak ada yang bisa bantuin dia jauhin Zayyan.

"Gitu banget sih, kita udah hampir satu minggu jadian tapi belum ada jalan bareng." Zayyan menatap dalam wajah Dhita, tapi yang baper malah Sari sama Manda.

"Dalem banget tuh tatapannya!" Manda berdeham, jangan sampek keluar bola mata Zayyan natap Dhita kayak gitu.

"Pacaran apa sih Za? kan Cuma status doang, lagian gue Cuma tepatin janji aja kok." Dhita merasa canggung ditatap seperti itu, bahkan pas ngomong aja dia ngeliatin makanannya bukan ngeliatin Zayyan.

"Tetap aja kan kita pacaran, apa susahnya jalan bareng? ya kan Man?" Zayyan meminta dukungan dari Manda, dan anak itu hanya mengangguk pelan.

Asli gak ada yang berpihak dengan Dhita, bahkan Anjani sama Dina bungkam melihat penderitaannya.

"Jangan maksa dong Za, gak baik tau gak!" Anjani berusaha sekuat tenaga, dia mengerti ketidak nyamanan Dhita ini.

"Iya, kalau mau ngajak tu yang lembut biar luluh!" sahut Dina, sumpah Anjani sama Dhita gak tau ni orang sebenarnya berpihak sama siapa. Dari tadi dia aja pemicu keadaan yang semakin memburuk.

"Din mending lo diem dah, gak gitu cara belain Dhita." Anjani memijat ujung keningnya.

"Dhita mana bisa di ajak ngomong dengan cara itu Din, ada ada aja lo!" sahut Zayyan yang tidak setuju.

"Udah dong Za! gue mau makan dengan tenang, bisa?" Dhita menghela napas panjang, akhir akhir ini ia lebih memilih untuk menghindari perdebatan dengan cowok satu ini.

"Yuadah kali, emagnya kenapa kalau lo makan? kan gue gak ada ganggu," jawab Zayyan.

"Za! makanan lo ni!" Yuda tiba tiba manggil dari belakang. Ada semangkuk mieso pesanan Zayyan di tangannya.

Zayyan mengambilnya tapi ia tidak kembali ke mejanya melainkan tetap duduk di meja Dhita dan teman temannya.

Yuda dan Farrel hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah temannya itu, usil banget dia sama Dhita.

"Loh! kok makan di sini sih? balik sana aja!" Dhita melemaskan tubuhnya, dia lagi gak mood berhadapan dengan Zayyan.

"Makan bareng kalian, boleh kan?" jawab Zayyan yang di respon dengan anggukan oleh sari dan Manda.

"Sar! Man! kalian bedua kenapa sih? gue gak suka dia duduk di sini!" udah terlanjur kesal, Dhita jadi lepas kendali dengan wajah marahnya.

Zayyan yang masih memegang mangkuk mieso yang baru saja akan di letakkannya di atas meja menatap Dhita dalam dalam setelah dia mengucapkan kata kata barusan.

Zayyan sering mendapat pennolakan dari Dhita, tapi cara dia mengatakan itu hari ini sangat berbeda. Bahkan ekspresinya sangat mendukung penolakan itu.

Setelah mengamati wajah Dhita yang memang tidak terlihat seperti biasanya Zayyan langsung mengangkat kembali mangkuk miesonya dan beranjak pergi kembali ke mejanya.

"Gak jadi makan bareng ayang Za?" suara Farrel yang terdengar di telinga Dhita, dan itu membuatnya tersadar kalau ternyata Zayyan sudah pindah tempat duduk tanpa membalas sepatah katapun penolakkannya barusan.

Ia tidak menyadari itu karena ia bicara sambil menolehkan pandangannya ke arah lain jadi ia tidak melihat Zayyan pindah saat itu.

"Duduk sini ajalah, nyaman!" jawab Zayyan, entah kenapa ia sangat terganggu dengan bagaimana cara Dhita mengucapkan kata kata itu barusan.

Padahal jika mereka sedang berdebat keduanya sering ngatain satu sama lain dan tidak pernah ada yang sakit hati karena itu, hanya perasaan kesal saja ketika argumennya selalu bisa di sanggah.

Itu sangat berbeda ketika ia mendengar Dhita menggucapkan 'gue gak suka dia duduk di sini' apalagi dengan ekspresi marah seperti itu.

"Dhita! lo kenpa?" Anjani memanggil Dhita yang tiba tiba melamun.

"Oh gak apa kok!" Dhita tersentak, ia merasa ada yang kurang ketika Zayyan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.

'Apa dia marah? tapi kenapa gue harus peduli dia marah?' ada rasa gunda di hatinya.