Semua orang menoleh ke sumber suara yang barusan menggema melarang mereka masuk dengan tatapan kaget dan rasa takut, mereka semua takut termasuk Pak Yayan.
Tapi tidak dengan Zayyan.
Dia hanya menatap ringan suara yang menggelegar itu sebelum mengabaikannya dan kembali menenteng tas ranselnya sambil berjalan menuju lobby sekolah.
"Lo gak denger kata kata bue barusan? kurang jelas?" siapa lain orang yang punya suara menggelegar seperti itu kecuali Dhita, Ya Anandhita pacar barunya Zayyan yang baru saja jadian kemarin.
Jangan harap Zayyan akan berhenti, selama ia tidak mendengar namanya disebut, ia tidak menganggap kalimat barusan memang ditujukan untuknya.
Namun sialnya, namanya benar benar disebutkan setelah kalimat itu.
"Zayyan Daviandra Arjuna, siswa yang sedang berjalan di lobby sekolah! BERHENTI SEKARANG JUGA!" Dhita menekankan kata berhenti, dan itu membuat Zayyan menghentikan langkahnya.
'Gadis ini, mau cari gara-gara apa lagi sih sama gue? gue pikir dia bakalan kesel karena kejadian di kantin kemarin' itulah yang dipikirkan Zayyan ketika menghentikan langkahnya.
"Berbalik dan jalan ke sini sekarang!" Dhita bukannya sok lancang, tapi ia sedang mengenakan rompi keamanan sekolah sekarang, jadi wajar sikapnya tegas pada mereka yang melanggar aturan.
Dengan helaan napas panjang ia berbalik dan kembali bergabung dengan teman temannya di depan sekolah, namun sudah di dalam pagar.
"Kalian tau apa kesalahan yang sudah kalian perbuat hari ini?" tegas Dhita pada semua yang berkumpul disini, totalnya ada 15 orang dan mereka semua terlambat!
"Te-t-telat kak." setelah beberapa saat tidak ada yang menjawab, salah satu siswa kelas dua menjawab dengan gugup, dan gemetar.
Ia mulai mengurungkan niat untuk tebar pesona pada kakak letingnya yang menawan ini, marahnya serem banget.
"Lo kenapa sih bre? jadi gugup gitu," celetuk Zayyan dibarengi dengan tawa riang.
Aneh aja liat orang orang pada takut sama Dhita.
"Orang yang punya malu pasti gugup kalau buat salah!" tangannya dilipat di dada, dagunya di dongakkan sedikit miring ke atas saat mengucapkan kata kata itu, Dhita sedang mencoba sekiller mungkin. Biar pada jera mereka langgar aturan sekolah.
"Tapi semua orang punya urusan lain selain mematuhi peraturan, kali aja lebih penting." wajahnya tak acuh, tapi Zayyan sangat menekankan kalimatnya itu.
"Oh, jadi menurut lo ada yang lebih penting dari pada aturan?" tatapan rumit sekaligus kesal Dhita mulai fokus hanya untuk pria yang selalu menjawab kata-kata yang ia ucapkan.
"Cuma diri sendiri yang tau apa yang lebih penting untuk didahulukan!" Dhita sama sekali tidak mengerti arti dari kata kata itu, tapi menurutnya mereka semua tetap bersalah hari ini.
"Udah deh, kalau mau kasih hukuman tinggal kasih aja gak bakal ada yang bantah kok! gak perlu pake acara nanya kesalahan apa? sadar atau engga?" Zayyan memainkan lehernya kekanan dan ke kiri, terlihat seperti ejekan. Dan ya! itu memang ejekan.
"Lo bisa sadar diri gak sih? dikit aja, udah salah malah nyolot!" Dhita melotot ngeri, dadanya mulai naik turun akibat menahan emosi, masih pagi lho masak udah emosi aja.
"Dih siapa yang nyolot? gue cuma jawab doang," Zayyan memalingkan wajahnya, wanita ini tidak pernah memberikannya peluang untuk bersenang senang, kecuali kemarin.
"Udah sekarang kalian harus bersihin toilet, masing masing satu! itu hukuman dari guru piket hari ini." Dhita menyampaikan, bisa mati berdiri dia jika terus meladeni perdebatan panjang ini.
Tanpa menjawab sepatah katapun, Zayyan langsung meninggalkan tempat dengan santai. Ia tidak memperdulikan miss perfect itu lagi.
"Mau kemana lo?" tanya Dhita dengan suara menekan, menghadapi pria tanpa sopan santun begini sangat melelahkan.
"Tadi katanya disuruh bersihin toilet, gimana sih?" berbalik dengan malas, Zayyan menjawab pelan.
"Ya Ampun Za, lo telat lagi? kenapa? telat bangun? atau, atau macet banget pasti ya jalan dari rumah lo? oh jangan jangan lo mogok di jalan ya? kasian banget sih?" baru saja Zayyan ingin beranjak pergi, salah satu pejuangnya datang.
Ya! salah satu orang yang paling tahan memperjuangkan untuk mendapatkan perhatiannya sama seperti Rahma kemarin, Cuma bedanya yang ini beneran Cuma teman Zayyan doang! Vira namanya.
"Lo kok bisa tau gitu? semua tebakan lo bener tau gak? ya kecuali yang terakhir, iya kali motor segitu besar pake acara mogok?" jawab Zayyan dengan sedikit gelak tawa tanpa menyadari ada yang mulai memanas di belakangnya.
"Kalian semua udah boleh pergi sekarang, langsung ke toilet aja dan masing masing ambil 1 untuk dibersihkan, kecuali Zayyan! khusus untuk dia guru piket kasi 2 toilet untuk di bersihkan." tegas Dhita sebelum menghentakkan kaki lalu melangkah pergi dari halaman depan sekolah.
"Resek banget tu cewek, masak lo di lebihin gitu?" wanita yang baru saja datang dengan ceria dan hanya sedikit khawatir itu tiba tiba langsung berubah cemberut.
Wajahnya imut dengan pipinya yang tembem dan poni rambut yang menjuntai menutupi kening nya. Tapi sayang itu belum cukup untuk membuat Zayyan tertarik.
"Iya, emang paling resek dia tu, dah lah gue mau cabut ke toilet dulu nanti diomelin lagi sama guru piket." sebenarnya ia tidak betah jika harus berinteraksi dengan wanita ini terlalu lama.
"Gue bantuin lo bersihkan toilet ya?" wanita ini menahan tangan Zayyan dengan wajah memelas, cukup untuk menghipnotis banyak pria di sekolah ini tapi tidak untuk seorang Zayyan.
"Apaan sih! toilet kita kan pisah, yang ada nanti nyebar fitnah gak jelas, emang lo mau?" gak mungkin aja gue satu toilet sama ni cewek, bisa bisa di keluarin dari sekolah gue. Tatapannya rumit menatap wanita itu.
"Ya gak masalah kan, lagian siapa coba yang berani ngomongin sorang Zayyan? gak ada kan?" wajahnya malu malu tapi ngotot minta ikut.
"Gak mau gue, mendingan lo bantuin tulisin pr gue ni! pelajaran kimia, masuk jam ke 3 kan dia? nah lo tulisin tu pr gue," dengan cepat Zayyan mengeluarkan buku dari tas nya dan memberikannya pada wanita itu, setelah itu dia langsung melesat dengan cepat.
'Suka boleh tapi mikir mikir dong! kayaknya gue harus cari cara biar dia ngejauh kayak Rahma.' otak Zayyan berputar hebat.
*
"Ta lo kenapa sih, balik dari piket kok langsung bad mood gini?" Anjani bertanya heran.
"Gue lagi males ngomong!" ketus Dhita sambil memalingkan wajahnya dan menatap kosong ke arah jendela.
"Sebelum pergi piket perasaan lo gak kayak gini deh, apa karna lo ketemu Zayyan lagi?" tanya Dina menebak nebak.
Siapa lain yang bisa menghancurkan mood Dhita selain Zayyan? pikirnya.
Mendengar itu Dhita menghirup panjang napasnya sampai bahunya terangkat sebelum memuntahkannya dengan cepat, lalu ia hanya menatap Dina dengan tajam kemudian bangkit dari kursinya.