Reno bergegas menuju cafe yang dimaksud oleh Risma. Ia benar-benar kesal akibat pesan yang dikirim gadis itu. Bagaimana mungkin seorang gadis yang berpendidikan tinggi memakai kata-kata sedemikian kasarnya dalam mengirim pesan. Bahkan tak ada basa-basi sebelumnya. Asal main perintah seenaknya. Tak terbayangkan oleh Reno bila harus menikah dan menghabiskan hidupnya dengan gadis barbar, tidak memiliki sopan santun, bad manner, kasar dan tukang perintah. Tak ada dalam kamus Reno, dirinya diperintah-perintah oleh istri. Aaargh rasanya ingin kupites kalau nanti bertemu dengan dia. Namun bersamaan dengan perasaan marah dan kesal tersebut, Reno masih bisa mengingat manisnya bibir gadis itu dan betapa pasnya tubuh gadis dalam pelukannya. Ah sial, kenapa sulit bagiku melupakan rasa bibir gadis itu.
Di depan cafe, Reno menarik nafas panjang sebelum masuk. Ia harus menata perasaannya bila nanti bertemu dengan gadis itu. Di satu sisi ia sangat ingin memarahi gadis itu, namun di saat bersamaan ia memiliki keinginan mencicipi kembali bibir gadis itu. Calm down Ren, dia bukan gadis pertama yang pernah kau cium, bisik hatinya. Setelah berhasil menenangkan perasaan, Reno memasuki cafe yang sore itu tak terlalu ramai. Tampak beberapa pasangan mengisi cafe tersebut. Hmm, cafe ini memang nyaman untuk nge-date. Seandainya saja gadis itu tidak barbar, pasti gue akan mempertimbangkan perjodohan ini.
Pandangannya menyapu ruangan mencari gadis barbar yang menyuruhnya datang ke tempat itu. Pandangannya berhenti pada seorang gadis yang mengenakan celana yang sangat pendek, tank top hitam yang dilapis dengan kemeja kedodoran yang tampaknya lebih panjang dari celana yang dipakai. Gadis itu duduk persis di depan jendela yang menghadap ke jalan. Ya tuhan, tak bisakah dia mengenakan baju yang lebih sopan dan lebih tertutup. Tak tahukah dia kalau beberapa pria yang melintas di depan cafe itu memperhatikannya. Setiap pria normal pasti akan menoleh saat disuguhi pemandangan tubuh mulus.
"Hmm... akhirnya tuan Reno Stanley Pranata yang terhormat sampai juga disini," sapa Risma sambil tersenyum sinis kepada Reno. Tatapannya benar-benar tak ramah.
"Ada kepentingan apa elo menyuruh gue kesini? Oh ya, penilaian gue mengenai dirilo ternyata benar. Bukan hanya sikap lo yang barbar, bahkan cara bicara lo seperti gadis tak berpendidikan. Hmm... jangan-jangan di Amerika elo tidak mengambil S2, melainkan bergabung dengan anggota gank. Apakah om Ben tahu mengenai hal ini?"
"Jangan sebut-sebut nama papa. Beliau nggak ada hubungannya dengan urusan kita," desis Risma dingin.
"Satu hal lagi, tak bisakah elo berpakaian lebih sopan? Ini bukan Amerika. Perhatikan cara lo berpakaian. Tidakkah elo lihat di lluar sana mata-mata lapar menelanjangi lo?'
"Hmm.. apakah tuan Reno keberatan dengan cara gue berpakaian?"
"Kalau elo akan menjadi istri dari Reno Stanley Pranata, mulai sekarang elo harus memperhatikan cara bersikap, berbicara, dan berpakaian. Sejak pertama kita bertemu, pakaian lo kayak kurang bahan semua. Yang terakhir agak mendingan."
"Woaah... hold on boy! Who's gonna be your bride? Me? No way!"
"Like it or not, dalam seminggu kita akan menikah dan pastinya akan berbagi ranjang. Elo hanya boleh memakai pakaian kurang bahan saat bersama gue. Saat itu gue akan memberikan ciuman yang lebih menghanyutkan dibandingkan ciuman pertama kita. Camkan itu!" bisik Reno.
"Wait, wait.. Kissing? Have you kissed me?" tanya Risma bingung. Sesaat kemudian gadis itu menepuk dahinya. "Oh my god. I can't believe this. That witch."
"Hmm, jangan bilang elo sudah lupa dengan ciuman kita saat itu."
"Oh itu. Ciuman itu, hmm.. it's okay I guess," balas Risma. Dasar Risna, kenapa dia nggak cerita kalau dia dan Reno sempat berciuman, omel Risma dalam hati.
"Apa?! Elo bilang ciuman itu biasa saja? Apa perlu gue ulangi disini?" tanya Reno kesal.
"Dasar mesum!"
"In case you forget how it feels girl," ucap Reno sambil memamerkan smirk-nya.
"Forget about the kiss. Ada hal yang penting yang harus kita bahas. Mengenai perrnikahan kita." ucap Risma kesal.
"Waktu itu sudah gue bilang kalau elo harus mengutarakan keberatan kepada opa Steven dan memberitahu beliau tentang kekasih lo."
"Bagaimana dengan lo? Apakah tidak akan ada wanita yang sakit hati dan menuntut pertanggungjawaban saat kita menikah? Apakah kakek Anggoro mengetahui wanita bernama Sandra ini?"
"Sandra urusan gue. Perlu lo ingat, gue laki-laki boleh memiliki istri lebih dari satu. Jadi meskipun gue menikah sama elo, gue masih bisa menikah dengan dia."
"Maksud lo, setelah menikah dengan gue elo bakal menikahi kekasih lo itu?"
"Why not?" jawab Reno santai. "Tapi sekarang percuma juga elo memberitahu opa mengenai kekasih lo itu. Karena pernikahan kita tinggal seminggu lagi. Dan dari percakapan di antara mereka, gue yakin opa Steven akan mewujudkan impian kakek Anggoro dengan cara apapun."
"Kenapa elo nggak ngomong langsung ke mereka kalau kita masing-masing sudah punya kekasih. For your info, gue sudah tunangan."
"Putusin dia." ucap Reno tegas.
"What? You ask me to break up with him? Are you crazy?!" tanya Risma dengan suara tinggi sehingga para pengunjung memperhatikan mereka.
"Kecilin suara lo! Duduk!" perintah Reno pada Risma yang berdiri dari kursinya.
"Kenapa gue harus putus sama dia? Kita bisa tetap menikah tapi tetap memiliki pasangan masing-masing. Yang penting di atas kertas kita menikah. Bagaimana menurut lo?" usul Risma.
"Nggak semudah itu. Kakek dan opa sudah sepakat dan mereka akan menyerahkan perusahaan kepadaku setelah elo hamil."
"Itu gampang. Gue tinggal minta tunangan gue untuk menghamili gue. Beres kan?"
"What?! Are you really crazy? Itu artinya elo akan memiliki anak haram?Gue nggak nyangka elo nggak bisa menghargai sebuah pernikahan. Elo punya agama kan?" Risma mengangguk. Matanya menantang Reno.
"Ris, agama apapun nggak akan membenarkan apa yang elo rencanain. Elo benar-benar gila. Nggak kebayang sama gue kalau harus menghabiskan hidup dengan gadis gila kayak elo." Reno menghabiskan juice yang ada di atas meja.
"Eeh.. itu minum gue kenapa elo habisin? Dasar om-om kere! Sudah tua, pelit pula. Beli sendiri dong."
"Gue haus. Nggak usah pelit sama calon suami." Risma melotot mendengar jawaban Reno.
"Balik lagi ke rencana gue. Bagaimana? Elo setuju kan? Kalau elo bisa nge-keep Sandra, kenapa gue nggak bisa nge-keep Azzam?"
"Oh, nama cowok lo Azzam. Kalau dari namanya sepertinya agamis ya. Gue yakin dia nggak akan setuju dengan rencana gila lo. Lagipula, dalam agama apapun nggak ada yang membolehkan wanita memiliki suami lebih dari satu orang. Paham?"
"Jadi?"
"Elo harus menikah sama gue. Like it or not, ini keputusan akhir.
"Kita nggak saling cinta, Ren."
"Gue tahu hal itu. Tapi cuma ini yang bisa gue lakukan untuk membahagiakan kakek di akhir hidupnya."
"Bagaimana kalau setelah kakek meninggal kita bercerai?" Reno hanya angkat bahu.
"Itu artinya perusahaan akan jatuh ke tangan om Jason. Dan gue nggak mau itu terjadi. Paham?!"
"Om Jason? Siapa lagi dia? Aaaah.. pusing gue dengan urusan ini. Kakek Anggoro, opa Steven. pernikahan paksa, perebutan perusahaan. Apapun itu gue nggak peduli. Intinya gue cuma mau menikah dengan Azzam. TITIK!" Risma pergi meninggalkan Reno.
"Risma, elo egois!"
Risma berbalik dan mendekati Reno. Lalu... PLAK!!
"Kenapa elo tampar gue?!" tanya Reno marah. Kini mereka berdua berdiri berhadapan begitu dekat.
"Karena elo menyebut gue egois. Kalian yang egois, bukan gue! Seenaknya kalian mengatur bagaimana masa depan gue. Demi persahabatan orang-orang yang nggak gue kenal dan demi perusahaan yang gue sendiri nggak pernah tahu milik siapa, kalian memaksa gue menjalani masa depan dengan orang yang gue nggak cintai. Kenapa gue yang harus mengorbankan kebahagiaan gue demi kalian? Kenapa?!"
Reno terdiam mendengar ucapan Risma yang memang benar adanya. Kedua orang tua itu dengan egoisnya merenggut kebahagiaan para cucu mereka. Terlebih lagi Risma. Seumur hidupnya ia tak mengenal Steven, bahkan pria tua itu tak memiliki kontribusi apapun dalam hidup gadis barbar itu. Risma yang memiliki hutang budi apapun pada opa Steven, dipaksa memenuhi keinginan para lelaki tua itu. Berbeda dengan dirinya yang memang memiliki hubungan yang baik dengan kakeknya. Bahkan dapat dikatakan ia memiliki hutang budi yang sangat besar pada kedua pria tua itu. Merekalah yang membimbingnya hingga bisa mencapai kesuksesan seperti saat ini.
"Sorry karena apa yang elo bilang memang benar. Kami yang egois. Tapi please bantu gue membahagiakan kakek. Gue tahu elo belum mengenal kami. Tapi demi persahabatan orang tua lo dengan mama, biarkan gue menikahi elo. Gue janji akan mencoba membuat lo bahagia."
"Kebahagiaan gue bukan elo. Kebahagiaan gue adalah Azzam. Dialah calon suami gue." Risma berdiri dan meninggalkan Reno yang hanya bisa terdiam memandangi kepergian Risma.
Sorry Ris, apapun alasan lo, gue nggak bisa mengecewakan kakek dan opa. Bagaimanapun, gue harus memenuhi impian kakek dan opa Steven untuk menikahkan keturunannya demi persahabatan mereka.
⭐⭐⭐⭐