"Mom, nggak mungkin Reno bisa hidup bersama cewek barbar seperti dia. Bisa-bisa kakek meninggal lebih cepat kalau melihat sikap tuh cewek," ucap Reno saat dalam perjalanan pulang.
"Hush.. jangan sembarangan ngomong ah! Dan kamu juga jangan sembarangan men-cap orang seperti itu. Gadis itu nggak barbar, cuma kebiasaan ceplas ceplos saja. Kamu harus bisa memakluminya. Dia kan lama tinggal di luar negeri yang memang unggah ungguhnya berbeda dengan orang kita. Tapi memang sikapnya agak berbeda dengan saat mommy bertemu dengannya di Sidney. Sekarang orangnya lebih berani dan nggak terlalu pemalu."
"Bukan beda mom, tapi memang nggak punya manner. Apa kata teman-teman sosialita mommy kalau tau mommy punya menantu seperti itu."
"Menantu.... hmm, mommy nggak sabar punya menantu. Mungkin seru ya punya menantu sedikit barbar kayak dia," sahut Anggita. "Sifat gadis itu benar-benar perpaduan Ben dan Alena. Mommy suka."
"Mommy aneh."
"Kamu tau Ren, sifat seperti Rismalah yang dibutuhkan untuk mendampingi kamu yang kaku kayak kanebo kering ini. Mommy aja suka heran, kenapa sifat kamu lebih mirip opa Steven daripada mommy dan daddy. Padahal opa Steven bukan saudara kita."
"Mungkin saat hamil aku, mommy benci banget sama opa Steven. Makanya sifatku malah mirip beliau."
"Kamu benar Ren, dulu mommy sempat benci sama opa Steven. Gara-gara sikap dia seperti itu, tante Alena terpaksa kehilangan baby Risya yang berada dalam kandungnya yang berusia 4 bulan. Opa Steven sama sekali tidak mempedulikan menantunya. Bahkan cenderung kasar." Pandangan Anggita menerawang mengingat masa lalu sahabat-sahabatnya itu. Bagaimana stressnya Alena karena sikap Steven.
"Mom, jangan sedih dong." Reno menyentuh pelan lengan sang mommy. "Kita sudah sampai nih."
⭐⭐⭐⭐
"Gimana Ma? Ganteng kan?"
"Biasa aja. Pastinya menyebalkan. Kaku, sok ngatur-ngatur." Mirip opa, batin Risma.
"Sifatnya mirip opa ya, Ma?" tanya Risna penasaran. Risma mengangguk. Wajahnya tampak jutek.
"Dan lo tau gue disebut apa sama tuh cowok b******k? Dia bilang, gue ini cewek barbar." Risna langsung tergelak setelah mendengar ucapan Risma. "Elo bukannya cari akal gimana caranya supaya dia ilfil dan nggak mau menikah sama gue, eh malah ngetawain gue."
"Bukannya dari awal elo memang sengaja bersikap seperti itu biar dia ilfil?"
"Iya sih. Tapi tadi dia nge-chat gue, ngajakin ketemuan," ucap Risma kesal.
"Mau ngapain?" Risma angkat bahu.
"Kalau ketemuan berdua doang, elo punya kesempatan buat jelasin ke dia kalau elo nggak mau nikah sama dia. Elo bilang aja kalau sudah punya tunangan. Tunjukin deh cincin waktu Azzam proposed elo."
"Gue nggak khawatir masalah tuh cowok. Gue lebih khawatir opa maksain kehendaknya ke gue." Wajah Risma terlihat ingin menangis. "Gue nggak mau kawin sama pria selain Azzam. Gue cinta banget sama dia, Na."
"Lo banyak berdoa aja supaya Opa masih bisa dibujuk untuk membatalkan rencananya."
"Atau elo aja yang nikah sama dia, Na," usul Risma mengejutkan.
"APA?! Elo gila ya?! Mana mungkin Ma. Opa sudah milih elo buat menikah sama si Reno. Bukan gue."
"Tapi kita kan mirip banget Na. Elo ingat nggak, dulu teman highschool lo sempat malah pas ketemu sama gue di bandara. Waktu itu gue pas datang mengunjungi granny sekalian kita merayakan sweet seventeen di tanah pertanian grandpa." Risna tergelak mengingat hal tersebut.
"Kalau teman lo aja bingung, apalagi mereka yang baru ketemu sama kita. Dan gue yakin hingga saat ini Opa Steven belum bisa membedakan kita. Apalagi mata orang tua kan nggak setajam dulu pas muda. Reno dan keluarganya juga belum pernah bertemu elo."
"Jangan aneh-aneh ah, Ma. Tante Anggit sudah pernah bertemu dengan gue pas dulu dia berkunjung ke Sidney."
"Justru itu Na. Tadi dia pikir yang bertemu dengan dia di Sydney itu gue, bukan elo. Kayaknya dia nggak tau siapa yang ikut granny dan siapa yang ikut mama papa. Atau mungkin lupa."
"Tadi mungkin dia lupa, tapi gue yakin lama-kelamaan dia pasti ingat. Sudah ah, elo jangan punya ide aneh. Usul gue, lo temuin dulu tuh si Reno. Ajak ngomong dan cari jalan keluar sama-sama."
"Aaaaarghh... pusing gue ngadepin masalah kayak gini. Sudah ah, gue mau telpon Azzam dulu."
⭐⭐⭐⭐
"Ren, elo beneran mau ketemu sama tuh cewek?" tanya Bian, sahabat Reno sekaligus partner bisnisnya. "Bagaimana Sandra?"
"Gue bingung bro. Gue nggak suka sama tuh cewek, tapi gue dan Sandra juga belum ada komitmen apapun. Malahan kita berdua belum pernah confess tentang perasaan masing-masing."
"Berarti elo setuju dengan ide kakek lo? Ini bukan Reno yang gue kenal. Selama ini orang-orang taunya elo itu pengusaha muda yang kuat pendirian dan nggak mudah dibujuk. Kenapa sekarang ini elo keliatan galau?"
"Gimana gue nggak galau, kalau saat ini kondisi kakek gue sudah cukup parah. Mommy dan daddy juga minta gue untuk mengikuti keinginan terakhir beliau. Gue sayang banget sama beliau dan gue berhutang budi banget sama beliau. Kalau bukan karena beliau mungkin saat ini gue masih terjebak di lembah hitam itu.
⭐⭐⭐⭐